Pembongkaran Pagar Laut di Pesisir Banten, DPR Didorong Bentuk Pansus

MINANGKABAUNEWS.com,JAKARTA – Keberadaan pagar laut di pesisir Banten yang telah memicu kontroversi publik kembali menjadi sorotan. Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Rahmat Saleh, mendorong pembentukan Panitia Khusus (Pansus) untuk mengusut tuntas dugaan pelanggaran di balik penerbitan izin terkait pagar laut tersebut.

Menurut Rahmat, keberadaan pagar laut sepanjang 30 km di Tangerang yang telah bersertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) menimbulkan tanda tanya besar. Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, mengakui legalitas HGB itu, namun Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Sakti Wahyu Trenggono, menyatakan pagar laut tersebut ilegal. Pemerintah pun memutuskan untuk membongkar pagar laut tersebut, seperti diinstruksikan Presiden Prabowo Subianto.

Read More

“HGB seharusnya baru diterbitkan setelah proses reklamasi dan sesuai aturan yang berlaku. Fakta adanya ratusan bidang tanah bersertifikat HGB di atas pagar laut ini mengindikasikan pelanggaran serius,” ujar Rahmat, Selasa (21/01/2025). Ia menekankan bahwa pembongkaran pagar laut harus disertai pengungkapan aktor-aktor yang terlibat dalam penerbitan izin ilegal tersebut.

Momentum Evaluasi dan Penegakan Hukum
Rahmat menilai kasus ini menjadi momen penting untuk memperbaiki sistem pengelolaan wilayah pesisir dan ruang laut. Ia juga menegaskan pentingnya memastikan negara berpihak pada kepentingan publik, bukan hanya untuk keuntungan bisnis tertentu.

Senada dengan Rahmat, pakar hukum dari Universitas Hasanuddin, Profesor Abrar Saleng, mengungkapkan perlunya pembentukan Pansus DPR untuk menyelidiki pihak-pihak yang terlibat. “DPR harus hadir untuk mengurai masalah ini agar hukum benar-benar ditegakkan. Nelayan yang aktivitasnya terganggu sudah lama meminta pagar laut itu dibongkar,” tegasnya.

Aspek Hukum Tata Kelola Wilayah Pesisir
Guru Besar Hukum Laut Internasional dari Universitas Indonesia, Profesor Arie Afriansyah, menjelaskan bahwa pemanfaatan wilayah pesisir harus sesuai aturan, termasuk mendapatkan izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Ia menyoroti bahwa setiap reklamasi wajib memenuhi persyaratan, seperti izin lokasi, uji kelayakan, dan kesesuaian dengan tata ruang laut.

“Proses reklamasi harus diawali dengan persetujuan KKP. Setelah reklamasi selesai, tanah tersebut menjadi tanah negara sebelum dapat dimohonkan hak atas tanah, seperti HGB,” jelasnya.

Kasus ini menjadi bukti perlunya penegakan hukum yang tegas untuk memastikan tata kelola ruang laut dilakukan dengan transparansi dan akuntabilitas, tanpa mengabaikan kepentingan masyarakat.

Related posts