MINANGKABAUNEWS.com, PESISIR SELATAN –Pelaksanaan proyek lanjutan Daerah Irigasi (D.I) Tarusan di Kabupaten Pesisir Selatan kembali menjadi sorotan. Proyek senilai Rp10,5 miliar yang dilaksanakan oleh CV Satria Perdana diduga menggunakan material tanah urug ilegal. Selain itu, perusahaan pelaksana proyek tersebut juga disebut-sebut tidak lagi memiliki Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB) yang aktif serta LHK.
Informasi yang diterima redaksi Minangkabaunews.com menyebutkan bahwa CV Satria Perdana sebagai rekanan pelaksana proyek diduga mengoperasikan kegiatan tersebut tanpa mengantongi izin SIPB yang masih berlaku. Sumber internal menyebutkan bahwa masa berlaku SIPB milik perusahaan tersebut telah berakhir, namun perusahaan tetap menjalankan aktivitas.
Tidak hanya itu, proyek yang berada di bawah kewenangan Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera V tersebut juga diduga menggunakan material tanah urug dari sumber yang tidak jelas legalitasnya. Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, setiap material tambang seperti tanah urug harus berasal dari lokasi tambang resmi yang memiliki perizinan lengkap.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak CV Satria Perdana belum memberikan tanggapan resmi terkait dugaan penggunaan tanah urug ilegal maupun keabsahan SIPB yang mereka miliki.
Tim redaksi Minangkabaunews.com mencoba mengonfirmasi hal ini kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BWS Sumatera V, Eka. Dalam pesan WhatsApp, Eka menyebutkan bahwa tanah urug yang digunakan dalam proyek berasal dari perusahaan bernama CV Kartika Grub.
Namun, pernyataan tersebut justru bertolak belakang dengan keterangan dari pihak CV Kartika Grub. Saat dikonfirmasi secara terpisah, Direktur CV Kartika Grub membantah adanya kerja sama dengan CV Satria Perdana.
“Saat ini kami belum ada kerja sama dengan perusahaan itu. Tanah timbunan yang dipakai sekarang itu bukan berasal dari tempat kami,” ungkap Direktur CV Kartika Grub kepada Minangkabaunews.com.
Pernyataan tersebut semakin memperkuat dugaan bahwa material yang digunakan dalam proyek senilai miliaran rupiah itu tidak memiliki sumber yang legal.
Dugaan pelanggaran ini dinilai sangat serius karena menyangkut aspek legalitas, lingkungan, dan tata kelola anggaran negara. Apalagi proyek ini didanai dari anggaran negara yang seharusnya dikelola secara transparan dan akuntabel.
Beberapa aktivis lingkungan pun mulai menyoroti proyek ini dan mendesak agar aparat penegak hukum turun tangan melakukan investigasi.
“Jika benar proyek ini menggunakan material ilegal dan dikerjakan oleh rekanan tanpa izin tambang yang aktif, maka ini jelas pelanggaran yang tidak bisa dibiarkan,” ujar seorang aktivis yang enggan disebutkan namanya.
Hingga kini, belum ada tindakan tegas dari instansi terkait atas dugaan ini. Masyarakat pun berharap agar pihak BWS Sumatera V dan pemerintah daerah segera memberikan klarifikasi dan langkah korektif terhadap pelaksanaan proyek tersebut.
Minangkabaunews.com akan terus memantau perkembangan kasus ini dan berupaya mendapatkan informasi lanjutan dari pihak-pihak terkait. (Rd)