MINANGKABAUNEWS.com, PARIWARA DPRD KOTA PADANG — Pemerintah Kota Padang memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun anggaran 2024. Namun, di balik penghargaan itu, Panitia Khusus (Pansus) DPRD Padang mengungkap adanya gejala pemborosan anggaran, inefisiensi belanja operasional, serta pembengkakan SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) yang berpotensi mengganggu keberlanjutan fiskal kota.

Data resmi menunjukkan realisasi pendapatan mencapai Rp2,53 triliun atau 99% dari target, sedangkan belanja hanya terserap sebesar Rp2,44 triliun atau 94,2%. Hasilnya adalah surplus anggaran sebesar Rp86,6 miliar, namun SILPA justru melonjak ke angka Rp136 miliar.
Ketua DPRD Padang Muharlion menyatakan bahwa lonjakan SILPA ini mengindikasikan lemahnya perencanaan dan eksekusi anggaran.
“WTP tidak boleh menjadi tameng atas kelemahan teknokratis. Kami melihat ada kecenderungan ‘budget hoarding’ yang merugikan publik. Dana yang seharusnya terserap untuk pembangunan justru mengendap,” ujar Muharlion saat memimpin rapat paripurna.

Pansus DPRD merinci sejumlah kejanggalan pada penggunaan anggaran 2024:
Belanja tidak efisien pada sektor jasa konsultansi, honorarium, dan perjalanan dinas di berbagai OPD.
Kepatuhan rendah terhadap regulasi: 23% OPD melanggar aturan terkait aset daerah, kas daerah, dan pengadaan barang/jasa.
Kesenjangan kebijakan antara RPJMD dengan implementasi APBD, terutama dalam pengentasan stunting dan pembangunan infrastruktur publik.

Menanggapi kritik, Dalam Rapat Paripurna Wali Kota Padang Fadly Amran menyatakan komitmen untuk memperbaiki sistem perencanaan dan digitalisasi pengelolaan PAD.
“Kami dorong percepatan transformasi digital dalam pajak restoran, hiburan, dan parkir. Sistem tapping box dan QRIS akan dimaksimalkan untuk menekan kebocoran,” ujar Fadly di hadapan anggota dewan.
Wako Padang Fadly juga mengusulkan pengalihan sebagian SILPA untuk memperkuat sektor produktif seperti pendidikan, kesehatan, dan UMKM.

Dalam nota keuangan Perubahan APBD 2025 yang disampaikan ke DPRD hari ini, Fadly mengajukan:
Kenaikan pendapatan menjadi Rp2,82 triliun (+0,52%)
Rencana belanja sebesar Rp2,98 triliun, dengan 84,15% dialokasikan untuk belanja operasional.
Defisit Rp162,6 miliar, yang direncanakan ditutup melalui pinjaman daerah sebesar Rp37,4 miliar dan sisanya menggunakan SILPA 2024.
Namun, Pansus mengingatkan risiko ketergantungan pada pembiayaan utang. “Kami tak menolak pinjaman, tapi harus jelas produktivitasnya. Jangan sampai digunakan hanya untuk menambal defisit akibat belanja tak terukur,” tegas Muharlion.

Sesuai instruksi Gubernur Sumbar, DPRD wajib menetapkan APBD-P 2025 paling lambat 11 Juli 2025. Keterlambatan akan berisiko menunda program prioritas dan bantuan pusat.
Pengamat fiskal menilai opini WTP dari BPK lebih mencerminkan kesesuaian penyajian laporan keuangan, bukan efektivitas atau efisiensi anggaran. Ketidakseimbangan antara perencanaan dan realisasi, serta SILPA yang terus membengkak, dapat menggerus kepercayaan publik dan membebani APBD tahun-tahun berikutnya.






