Oleh: Meta Rikandi, Asmeri Lamona, Weni; Dosen Politeknik ‘Aisyiyah Sumatera Barat
Stunting merupakan peristiwa terhambatnya pertumbuhan tubuh sebagai akibat kurangnya asupan gizi lengkap baik secara kuantitas maupun kualitas yang terjadi pada anak dalam 1000 hari pertama kehidupannya (1000 HPK). Kondisi tersebut mengakibatkan anak memiliki tinggi badan cenderung pendek pada usianya, karena tinggi badan anak yang mengalami stunting berada di bawah standar deviasi (<-2 SD) menurut referensi World Health Organization (WHO). Jika kekurangannya sangat kronis akan mempengaruhi kemampuan kognitif pada anak yang dapat menurunkan tingkat kecerdasaannya dan tentu saja akan berdampak pada rendahnya sumber daya manusia yang akan dihasilkan. Jika kejadiannya terus berlangsung, resiko anak mengalami penyakit tidak menular pada usia dewasanya akan semakin tinggi1,4.
Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk menurunkan angka kejadian stunting adalah dengan pemanfaatan daun kelor (Moringa oleifera) yang selama ini belum banyak diketahui manfaatnya oleh masyarakat secara luas. Daun kelor kaya akan karbohidrat, protein, vitamin A, vitamin C, zat besi, kalsium dan kalium3. Menurut penelitian, bagian daun (2 tangkai di bawah pucuk sampai tangkai ke-9 atau ke-10) merupakan bagian yang mengandung tinggi protein (28,25%), Beta karoten (Pro vitamin A) 11,93 mg, Ca (2241,19) mg, Fe (36,91) mg dan Mg (28,03) mg7. Penelitian lain menyebutkan jika daun yang digunakan adalah daun yang diblansir terlebih dahulu sebelum dikeringkan, maka akan menghasilkan komponen mikro (mineral) dan makro (protein) yang lebih tinggi, yaitu (Protein; 28,66 g, Ca; 929,29 mg, P; 715,32 mg, Fe; 99,9 mg dan Zn; 2,32 mg)8.

Kandungan nutrisi yang lengkap pada daun kelor tersebut dapat dijadikan sebagai alternatif sumber nutrisi lengkap yang dapat ditambahkan dalam pengolahan makanan bagi anak dalam masa pertumbuhan. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa penggunaan 2-3 g daun kelor yang dicampurkan ke dalam makanan balita yang mengalami gizi kurang dapat menaikan bobot badan yang lebih tinggi dibanding balita yang diberi 1 butir telur per harinya7.
Gizi kurang atau gizi buruk pada anak menjadi penyebab anak mudah sakit dan memiliki postur tubuh tidak maksimal saat dewasa. Sementara itu juga kekurangan gizi pada usia dini dapat meningkatkan angka kematian bayi dan anak. Data tahun 2018 menunjukkan bahwa proporsi status sangat pendek di Indonesia menurun dari 18% pada tahun 2013 menjadi 11,5% pada tahun 2018, tetapi proporsi balita pendek meningkat yaitu dari 19,2% pada tahun 2013 menjadi 19,3% pada 20185. Kejadian stunting ini dapat berlanjut sampai anak menjadi remaja. Kinerja sistem syaraf anak stunting kerap menurun yang berimplikasi pada rendahnya kecerdasan anak.
Indonesia menduduki peringkat kelima dunia untuk jumlah anak dengan kondisi stunting. Lebih dari sepertiga anak berusia di bawah lima tahun memiliki tinggi tubuh di bawah rata-rata. Masalah stunting ini menjadi ancaman serius sehingga memerlukan penanganan yang tepat dan cepat. Berdasarkan data survei status gizi balita Indonesia (SSGBI) pada tahun 2019, prevalensi stunting di Indonesia mencapai 27,7%, artinya sekitar satu dari empat anak balita (lebih dari delapan juta anak) di Indonesia mengalami stunting. Angka tersebut masih tinggi jika dibandingkan dengan ambang batas yang ditetapkan oleh WHO yaitu 20%. Sedangkan data dari Dinas Kesehatan Sumatera Barat menunjukkan, prevalensi stunting di Kota Padang tahun 2015 sebesar 15%. Prevalensi tertinggi berada di Kabupaten Solok dan prevalensi terendah berada di Kota Solok sedangkan Kota Padang berada pada urutan ke-13 dari 19 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat.
