MINANGKABAUNEWS.COM, INTERNATIONAL — Presiden Rusia Vladimir Putin tiba-tiba menghubungi Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Senin (18/4/2022) waktu setempat. Ini terkait perkembangan perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina.
Namun bukan hanya itu, ini juga termasuk masalah yang dihadapi Palestina dengan Israel. Jumat lalu polisi Israel menyerang warga Palestina di komplek Masjid Al-Aqsa, menyebabkan bentrokan dan membuat 170 orang terluka.
“Kedua pemimpin mendiskusikan isu-isu terkait pemukiman di Timur Tengah pada konteks ketegangan yang meningkat di Tepi Barat dan di Yerusalem Timur,” tulis keterangan dari situs resmi Kremlin, Selasa (19/4/2022).
“Mereka mengungkap harapan bahwa hal ini tidak berkembang menjadi konfrontasi besar antara Palestina dan Israel.”
Sayangnya tidak dijelaskan detil apa yang dibicarakan. Namun sebelumnya Kremlin memang menyerang Israel seraya menyebut negara itu sedang melakukan pengalihan isu.
Rusia mengecam tindakan Israel yang mendukung penangguhan Kremlin di Dewan HAM PBB beberapa waktu lalu. Belum lagi kritikan Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid atas serangan Rusia ke Ukraina.
“Kami mencatat serangan anti-Rusia lain yang dilakukan pada 7 April oleh Menteri Luar Negeri Yair Lapid dalam konteks dukungan negaranya terhadap resolusi Majelis Umum PBB untuk menangguhkan keanggotaan Federasi Rusia di Dewan Hak Asasi Manusia PBB,” kata Kementerian Luar Negeri Rusia, dimuat Jerusalem Times.
“Kami telah memberikan penilaian kami atas resolusi yang melanggar hukum dan bermotif politik ini,” tambah kementerian.
“Ada upaya terselubung untuk mengambil keuntungan dari situasi di sekitar Ukraina untuk mengalihkan perhatian masyarakat internasional dari salah satu konflik tertua yang belum terselesaikan yakni Palestina-Israel.”
Dikatakan Rusia, Israel telah melakukan pencaplokan ke Palestina. Menyebabkan 2,5 juta warga Tepi Barat hidup di kanton-kantong yang terpisah dari dunia luar.
“Jalur Gaza pada dasarnya telah menjadi ‘penjara terbuka’, yang dua juta orangnya telah dipaksa untuk bertahan hidup selama hampir 14 tahun di bawah kondisi laut, udara dan blokade tanah yang diberlakukan oleh Israel,” lanjut kementerian.
“Juga perlu dicatat bahwa program Israel untuk mempertahankan pendudukan terlama dalam sejarah dunia pasca perang dilakukan dengan bantuan diam-diam dari negara-negara Barat terkemuka dan dukungan nyata dari Amerika Serikat (AS).”