Penulis : Zulbaidah
Alamat : Padang Pariaman
Pekerjaan : Mahasiswa Universitas Andalas
Purifikasi merupakan upaya untuk memurnikankepercayaan dan ibadah masyarakat dari luar, seperti kepercayaan adat dan tradisi masyarakat lokal yang terdahulu. Sebelum islam datang dan lalu berkembang, masyarakat banyak mempercayai animisme dan dinamisme yaitu kepercayaan kepada benda-benda dan roh-roh leluhur.
Menurut sejarahnya, masyarakat sangat menaati aturan-aturan adat. Masyarakat Minang tidak begitu meyakini atauterpengaruh dengan kepercayaan agama Hindu- Budha.Sebagai contohnya mereka membuat dan menyusun adat pemerintahannya menjadi dua suku yang berlembaga yaitu suku Bodi Caniago dan suku Piliang.
Sebelum Islam datang dan berkembang di Minangkabau, Adat banyak dipahami oleh pemahaman animisme dan dinamisme. Karenanya alam menjadi acuan yang penting dan menyebabkan ketergantungan kepadanya.
Dengan demikian terciptalah budaya/kultur masyarakat yang memuja alam karena takut akan kemurkaan sekaligus meminta perlindungannya. Alam mempunyai kekuatan gaib dan roh dapat mendatangkan kebaikan dan keburukan.
Oleh sebab itu, budaya sesajian ketempat-tempat yang dianggap keramat (sakti) serta pemujaan kepada benda-benda merupakan kultur masyarakat yang meningkat menjadi keyakinan. Sehubungan dengan masuknya agama Hindu dan Budha ke Minangkabau, maka adat dan budaya masyarakat bercampur dengan kepercayaan agama tersebut.
Hal ini terlihat dalam aplikasinya seperti kepercayaan reinkarnasi, keharusan membakar kemenyansebelum berdo’a untuk memanggil arwah-arwah dan bertapake tempat-tempat kiramat.
Alam takambang manjadi guru yang berarti dari alam mereka mengambil pelajaran adalahbentuk cerminan bahwa masyarakat minangkabau menjadikanalam sebagai acuan.
Landasan pembentukan sistem adattermasuk etika adalah alue jo patuik (alur dan patut) serta rasojo pareso (rasa dan periksa) sangat dominan, sehingga adatdan etika menyatu dalam individu atau anggota masyarakat.(Zulfis, Kajian Islam, Vol. XI. No.2, 2001)
Pada abad ke-15 dan ke-16 Masehi Minangkabau diIslamkan oleh para pedagang-pedagang Muslim yang datang dari Malaka menelusuri Sungai Kampar(Mulyana, 1963:261). Disini para pedagang datang sebagai jurudakwah, menyiarkan ajaran agama Allah. Islam membawa pembaharuan kepada adat dan agama. Disini agama islamtidak menghapuskan adat malahan tambah memperkokohdan menyempurnakan adat itu sendiri.
Hamka (1982:15) Walaupun terjadi konflik bahkanberlanjut dalam bentuk peperangan (Perang Paderi) antararadikalisme dari kelompok Paderi yang dikenal dengankelompok “Harimau Nan Salapan” (Harimau yang delapan)2 dengan kalangan kaum adat, namun integrasiantara adat dan agama Islam tetap berjalan. Sebagai contoh, dahulu sebelum Islam masuk ke Minangkabau. Dalam adattelah dibuat peraturan tentang “kematian”.
Kalau seseorang anggota masyarakat meninggal dunia perlu dikuburkandengan segera pada tempat yang telah ditentukan untukmasing-masing kelompok. Dalam aturan adat dinyatakan“hidup mempunyai tempat, mati berpusara dan berkubur, kuburan hidup di rumah tangga, kuburan mati di tengahpadang, sakik ditengok, mati dijenguk”.
Tetapi adat Minangkabau belum mengenal aturan penyelenggaraan jenazah menurut Islam, seperti si mayat wajib dimandikan, dikafani, disembahyangkan. Barulah setelah agama Islam dianut, aturan kematian ini disempurnakan oleh agama Islam sesuai dengan ajaran Islam itu sendiri. (Hakimi, 1978:23)
Perang padri terjadi karena adanya perselisihan pahamantara ajaran agama (kaum padri) dengan kaum adat. Konflik bermula ketika kelompok agama ingin mengubahkepercayaan dan kebiasaan buruk yang dinilaimenyimpang pada masyarakat adat. Karena diketahuikebiasaan kaum adat yang suka menyambung ayam, judi, pemabuk, serta menggunakan hukum tarekat dalammembagi warisan.
Maka meletuslah perang padri pada daritahun 1803 dan puncaknya pada tahun 1815. Kaum adat di pimpin oleh Sultan Arifin Muningsyah sedangkan kaumpadri dipimpin oleh Tuanku Nan Renceh, tuanku Pasaman, Tuanku Rao, Tuankku Tambusai, Tuanku Lintau, TuankuMansiangan, Tuanku Pandai Sikek,dan Tuanku Barumunatau yang paling sering kita dengar dengan sebutanHarimau nan Salapan.
Perang padri berlangsung selama 20 tahun (1803-1821) dengan korban yang tidak sedikit. Baik dari kaumadat maupun dari kaum padri sama-sama menyisihkannyawa.
Di tanggal 15 november 1825 terdapat perjanjianMasang yaitu periode gencatan senjata yang disepakatioleh kedua belah pihak yaitu pihak Adat dan puhak padre dimana perjanjian masang ini dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol.
Sehingga tuanku Imam Bonjol mempunyaikesempatan untuk mencoba memulihkan kekuatan danmerangkul kembali kaum adat. Sehingga lahirlah sebuah kesepakatan yang dikenal dengan nama ”Plakat PuncakPato” di Bukit Marapalam, kabupaten Tanah Datar.
Kesepakatan ini membuahkan hasil “Adat Basandi syarak, Syarak Basandi Kitabullah” dimana adat Minangkabauberlandaskan Kitabullah (Al-Quran) dan menjadi puncakrevolusi islam dalam adat Minangkabau.
Dampak Perang Padri sangatlah besar dan Hikmat, bagi pendudduk setempat. Akhirnya lahirlah persatuan parapemimpin Tradisional dan Agama. Sehingga terciptanyapurifikasi gerakan Islam pada perang Padri.
Budaya jelekseperti hukum tarekat,perjudian, mabuk-mabukan yang di anut oleh kaum adat tadi sudah mulai di hilangkan dan kepercayaan- kepercayaan tentang animisme dandinamisme tentang Kepercayaan Reinkarnasi tidak di percaya lagi.
Maka terciptalah panji-panji penegak Islam yang kokoh sehingga banyak kita lihat banyaknya ulama-ulama berdarah Minang yang terlahir.