Untuk menekan tingginya angka kejadian stunting, perlu dilakukan penanggulangan bersama dari berbagai pihak, termasuk pihak pendidikan. Pemilihan daun kelor sebagai objek penelitian dan pengabdian bagi dosen dirasa tepat untuk mengurangi kejadian gizi buruk bagi anak dan pemilihan tempat pendidikan anak pra sekolah (TK) sebagai mitra untuk sosialisasi dan penyuluhan kegiatan pengabdian kepada masyarakat (PkM) ini sesuai dengan target yang ingin dicapai. Mitra yang dipilih adalah TK ‘Aisyiyah Padang yang berlokasi di jalan Medan nomor 10 Ulak Karang Padang. TK tersebut merupakan salah satu amal usaha ‘Aisyiyah di Kota Padang sehingga pembinaan dapat dilakukan secara berkesinambungan. Pengenalan sumber-sumber makanan alternatif namun bergizi bagi guru TK memegang peranan penting dalam rangka menciptakan generasi sehat baik fisik dan mental. Guru yang menjadi ujung tombak harus dapat mengenali jenis makanan yang mengandung nutrisi lengkap namun mudah didapatkan sehingga dapat menerapkan kepada anak untuk dijadikan pangan bergizi yang dapat dikonsumsi sehari-hari.
Bentuk makanan ringan seperti pudding merupakan salah satu alternatif bentuk pangan yang dapat diberikan bagi anak karena memiliki tekstur dan variasi rasa yang rata-rata disukai anak-anak. Penambahan daun kelor dalam bentuk ekstrak pada pengolahan pudding diharapkan dapat mencukupi kebutuhan nutrisi anak setiap hari sehingga gizi anak terpenuhi dan dapat menghindari anak mengalami stunting. Karena itu perlu dilakukan pemberian edukasi pada guru tentang pemanfaatan daun kelor sebagai upaya pencegahan kejadian stunting pada anak usia pra sekolah di TK ‘Aisyiyah 6 Padang.
MASALAH DAN TARGET LUARAN
Tingginya angka kejadian stunting sebagai akibat kurangnya asupan gizi yang cukup, serta keinginan untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dengan tubuh yang kuat dan kecerdasan yang mampu bersaing di zamannya, menjadikan pengabdi tertarik untuk memberikan alternatif solusi yang kemudian dilakukan dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat. Pemanfaatan daun kelor yang banyak mengandung protein, mineral dan vitamin menjadi alternatif yang sangat potensial untuk disosialisasikan bagi masyarakat terutama yang berhubungan langsung dengan dunia anak. Daun kelor yang selama ini tidak banyak terjamah namun mengandung zat gizi lengkap, dapat dijadikan bahan tambahan atau campuran pada berbagai jenis pengolahan makanan yang kemudian diberikan kepada anak-anak.
TK ‘Aisyiyah 6 menjadi salah satu alternatif tempat sosialisasi kebermanfaatan daun kelor sekaligus responden aktif untuk diberikan produk yang dibuat dengan penambahan ekstrak daun kelor. Selain itu sosialisasi yang bersifat edukatif diharapkan dapat bermanfaat bagi guru-guru yang mengajar di TK ‘Aisyiyah sehingga dapat menambah pengetahuan guru tentang kandungan dan kebermanfaatan daun kelor yang dapat diberikan bagi anak dalam bentuk makanan tambahan.
Pentingnya pemahaman bagi guru-guru TK yang menjadi mitra tentang perlunya dilakukan perbaikan terhadap gizi anak yang dapat dilakukan dengan pemberian makanan dengan kandung gizi lengkap, menjadi alasan kuat bagi mitra untuk memilih daun kelor sebagai alternatif campuran makanan kaya nutrisi bagi anak-anak, karena selain harga yang murah, dalam pengaplikasiannya daun kelor juga mudah digunakan atau ditambahkan saat melakukan pengolahan bahan pangan. Pemahaman tantang pemanfaatan daun kelor pada guru diharapkan dapat membuka peluang pemanfaatan daun kelor yang lebih luas terutama pada pengolahan makanan yang disukai oleh anak-anak sehingga kebutuhan anak akan gizi lengkap dapat terpenuhi tanpa mengeluarkan biaya yang mahal. Selain itu, guru memegang peranan yang sangat penting untuk bersosialisasi dengan orang tua murid agar masalah gizi bagi anak dalam masa pertumbuhan dapat diatasi sejak dini.
