MINANGKABAUNEWS.com, JAKARTA – Anggota Komisi II DPR RI, Rahmat Saleh, mempertanyakan urgensi pemindahan aparatur sipil negara (ASN) ke Ibu Kota Nusantara (IKN) dalam rapat kerja bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (20/5/2025).
Dalam forum Rapat Dengar Pendapat (RDP) tersebut, Rahmat menyoroti perlunya kejelasan arah kebijakan pemerintah. Ia mempertanyakan apakah langkah pemindahan ASN tersebut merupakan kebutuhan mendesak atau sekadar bagian dari agenda politik.
“Kami ingin mendapatkan kejelasan. Apakah kebijakan pemindahan ASN ke IKN ini sudah menjadi kebutuhan riil atau masih sebatas keinginan?” tanya Rahmat.
Ia menekankan bahwa keputusan strategis semacam ini tidak boleh dilakukan tanpa perencanaan matang. Jika memang pemindahan dianggap sebagai kebutuhan, maka tahapan pelaksanaan harus segera dirancang secara sistematis dan menyeluruh.
Sebaliknya, jika kebijakan itu masih dalam tahap keinginan, Rahmat mengingatkan akan adanya berbagai risiko, termasuk dalam hal pembiayaan dan kesiapan kelembagaan.
“Di tengah kondisi fiskal yang tengah diawasi ketat dan ketidakpastian ekonomi global, kebijakan ini bisa menimbulkan pembengkakan anggaran, dari biaya mobil dinas, operasional, hingga tiket perjalanan ASN pulang-pergi,” ujarnya.
Selain aspek anggaran, Rahmat juga menyoroti dampak sosial dari pemindahan ASN. Menurutnya, kebijakan ini berpotensi memengaruhi stabilitas keluarga para pegawai.
“Bayangkan jika salah satu pasangan ASN harus pindah, sementara pasangannya tetap bekerja di Jakarta atau kota asal, dan anak-anak masih bersekolah. Ini bisa menyebabkan perpisahan keluarga dan tekanan psikologis,” jelasnya.
Ia menilai isu sosial dan kesejahteraan keluarga ASN harus menjadi perhatian serius, karena dapat menimbulkan persoalan baru bila tidak diantisipasi sejak awal.
Tak hanya itu, Rahmat juga mempertanyakan kesiapan sosial dan budaya di lingkungan IKN. Penyesuaian terhadap budaya lokal serta ekosistem kerja baru, menurutnya, membutuhkan waktu dan strategi yang matang.
Aspek hukum pun tak luput dari sorotan. Rahmat mempertanyakan sejauh mana perangkat regulasi telah disiapkan untuk mendukung kebijakan ini.
“Kami ingin tahu, apa saja dasar hukum yang sudah siap untuk mengatur pemindahan ini? Jangan sampai nanti pada Oktober 2025, saat masa berlaku kebijakan sebelumnya habis, ternyata belum ada regulasi yang memadai,” tegasnya.
Menutup pernyataannya, Rahmat mengingatkan agar pemerintah tidak terburu-buru mengambil langkah yang menyangkut hajat hidup banyak orang.
“Begitu tombol pemindahan ditekan, maka semua akan bergerak: anggaran, sistem birokrasi, hingga tatanan sosial. Ini harus disiapkan sejak awal agar tidak menimbulkan dampak yang tak diinginkan,” pungkasnya.
Ia juga menyampaikan apresiasi terhadap responsivitas Kementerian PAN RB dalam menghadapi berbagai dinamika di lapangan, namun menekankan bahwa kebijakan besar seperti ini harus matang secara teknis maupun sosial, bukan sekadar baik di atas kertas.