MINANGKABAUNEWS.com, PADANG – Siang itu, Advokat Ki Jal Atri Tanjung tampak serius ketika membicarakan soal Proyek Strategis Nasional (PSN). Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Barat sekaligus Wakil Ketua DPW Perkumpulan Advokat Indonesia (Peradin) Sumatera Barat ini tak ragu menyatakan sikap. Ia mendukung penuh langkah Koalisi Masyarakat Sipil dan sejumlah warga yang mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“PSN yang dilindungi oleh Undang-Undang Cipta Kerja terbukti melahirkan banyak konflik sosial dan kerusakan lingkungan. Ini bukan sekadar teori, tapi realita di lapangan,” kata Ki Jal Atri, Senin, 18 Agustus 2025.
Konflik di Balik Janji Pembangunan
Sejak pertama kali diluncurkan, PSN digadang-gadang sebagai jalan pintas untuk mengejar pertumbuhan ekonomi. Proyek-proyek besar di bidang infrastruktur, energi, hingga kawasan industri diprioritaskan demi menarik investasi. Namun, di banyak daerah, yang muncul justru kisah getir masyarakat yang tersisih dari tanahnya sendiri.
Di Sumatera Barat, misalnya, beberapa proyek berskala besar sering kali berhadapan dengan klaim masyarakat adat atas tanah ulayat. Alih-alih membawa kesejahteraan, kehadiran PSN justru memunculkan konflik horizontal antarwarga, bahkan kriminalisasi terhadap mereka yang menolak menyerahkan tanah. “Banyak masyarakat yang tidak punya ruang bicara. Aspirasi mereka ditutup rapat dengan alasan demi kepentingan nasional,” ujar Ki Jal Atri.
Koalisi Masyarakat Sipil dalam permohonannya ke MK menilai, sejumlah pasal dalam UU Cipta Kerja memberi “karpet merah” bagi investor dengan memangkas prosedur izin lingkungan dan mengurangi ruang partisipasi publik. Padahal, dampaknya nyata: hutan digunduli, lahan pertanian menyusut, dan masyarakat lokal kehilangan sumber hidup.
Muhammadiyah: Pembangunan Harus Berkeadilan
Sebagai organisasi yang kerap bersuara lantang dalam isu kebangsaan, Muhammadiyah menempatkan diri pada posisi kritis terhadap proyek-proyek yang dinilai tidak sejalan dengan amanah konstitusi. Ki Jal Atri menyebut, pembangunan seharusnya tidak hanya mengejar angka pertumbuhan, tapi juga memperhatikan aspek keadilan sosial dan kelestarian lingkungan.
“Kalau pembangunan hanya untuk investor, sementara rakyat jadi korban, itu bukan lagi pembangunan. Itu pengkhianatan terhadap amanah konstitusi,” ujarnya.
Ia menambahkan, Sumatera Barat adalah daerah dengan struktur sosial dan budaya yang kuat, terutama dengan keberadaan tanah ulayat. Karena itu, setiap proyek besar yang tidak melibatkan masyarakat berpotensi menimbulkan gejolak. “Kita di Minangkabau punya filosofi adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah. Prinsip ini seharusnya jadi pegangan, bukan dilangkahi atas nama pembangunan,” kata Ki Jal Atri.
Sidang pendahuluan uji materi terkait PSN ini dijadwalkan akan digelar MK pekan depan. Koalisi Masyarakat Sipil berharap, para hakim konstitusi berani mengambil sikap progresif, membatalkan pasal-pasal yang dinilai hanya menguntungkan kelompok tertentu dan merugikan rakyat banyak.
Bagi Ki Jal Atri, perkara ini bukan semata-mata soal hukum, melainkan juga tentang keberpihakan negara kepada rakyat kecil. “Kalau MK konsisten pada semangat keadilan sosial, seharusnya mereka tidak ragu menyatakan pasal-pasal bermasalah itu inkonstitusional,” katanya.
Ia percaya, suara masyarakat sipil tak boleh diabaikan. “Uji materi ini adalah bentuk ikhtiar agar pembangunan kembali pada jalurnya: mensejahterakan rakyat tanpa mengorbankan lingkungan,” ujarnya.
Cerita-cerita tentang proyek yang menyisakan luka sosial sebenarnya bukan barang baru. Di banyak daerah lain, warga kehilangan lahan pertanian karena digusur untuk jalan tol. Ada pula masyarakat pesisir yang terpaksa pindah karena reklamasi pantai. Semua itu, menurut Ki Jal Atri, adalah cermin dari pembangunan yang abai terhadap nilai-nilai keadilan.
“Jangan sampai kita hanya mewariskan beton dan aspal, tapi meninggalkan kerusakan alam dan generasi yang tercerabut dari akar budayanya,” ujarnya.
Kini, semua mata tertuju pada Mahkamah Konstitusi. Putusan lembaga ini akan menentukan arah masa depan proyek-proyek strategis yang selama ini jadi kebanggaan pemerintah. Apakah benar akan membawa kesejahteraan, atau justru melahirkan konflik berkepanjangan.