METODE PELAKSANAAN
Secara terstruktur, kegiatan pengabdian yang dilakukan di TK ‘Aisyiyah 6 Padang pada tanggal 18-19 November 2021 dikelompokkan menjadi beberapa tahap; 1) Presentasi singkat dan pengenalan tentang kejadian stunting bagi guru-guru TK, termasuk cara mengidentifikasi anak yang mengalami stunting secara langsung sekaligus menghitung persentase anak yang mengalami stunting di tempat mitra, 2) pengenalan daun kelor, mulai dari morfologi, kandungan dan manfaat serta cara pengaplikasian daun kelor dalam pengolahan makanan untuk anak, 3) peragaan tentang pengolahan daun kelor menjadi pudding yang dibuat dengan menambahkan daun dalam bentuk ekstrak dan 4) pembagian pudding pada guru dan anak untuk dicobakan secara sensoris.
HASIL PEMBAHASAN
Pelaksanaan kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) yang dilakukan pada tanggal 18-19 November 2021, terdiri dari empat tahapan;
Presentasi singkat dan pengenalan tentang kejadian stunting bagi guru-guru TK, mulai dari pengertian, faktor penyebab, tanda-tanda dan tindakan pencegahan serta pengendalian yang dapat dilakukan bagi anak-anak yang memperlihatkan tanda-tanda stunting.
Kegiatan ini dihadiri oleh lima orang guru dan selama melakukan presentasi masing-masing guru dimintakan pendapatnya sekaligus pengetahuannya tentang kejadian stunting pada anak. Dari pengamatan dan diskusi yang dilakukan dengan guru dapat dinyatakan bahwa rata-rata guru mengetahui adanya kejadian stunting pada anak namun sebagian besar merasa tidak pasti tentang faktor penyebab terjadinya stunting tersebut.
Untuk mengetahui angka pasti, para guru diminta untuk mengisi quesioner tantang pengetahuan guru terhadap kejadian stunting pada anak. Berdasarkan data bahwa pengetahuan guru TK ‘Aisyiyah 6 Padang terhadap kejadian stunting pada anak memiliki kategori baik (60%). 3 orang guru dapat memberikan penjelasan yang lebih komplek seputar kejadian stunting pada anak sementara 2 orang lainnya hanya mengetahui secara umum tentang stunting. Cukup tingginya pengetahuan guru terhadap stunting didukung oleh latar belakang pendidikan guru yang 100% sesuai dengan profesinya, yaitu pendidikan anak usia dini.
Setelah melakukan presentasi, semua guru menjadi sangat paham dengan kejadian stunting pada anak sehingga para guru dapat mengidentifikasi murid-murid TK ‘Aisyiyah 6 Padang yang memperlihatkan gejala stunting. Dari hasil pengamatan, ditemukan 1 anak yang mengalami keterlambatan respon / lemahnya fungsi kognitif dan 1 orang murid dengan pertumbuhan fisik dan keaktifan sedikit berbeda dari murid yang lain.
Dari hasil diskusi dengan para guru ternyata anak yang memperlihatkan gejala yang berbeda memiliki riwayat kelahiran pre-mature (lahir belum cukup 9 bulan) dan berat badan lahir rendah (BBLR). Hal ini dapat menyebabkan anak kurang mendapatkan nutrisi yang seharusnya didapat pada saat masih dalam kandungan ibunya. Kondisi ini diperkuat oleh hasil penelitian yang menyatakan bahwa bayi yang terlahir dengan berat yang lebih rendah9 dan bayi yang lahir belum cukup bulan (prematur) memiliki resiko secara konsisten untuk mengalami stunting di Indonesia10,11-13. Beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa bayi yang lahir dengan kondisi BBLR akan memiliki resiko 1,74 kali mengalami hambatan dalam pertumbuhan TB/U14; 5,87 kali mengalami stunting pada bayi usia dua tahun15, 6,63 kali pada kasus bayi stunting di Brebes16, 11,5 kali pada kasus bayi stunting di Semarang17 dan beberapa penelitian dari luar seperti Rwanda, Ethiopia, Burundi, Iran dan Nepal menyebutkan bahwa kondisi bayi yang terlahir dengan berat badan di bawah rata-rata secara konsisten menyebabkan stunting9,18-20.
