MINANGKABAUNEWS.com, BUKITTINGGI – Dalam suasana hangat menyambut Iduladha, Prof Zainal Azwar, Guru Besar Termuda di Fakultas Syari’ah UIN Imam Bonjol Padang sekaligus Ketua Komisi Fatwa MUI Sumatera Barat, menyampaikan khutbah yang menyentuh di Masjid Surau Buya Gusrizal, Kota Bukittinggi. Di hadapan ratusan jamaah, Prof Zainal mengajak umat untuk tidak sekadar melihat penyembelihan hewan sebagai ritual tahunan, tetapi sebagai bentuk nyata dari keikhlasan, ketaatan, dan empati sosial.
“Kurban bukan sekadar menyembelih hewan. Ia adalah penyembelihan ego, rasa kepemilikan, dan pengorbanan atas sesuatu yang kita cintai demi nilai yang lebih luhur,” ujar Prof Zainal dalam khutbahnya, Jumat (6/6/2025).
Dalam pesannya, Prof Zainal menekankan bahwa semangat kurban harus dimaknai dalam tiga dimensi: spiritualitas, solidaritas, dan integritas sosial. Ia menukil kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail sebagai simbol ketaatan sejati—keteladanan sebuah keluarga yang rela menyerahkan yang paling dicintai demi memenuhi perintah Allah.
“Dalam Al-Qur’an, Allah menegaskan bahwa bukan daging dan darah kurban yang sampai kepada-Nya, melainkan takwa kalian. ‘Lan yanaala-Llaha luḥūmuhā wa lā dimāʼuhā wa lākin yanaaluhut-taqwā minkum’ (QS. Al-Hajj: 37). Maka, jika kurban dilakukan tanpa ketakwaan, ia hanya menjadi rutinitas kosong,” tegasnya.
Sebagai Ketua Komisi Fatwa MUI Sumbar, Prof Zainal juga mengingatkan pentingnya menjalankan kurban sesuai kaidah syariah dan prinsip kesejahteraan hewan. Menurutnya, penyembelihan bukan sekadar prosedur fiqhiyah, tetapi juga sarana mengedukasi umat tentang kasih sayang dan adab terhadap makhluk Allah.
“Kami di Komisi Fatwa terus mendorong penyelenggara kurban untuk memastikan setiap hewan disembelih dengan cara yang sah secara syariat dan manusiawi. Karena syariat Islam tidak hanya mengatur hasil, tapi juga prosesnya,” imbuhnya.
Lebih jauh, ia menggarisbawahi dimensi sosial dari ibadah kurban. Menurutnya, pembagian daging kurban adalah momentum untuk merajut kembali simpul-simpul persaudaraan. Bahkan, sekantong daging yang diberikan kepada tetangga menjadi simbol kepedulian sosial yang sangat bermakna.
“Kurban adalah jembatan hati. Ia menyatukan yang berkecukupan dan yang kekurangan dalam satu ikatan ukhuwah,” tutur Prof Zainal, yang juga aktif membina generasi muda dalam forum-forum keilmuan dan dakwah.
Pesan Prof Zainal memberi warna baru dalam menyambut Iduladha di tengah masyarakat Minangkabau, yang menjunjung tinggi nilai-nilai Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah. Dalam pandangannya, makna kurban sejalan dengan filosofi adat Minang yang meleburkan nilai sosial dan spiritual secara utuh.
Di akhir khutbahnya, Prof Zainal mengajak jamaah untuk menjadikan kurban sebagai energi rohaniah yang berkelanjutan, bukan hanya ritual tahunan.
“Mari kita teruskan semangat kurban dalam kehidupan sehari-hari — dengan saling berbagi, peduli, dan memperjuangkan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan,” tutupnya.






