MINANGKABAUNEWS.com, TANAH DATAR — Pagi yang kelam menyelimuti jalur utama Padang–Bukittinggi pada Jumat, 28 November 2025. Hujan deras yang mengguyur sejak dini hari tidak hanya membasahi tanah, tetapi juga membawa malapetaka bagi ribuan pengguna jalan yang melintas di ruas vital Sumatera Barat ini. Di depan Pemandian Mega Mendung, Lembah Anai, Nagari Singgalang, Kecamatan Sepuluh Koto, Kabupaten Tanah Datar, badan jalan tiba-tiba amblas terseret arus air yang mengamuk.
Celah besar menganga di tengah jalan, membelah aspal yang semula mulus menjadi jurang yang menakutkan. Tidak ada satu pun kendaraan yang berani melintas. Truk, bus, mobil pribadi, hingga sepeda motor—semuanya terpaksa berhenti. Antrean panjang mengular hingga beberapa kilometer, menciptakan pemandangan yang jarang terjadi di jalur strategis penghubung dua kota besar ini.
Peristiwa ini bukanlah kejadian mendadak tanpa tanda. Hujan lebat yang turun tanpa henti sejak tengah malam telah memicu erosi kuat di sisi badan jalan. Air hujan yang mengalir deras melemahkan struktur tanah di bawah aspal, menciptakan rongga-rongga tersembunyi yang akhirnya tidak sanggup menahan beban.
Ketika fajar tiba, yang tersisa hanyalah kehancuran. Material jalan yang longsor masih basah dan labil, menandakan bahwa tanah di sekitar lokasi belum stabil. Bahu jalan meninggalkan tebing rapuh yang sewaktu-waktu bisa runtuh lebih dalam. Kerusakan yang terjadi bukan sekadar permukaan—struktur jalan rusak parah hingga ke dasarnya.
Pemandangan di lokasi kejadian begitu memprihatinkan. Di satu sisi, pengemudi dari arah Padang terlihat gelisah, tidak tahu harus berbuat apa. Di sisi lain, kendaraan dari arah Bukittinggi juga terhenti total. Tidak ada yang bisa meneruskan perjalanan. Beberapa pengemudi turun dari kendaraan mereka, berjalan mendekati lokasi amblas, hanya untuk memastikan mata mereka tidak salah melihat—jalur yang biasa mereka lalui kini benar-benar lumpuh.
Tidak butuh waktu lama bagi aparat keamanan untuk turun tangan. Polisi dari Polres Tanah Datar dan Ditlantas Polda Sumatera Barat langsung bergerak ke lokasi. Garis police line dipasang di sekitar area amblas, memastikan tidak ada kendaraan atau orang yang nekat mendekati titik berbahaya.
Dirlantas Polda Sumbar, Kombes Pol M. Reza Chairul Akbar Sidiq, hadir langsung ke lokasi untuk memimpin penanganan. Dengan tegas, ia menyatakan bahwa jalur akan ditutup total hingga kondisi benar-benar aman.
“Jalur kami tutup total untuk menghindari korban jiwa. Kondisi tanah masih labil dan potensi longsor susulan sangat tinggi. Kami tidak bisa mengambil risiko,” tegasnya saat memberikan keterangan kepada wartawan.
Keputusan ini bukan tanpa alasan. Tim teknis yang terdiri dari ahli struktur jalan dan geologi sedang melakukan peninjauan menyeluruh terhadap kondisi tanah dan lereng di sekitar lokasi. Mereka harus memastikan tidak ada potensi longsor susulan yang bisa membahayakan nyawa petugas maupun masyarakat.
Sementara itu, petugas kepolisian sibuk mengatur lalu lintas yang semakin padat. Pengendara yang tidak mengetahui informasi penutupan jalan terus berdatangan, menambah panjang antrean yang sudah mencapai hitungan kilometer. Suara klakson bersahut-sahutan, mencerminkan kebingungan dan kefrustrasian para pengguna jalan.
Dengan penutupan total jalur Padang–Bukittinggi, kepolisian segera mengarahkan pengguna jalan untuk menggunakan rute alternatif. Ada tiga jalur yang bisa dipilih, meskipun semuanya memakan waktu lebih lama:
Jalur Sungai Tarab menjadi pilihan pertama bagi kendaraan yang ingin menghindari kemacetan total. Rute ini memutar lebih jauh, namun kondisi jalan relatif lebih baik dan dapat dilalui berbagai jenis kendaraan.
Jalur Bukik Sikabu menjadi alternatif kedua, meski rute ini cenderung lebih menanjak dan berkelok-kelok. Pengemudi harus lebih berhati-hati, terutama bagi yang membawa kendaraan besar seperti truk dan bus.
Jalur Batusangkar juga dibuka sebagai opsi ketiga. Rute ini paling jauh, tetapi menawarkan pemandangan yang berbeda dan kondisi jalan yang cukup layak.