Dengan demikian, peran guru dan orang tua dalam memperbaiki kondisi anak yang menunjukkan gejala stunting sangat penting, karena usia anak yang masih dalam tahap pertumbuhan dapat diberikan asupan gizi cukup untuk menutupi kekurangan yang terjadi setiap harinya. Pengetahuan terhadap kandungan gizi dalam makanan anak harus diperhatikan sehingga guru dan orang tua murid harus memiliki leterasi yang cukup tindakan pengendalian terhadap kejadian stunting.
Gambar 1. Presentasi/penyuluhan tentang kejadian stunting pada anak di TK ‘Aisyiyah 6 Padang
Pengenalan daun kelor, mulai dari ciri morfologi daun/tanaman, kandungan dan manfaat, cara pengolahan dengan ekstraksi dan cara pencampuran ke dalam proses pengolahan bahan makanan bagi anak-anak, salah satunya adalah pudding.
Pengenalan daun kelor pada para guru yang dilakukan hanya sebatas mengingatkan kembali karena rata-rata guru yang ada di TK “Aisyiyah 6 Padang mengetahui dan mengenal bentuk fisik daun dari tanaman pagar tersebut. Setelah dilakukan diskusi, dapat dinyatakan bahwa tidak ada dari para guru yang mengetahui kandungan yang ada pada daun kelor serta khasiat yang dapat diberikan oleh daun kelor untuk menghambat terjadinya stunting pada anak. Dari ke lima orang guru tersebut, hanya 1 orang yang pernah makan daun kelor yang dijadikan menu sayur-mayur namun tidak mengetahui khasiatnya bagi kesehatan.
Setelah dilakukan penyuluhan tentang kandungan gizi yang ada dalam daun kelor serta khasiat apa yang dapat diperoleh dengan mengkonsumsi daun kelor, semua guru menjadi sangat faham akan khasiat daun kelor terutama untuk mencukupi kebutuhan gizi bagi anak-anak sehingga menjadi sangat antusias untuk menerapkannya pada menu makanan yang dapat diberikan pada anak sehari-harinya. Selain itu para guru juga mempunyai komitmen memberikan saran baiknya untuk para orang tua murid agar menjadikan daun kelor sebagai bahan tambahan makanan bagi anak di rumah. Tujuan utamanya adalah untuk mencukupi kebutuhan gizi anak sehingga dapat mencegah anak agar tidak mengalami stunting.
Pemilihan pudding sebagai produk akhir untuk diberikan pada anak, berdasarkan sifatnya yang mudah dikunyah dengan rasa buah yang sangat enak dan disukai oleh anak. Pelaksanaan peragaan yang dilakukan adalah dengan mempraktekkan secara langsung proses ekstraksi daun kelor, kemudian penggunaan ekstrak pada proses pengolahan pudding. Pada tahap ini, guru diberi penjelasan tentang cara melakukan ekstraksi daun kelor dengan proses pemanasan (perebusan), yang lebih ditekankan adalah konsentrasi bahan baku dan waktu pemanasan.
Pada pelaksanaan ekstraksi, daun yang digunakan sudah dalam bentuk kering dengan kadar air bahan ± 10%. Konsentrasi daun yang digunakan adalah 4% dengan perbandingan jumlah daun dan air yang digunakan untuk ekstraksi; 20 daun kering : 500 air (b/v) dan waktu pemanasan/perebusan yang digunakan adalah 30 menit menggunakan api kecil. Tujuan pengguunaan api kecil adalah agar kandungan vitamin dan mineral dalam daun dapat keluar sempurna tanpa mengalami kerusakan, karena beberapa vitamin memiliki kepekaan terhadap suhu tinggi dan sebagian mineral dapat ikut teruapkan bersaamaan dengan penguapan air yang mendidih. Hasil rebusan daun didinginkan kemudian disaring sehingga didapatkan ekstrak bersih daun yang bewarna hijau kecoklatan. Ekstrak ini kemudian digunakan pada pembuatan pudding, dengan penambahan sebanyak 250 mL ekstrak untuk satu kali pembuatan pudding.
