MINANGKABAUNEWS.com, PADANG — Polemik pemberhentian Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan Air Manis, Allazi, memunculkan spekulasi dan opini yang menyudutkan pihak Kecamatan Padang Selatan. Sejumlah narasi di media sosial menyebut keputusan tersebut sebagai tindakan sepihak camat. Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa keputusan itu justru berangkat dari desakan masyarakat secara kolektif.
Pada 22 Juni 2025, Camat Padang Selatan menerima surat mosi tidak percaya yang ditandatangani oleh berbagai elemen masyarakat Kelurahan Air Manis. Dokumen tersebut tidak lahir dari inisiatif pribadi, melainkan merupakan hasil musyawarah yang melibatkan tokoh adat Ninik Mamak enam suku, unsur pemuda, tokoh masyarakat, serta pengurus lingkungan dari tingkat RW dan RT.
Dari dua ketua RW, satu menyatakan setuju, satu lainnya tidak ikut menandatangani. Sementara itu, seluruh enam ketua RT di kelurahan tersebut secara resmi menyatakan sikap tidak percaya terhadap kepemimpinan Allazi. Dalam mosi tersebut dinyatakan bahwa Allazi dianggap gagal menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai Ketua LPM secara optimal.
Berpijak pada Regulasi
Proses pemberhentian ini tidak dilakukan secara serampangan. Surat mosi tersebut secara eksplisit merujuk pada Pasal 63 tentang tugas dan fungsi LPM serta Pasal 64 Tahun 2024 yang mengatur mekanisme pemberhentian dan pergantian pengurus LPM. Artinya, ada dasar hukum yang mendasari langkah ini, bukan semata keputusan administratif atau politis.
Pemerintah Kecamatan Padang Selatan bertindak sebagai fasilitator, bukan pengambil keputusan tunggal. Dalam hal ini, camat hanya menindaklanjuti aspirasi yang disampaikan masyarakat sesuai prosedur yang berlaku.
Narasi Distorsi dan Playing Victim
Sejumlah pihak yang menyayangkan pemberhentian ini mencoba membangun narasi seolah terjadi penyalahgunaan wewenang atau konspirasi politik di balik keputusan tersebut. Pendekatan playing victim ini justru mengabaikan fakta-fakta objektif, serta meremehkan hak masyarakat dalam menyampaikan aspirasi melalui mekanisme formal yang sah.
Padahal, LPM adalah lembaga non-pemerintah yang berfungsi sebagai mitra dalam pemberdayaan masyarakat, bukan sebagai entitas kekuasaan yang kebal terhadap evaluasi publik.
Pertanyaan Fundamental: Untuk Siapa LPM Bekerja?
Jika suara mayoritas masyarakat yang diwakili unsur adat, pemuda, dan pengurus lingkungan diabaikan, maka muncul pertanyaan mendasar: untuk siapa LPM itu bekerja?
Pemerintahan kelurahan dan kecamatan pada hakikatnya adalah perangkat yang harus responsif terhadap dinamika sosial di tingkat lokal. Dalam konteks ini, Camat Padang Selatan tidak bertindak otoriter, melainkan menjalankan fungsi sebagai penjaga stabilitas sosial dan penghubung antara aspirasi warga dan kebijakan publik.
Langkah pemberhentian Ketua LPM ini bukanlah bentuk intervensi kekuasaan, tetapi bagian dari proses normalisasi kelembagaan berdasarkan prinsip akuntabilitas publik.






