MINANGKABAUNEWS.com, PADANG — Datuk Palimo Kayo, atau Mansoer Daoed, adalah tokoh yang dikenal sebagai ulama pejuang yang gigih menentang penjajahan. Lahir di Balingka pada 10 Maret 1905, ia merupakan putra dari ulama terkemuka, Syekh Daoed Rasjidi, yang menjadi inspirasi dalam perjuangannya. Datuk Palimo Kayo juga tercatat sebagai salah satu pendiri Persatuan Muslimin Indonesia (Permi), organisasi yang memadukan perjuangan politik dan dakwah Islam dalam menghadapi kolonialisme Belanda.
Setelah para pendiri utama Permi diasingkan oleh Belanda, organisasi ini sempat berada dalam posisi sulit. Namun, di tengah tekanan tersebut, Datuk Palimo Kayo diangkat sebagai ketua. Ia memimpin organisasi ini dengan penuh keberanian, meskipun pengawasan dan ancaman dari pemerintah kolonial semakin meningkat. Pada 10 Desember 1934, ia ditangkap dan dipenjara di Bukittinggi sebelum dipindahkan ke Medan. Ia baru dibebaskan pada tahun 1935, setelah mengalami serangkaian tekanan.
Selain perannya di Permi, Datuk Palimo Kayo juga dikenal sebagai pemimpin redaksi majalah Medan Rakjat, sebuah publikasi yang dianggap radikal oleh pemerintah kolonial. Majalah ini akhirnya diberedel karena kontennya yang tajam dan penuh kritik terhadap kebijakan Belanda. Salah satu perlawanan intelektualnya tercermin dalam penerbitan dokumen penting, “Berita Penting Permi,” yang berisi arahan strategis kepada cabang-cabang Permi di Sumatera. Dokumen ini memicu razia besar-besaran oleh polisi kolonial, yang juga memeriksa dan menekan Datuk Palimo Kayo secara intensif.
Surat kabar Tjamboet edisi 29 November 1933 mencatat peristiwa ini, termasuk investigasi intensif yang dilakukan terhadapnya. Namun, tekanan ini tidak menggoyahkan semangatnya untuk terus berjuang demi kemerdekaan dan menegakkan keadilan berdasarkan nilai-nilai Islam.
Setelah masa perjuangannya, nama Datuk Palimo Kayo dikenang sebagai simbol keberanian dan keteguhan. Kini, usulan untuk memindahkan makamnya ke Taman Makam Pahlawan Padang tengah dipertimbangkan oleh keluarganya. Ketum MUI Sumatera Barat, Buya Dr. Gusrizal Gazahar, mengusulkan agar proses ini diawali dengan permohonan fatwa dari MUI sebagai bentuk penghormatan prosedural. “Permohonan fatwa diperlukan agar keputusan ini tidak menjadi preseden buruk di kemudian hari,” ujarnya.
Warisan perjuangan Datuk Palimo Kayo terus menginspirasi generasi penerus. Keteguhannya dalam melawan penjajahan dan pengabdiannya kepada umat menjadikannya pahlawan yang selalu dikenang dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.