Prosen ekstraksi daun kelor akan menentukan banyaknya kandungan gizi yang dapat terekstrak dari daun. Semakin banyak jumlah daun kering yang digunakan dan semakin lama waktu ekstraksi maka nutrisi yang dapat terekstrak juga lebih banyak. Dan semakin kecil api yang digunakan sebagai sumber panas maka kualitas dari komponen gizi seperti vitamin yang dapat terekstrak juga akan semakin tinggi, karena sifatnya yang peka terhadap suhu tinggi. Hal ini yang ditekankan pada para guru sehingga dalam aplikasinya nanti dapat memberikan hasil maksimal.
Penambahan daun kelor dapat juga dilakukan pada jenis makanan lain yang disukai anak. Hasil penelitian menyebutkan bahwa daun kelor yang digunakan dalam bentuk segar dapat menghasilkan sayur mayur dengan nilai sensoris rasa suka lebih tinggi, dengan hasil 53 – 67% panelis lebih menyukai produk akhirnya6. Cookies yang dibuat menggunakan bubuk daun kelor 3% ternyata memberikan hasil produk yang lebih disukai oleh panelis2.
Pembagian pudding pada guru dan anak untuk dicobakan secara sensoris.
Masing-masing guru dibagi dan mencoba beberapa buah pudding yang mengandung ekstrak daun kelor. Respon yang diberikan oleh para guru terhadap pudding rata-rata positif. Setiap guru menyukai rasa dan aroma yang dihasilkan oleh pudding, meskipun ada “after test” yang tertinggal setelah pudding habis dimakan, berupa rasa yang agak pahit/kelat. Kesukaan guru ini dibuktikan dengan pernyataan lisan dan jumlah konsumsi pudding oleh masing-masing guru lebih dari 5 potongan pudding. Sedangkan daya terima murid TK terhadap rasa pudding tidak jauh berbeda. Dari 30 orang anak yang mencoba rasa pudding, hanya 1 orang anak yang tidak mampu menghabiskan 1 potong pudding karena tidak menyukai rasanya (sekitar 3,3%) dan 2 orang anak yang memang tidak menyukai pudding.
Umpan balik yang dapat diberikan bagi anak yang tidak menyukai pudding adalah dengan memberikan variasi lain bentuk pengolahan pangan yang akan ditambahkan ekstrak daun kelor. Hal ini agar daun kelor yang mengandung banyak nutrisi tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal. Diharapkan konsumsi daun kelor secara rutin yang diberikan pada anak dalam bentuk makanan tambahan yang bervariasi dapat menghindari anak mengalami kurang gizi sehingga dapat menghasilkan sumber daya manusia yang sehat dan cerdas di masa mendatang.
KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil yang didapatkan setelah dilakukan penyuluhan adalah terjadi peningkatan pengetahuan guru TK ‘Aisyiyah 6 Padang tentang konsep stunting dan pemanfaatan daun kelor untuk mencegah kejadian stunting dengan pengolahan daun kelor menjadi pudding rasa susu strawberry, dengan bentuk yang unik sehingga diminati anak-anak. Pemanfaatan daun kelor sebagai tambahan pada pengolahan makanan yang akan diberikan pada murid TK dapat dilakukan di TK ‘Aisyiyah 6 sebagai salah satu cara untuk mencukupi kebutuhan nutrisi anak.
Diharapkan setelah dilakukan kegiatan ini pemahaman guru meningkat dan dapat memodifikasi bahan dasar daun kelor dengan aneka masakan yang lain yang disukai anak-anak sehingga menurunkan resiko anak mengalami stunting. Selain itu diharapkan tim dapat memperluas sasaran agar masyarakat memahami dan memanfaatkan daun kelor sebagai upaya pencegahan stunting pada anak.
REFERENSI
Black RE, Allen,L.H., Bhutta, ZA., Caulfield, LE., de Onis, M., Ezzati, M., Mathers, C., Rivera, J. 2008. Maternal and Child Undernutrition: Global and Regional Exposures and Health Consequences. Lancet. ;371:243-60.
