Pasukan Kuning Padang Diujung Tanduk: Berebut Rp 64 Miliar, Dihadang Ancaman Pemotongan Seragam

  • Whatsapp

MINANGKABAUNEWS.com, PADANG — Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Padang menggalang strategi baru menyiasati pemotongan TAPD. Mereka mengejar potensi retribusi sampah dari pelanggan non-PDAM yang disebut mencapai Rp 64 miliar. Namun, di balik gencarnya program, ancaman pemotongan anggaran untuk seragam dan ketidakcukupan personel mengintai.

Di balik gembar-gembor potensi penerimaan retribusi sampah sebesar Rp 64 miliar per tahun, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Padang justru harus berjuang dalam paradoks. Siasat menggandeng kelurahan untuk menagih pelanggan non-PDAM—dengan sistem mirip BPJS—digerakkan justru ketika anggaran untuk hal mendasar, seperti seragam petugas, terancam.

Kepala Dinas DLH Kota Padang, Fadelan Fitra Masta, membenarkan besarnya potensi yang belum tergarap ini. Namun, dia dengan terbuka mengungkap ketimpangan dalam alokasi hasil retribusinya. “Program ini bergerak dengan potensi pemasukan kas daerah Rp 64 miliar. Namun faktanya, DLH hanya dapat separuh dari retribusi sampah. Selebihnya dialokasikan untuk program lainnya di luar kami,” ujar Fadelan, menyiratkan kompleksnya bagi hasil fiskal di internal pemda.

Di tengah ketidakpastian itu, Fadelan bersikukuh dengan satu hal: jumlah personel tak boleh dikurangi. “Kita tetap akan mempertahankan Pasukan Kuning dan petugas LPS yang ada sekarang, jangan sampai dikurangi. Jumlah yang sekarang pun jauh dari ideal,” tegasnya. Pernyataan ini menegaskan bahwa beban kerja yang tinggi dan target Rp 64 miliar harus dipikul oleh pasukan yang jumlahnya sudah dianggap minimal.

Namun, tekad itu berbenturan dengan realitas anggaran. Untuk mendukung operasi lapangan, Pemko Padang telah mengucurkan dana untuk dua stel seragam. Namun, Fadelan menyampaikan sinyalemen yang mencemaskan: anggaran untuk item dasar seperti seragam ini mungkin tak lagi ada pada 2026-2027.

Pernyataan ini memantik pertanyaan kritis: Bagaimana mungkin sebuah program strategis dengan target penerimaan sebesar itu, justru tidak dijamin kelangsungan dana operasionalnya yang paling dasar? Jika untuk seragam saja anggaran dipotong, sementara personel yang “jauh dari ideal” itu harus dipertahankan, pada beban dan kondisi seperti apa program ini akan dipertahankan?

Nasib “Pasukan Kuning” dan efektivitas mereka menambahkan PAD yang sesungguhnya besar itu, kini digantungkan pada tekad di satu sisi, dan ketidakpastian fiskal di sisi lain.

Rp 64 Miliar menggoda, tapi Pasukan Kuning diperintah bertempur tanpa jaminan seragam dan dalam jumlah yang sudah terlalu minim. Seberapa tangguh mereka bertahan?

Related posts