MUI Sumbar Siapkan Buku Kiprah 10 Tahun Buya Dr Gusrizal Gazahar: Catatan Perjalanan di Tengah Badai Zaman

  • Whatsapp

MINANGKABAUNEWS.com, PADANG — Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat tengah menyusun sebuah karya dokumentasi monumental: buku bertajuk “Kiprah 10 Tahun Buya Gusrizal: Menjaga Marwah, Merawat Umat (2015–2025)”. Buku setebal 200 halaman ini direncanakan rampung pada November 2025, usai pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) MUI Pusat.

Lebih dari sekadar dokumentasi kelembagaan, buku ini adalah potret dinamis sebuah era di mana MUI Sumbar—di bawah kepemimpinan Buya Dr. H. Gusrizal Gazahar, Lc., M.Ag., Datuak Palimo Basa—berkali-kali harus meneguhkan posisi moral dan intelektualnya di tengah badai sosial, krisis keagamaan, dan turbulensi politik nasional.

Read More

“Kita ingin warisan ini bukan hanya berupa catatan administratif, tapi sebuah napas panjang yang memberi arah: bahwa ulama tidak boleh bungkam ketika umat butuh arah,” ungkap Buya Gusrizal saat ditemui di Sekretariat MUI Sumbar, Jumat (25/7).

Bab-bab awal buku ini merekam dengan gamblang peran sentral MUI Sumbar dalam masa pandemi Covid-19. Di saat kepanikan melanda, MUI tampil dengan bayan, maklumat, dan sikap tegas—termasuk dalam menentukan zona penyelenggaraan salat Ied, hingga sikap terhadap vaksinasi.
Tak sedikit pula ketegangan muncul saat sejumlah tokoh nasional mengeluarkan pernyataan kontroversial yang menyentuh ranah keyakinan. Dalam sejumlah momentum, Buya Gusrizal berdiri di garis depan. Mewakili suara keislaman Minangkabau yang tak gentar menyuarakan kebenaran, beliau menegaskan:

“Kami bukan kelompok yang anti-perbedaan. Tapi bila perbedaan menistakan agama, kami wajib bersuara. Ini bukan tentang sentimen, tapi tentang menjaga batas-batas aqidah yang telah diwariskan ulama salaf.”

Salah satu bab yang juga akan ditulis dengan narasi intens adalah Musyawarah Daerah (Musda) MUI Sumbar tahun 2021 di Padang. Ajang yang seharusnya menjadi pesta demokrasi ulama, sempat diwarnai tarik-ulur, lobi-lobi politik, hingga isu sektarianisme internal.
Dalam berbagai penggal cerita, MUI Sumbar menunjukkan keteguhan dalam menjaga independensi ulama. Proses regenerasi kepengurusan pun tak lepas dari semangat menjaga marwah dan kredibilitas institusi.

Buku ini juga akan memuat testimoni dari berbagai sahabat, kolega, dan tokoh nasional yang pernah bersentuhan dengan kepemimpinan Buya Gusrizal. Dari akademisi, ulama lintas ormas, hingga pejabat publik, mereka menuliskan pandangan dan pengalaman personal terhadap karakter dan visi sang buya.

Selain itu, dinamika sekretariat MUI Sumbar tak luput dari sorotan. Dari listrik yang mati selama 15 hari, kantor sekratariat yang ditutup dan karyawan yang diliburkan, dana hibah yang terputus, hingga rantai depan kantor Sekretariat MUI. Sebuah proses panjang yang menggambarkan bagaimana organisasi keulamaan harus mampu bertahan dan beradaptasi dalam ekosistem modern.

Catatan Akhir dan Arah ke Depan
Ketua Tim Penyusun Buku, yang juga bagian dari internal MUI Sumbar, menyatakan bahwa penulisan buku ini digarap secara kolaboratif antara akademisi, jurnalis, dan peneliti sosial. Gaya naratif dipilih agar publik tidak sekadar membaca data, tetapi merasakan denyut sejarah.

“Ini bukan buku kenangan, ini adalah peta intelektual dan spiritual. Bahwa dakwah hari ini bukan hanya di mimbar, tapi juga di medan sejarah dan kesadaran publik,” ujar Buya Gusrizal menutup wawancara.

MUI Sumbar menargetkan peluncuran buku ini akan disertai diskusi publik serta pelibatan lintas kampus dan ormas keislaman. Sebuah refleksi bahwa sejarah tak sekadar ditulis oleh waktu, tapi oleh keteguhan mereka yang memilih tetap berdiri di saat angin bertiup paling kencang.

Related posts