Dewi, K. F., Neneng S,., Yudi, G, Ds. 2016. Pembuatan Cookies dengan Penambahan Tepung Daun Kelor (Moringa oleifera) pada Berbagai Suhu Pemanggangan. Thesis. Fakultas Teknik Unpas.
Krisnandi, AD. 2015. Kelor Super Nutrisi. Blora: Pusat Informasi dan Pengembangan Tanaman Kelor Indonesia.
Osmond C, Barker DJP. 2000. Fetal, Infant, and Childhood Growth are Predictors of Coronary Heart Disease, Diabetes, and Hypertension in Adult Men and Women. Environmental Health Perspectives. 108 (Supplement 3):545-53.
RISKESDAS. 2018. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2018. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Rosyidah, A. AR dan Rita, I. 2016. Studi tentang Tingkat Kesukaan Responden terhadap Penganekaragaman Lauk Pauk dari Daun Kelor (Moringa oleivera). e-journal Boga, Volume 5, No. 1, Edisi Yudisium Periode Februari 2016, Hal 17-22.
Zakaria, Abdullah, T, S. dan R. H. 2012. Penambahan Tepung Daun Kelor pada Menu Makanan Sehari-hari dalam Upaya Penanggulangan Gizi Kurang pada Anak Balita. Media Gizi Pangan, 13(1), 41–47.
Irwan, Z. 2020. Kandungan Zat Gizi Daun Kelor (Moringa oleifera) Berdasarkan Metode Pengeringan. Jurnal Kesehatan Manarang, Volume 6, Nomor 1, Juli 2020, pp. 69 – 77
Nshimyiryo, A. et al. 2019. Risk Factors for Stunting Among Children Under Five Years : a CrossSectional Population-Based Study In Rwanda Using The 2015 Demographic And Health Survey. 1–10.
Candra, A. 2017. Suplementasi Mikronutrien dan Penanggulangan Malnutrisi pada Anak Usia di Bawah Lima Tahun (balita). Jnh, 5, 8.
Bentian, I. & Rattu, N. M. A. J. M. Faktor Resiko Terjadinya Stunting pada Anak TK di Wilayah Kerja Puskesmas Siloam Tamako Kabupaten Kepulauan Sangihe Propinsi Sulawesi Utara. 1–7 .
Rachmi, C. N., Hunter, C. L., Li, M. & Baur, L. A. 2018. Food choices made by primary carers (mothers/ grandmothers) in West Java, Indonesia. Appetite 130, 84–92.
Lestari, W., Margawati, A. & Rahfiludin, M. Z. 2014. Faktor Risiko Stunting pada Anak Umur 6-24 Bulan Di Kecamatan Penanggalan Kota Subulussalam Provinsi Aceh. 3, 37–45.
Aryastami, N. K. et al. 2017. Low Birth Weight was The Most Dominant Predictor Associated with Stunting Among Children Aged 12–23 Months in Indonesia. BMC Nutr. 3, 16 (2017).
Rahayu, A., Yulidasari, F., Putri, A. O. & Rahman, F. 2015. Riwayat Berat Badan Lahir dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia Bawah Dua Tahun. Kesmas Natl. Public Heal. J. 10, 67.
Wellina, W. F., Kartasurya, M. I. & Rahfilludin, M. Z. 2016. Faktor risiko stunting pada anak umur 12- 24 bulan. J. Gizi Indones. 5, 55–61.
Candra, A. & Puruhita, N. 2011. MEDIA MEDIKA. 45, 206–212.
Shine, S., Tadesse, F., Shiferaw, Z., Mideksa, L. & Seifu, W. 2017. Prevalence and Associated Factors of Stunting among 6-59 Months Children in Pastoral Community of Korahay Zone, Somali Regional State, Ethiopia 2016. J. Nutr. Disord. Ther. 07, 1–8.
Tiwari, R., Ausman, L. M. & Agho, K. E. 2014. Determinants of Stunting and Severe Stunting among Under-fives : Evidence from The 2011 Nepal Demographic and Health Survey. 1–15.
Esfarjani, F., Roustaee, R., Mohammadi, F. & Esmaillzadeh, A. 2013. Determinants of stunting in school-aged children of Tehran, Iran. Int. J. Prev. Med. 4, 173–179.
/*Ketiga penulis adalah Dosen di Politekhnik ‘Aisyiyah Sumbar