Petugas di lapangan terus memberikan arahan kepada pengendara, memastikan mereka memilih rute yang sesuai dengan jenis kendaraan dan tujuan akhir perjalanan. Papan petunjuk darurat dipasang di beberapa titik untuk memudahkan pengguna jalan yang tidak familiar dengan jalur alternatif.
Namun, pengalihan jalur ini bukan tanpa masalah. Ketiga rute alternatif yang biasanya sepi kini dibanjiri kendaraan. Jalanan yang seharusnya lancar menjadi padat merayap. Perjalanan yang normalnya ditempuh dalam satu jam kini bisa memakan waktu hingga tiga jam atau lebih.
Potensi Longsor Susulan Masih Mengancam
Yang membuat situasi semakin pelik adalah kondisi cuaca yang belum membaik. Hujan masih turun secara sporadis di wilayah Tanah Datar dan sekitarnya. Tanah yang sudah jenuh air menjadi semakin labil, meningkatkan risiko longsor susulan.
Polda Sumbar tidak tinggal diam. Tim gabungan melakukan pengecekan menyeluruh di titik-titik rawan longsor lainnya sepanjang jalur Padang–Bukittinggi. Beberapa lokasi yang memiliki kemiripan kondisi geografis dengan Lembah Anai menjadi perhatian khusus. Petugas memasang tanda peringatan di area-area yang dianggap berbahaya, sekaligus mempersiapkan rencana evakuasi jika terjadi bencana serupa.
Masyarakat diminta untuk tidak mendekati lokasi kejadian. Rasa penasaran memang wajar, tetapi keselamatan jauh lebih penting. Beberapa warga yang tetap nekat mendekat langsung dihalau oleh petugas. “Kondisi di sini sangat berbahaya. Tanah bisa longsor kapan saja. Jangan ambil risiko hanya untuk melihat-lihat,” ujar salah satu petugas yang berjaga di lokasi.
Dampak Ekonomi dan Sosial yang Meluas
Penutupan jalur Padang–Bukittinggi bukan hanya soal kemacetan atau keterlambatan perjalanan. Dampaknya jauh lebih luas, menyentuh berbagai aspek kehidupan masyarakat Sumatera Barat.
Bagi pedagang yang biasa memasok barang dari Padang ke Bukittinggi atau sebaliknya, penutupan ini adalah pukulan telak. Barang yang seharusnya sampai pagi ini terpaksa tertunda. Kerugian finansial mulai dihitung. Produk segar seperti sayuran, buah-buahan, dan ikan menjadi yang paling terdampak karena tidak bisa ditunda pengirimannya.
Penumpang bus yang hendak mudik atau bepergian juga kebingungan. Terminal di Padang dan Bukittinggi dipenuhi orang-orang yang menunggu informasi lebih lanjut. Beberapa armada bus memutuskan untuk menunda keberangkatan, sementara yang lain mengambil rute alternatif dengan tarif yang lebih tinggi karena jarak tempuh yang lebih jauh dan waktu perjalanan yang lebih lama.
Pekerja yang setiap hari bolak-balik Padang–Bukittinggi untuk bekerja juga terdampak. Mereka harus bangun lebih pagi dan memilih rute alternatif yang memakan waktu lebih lama. Produktivitas menurun, kelelahan meningkat.
Kapan Jalur Akan Dibuka Kembali?
Pertanyaan yang paling sering dilontarkan adalah: kapan jalur ini bisa digunakan kembali? Sayangnya, hingga berita ini diturunkan, belum ada kepastian waktu. Yang jelas, jalur Padang–Bukittinggi masih ditutup total dan belum dapat dilalui kendaraan.
Pihak Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumatera Barat sudah melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat untuk mempercepat proses perbaikan. Namun, perbaikan struktur jalan yang rusak parah seperti ini membutuhkan waktu tidak sebentar. Harus ada kajian geologi yang menyeluruh, perbaikan struktur tanah, pemasangan dinding penahan, dan rekonstruksi badan jalan.
Estimasi awal dari pihak terkait menyebutkan perbaikan bisa memakan waktu minimal dua minggu hingga satu bulan, tergantung kondisi cuaca dan ketersediaan material. Jika hujan terus turun, proses perbaikan akan semakin lama karena tanah sulit untuk distabilkan.
Sementara menunggu perbaikan permanen, pihak berwenang tengah mengkaji kemungkinan membuka jalur darurat dengan kapasitas terbatas. Namun, hal ini pun masih dalam tahap diskusi dan memerlukan persetujuan dari berbagai pihak mengingat aspek keselamatan yang harus diutamakan.
Peringatan untuk Musim Hujan yang Masih Panjang
Kejadian di Lembah Anai ini menjadi pengingat keras bahwa musim hujan masih panjang. Wilayah Sumatera Barat, khususnya yang memiliki topografi berbukit dan pegunungan, sangat rentan terhadap longsor dan amblasnya jalan.
Masyarakat diminta untuk selalu waspada dan mengikuti informasi cuaca terkini. Jika akan melakukan perjalanan jauh, sebaiknya cek terlebih dahulu kondisi jalur yang akan dilalui. Jangan nekat melintas jika sudah ada peringatan dari pihak berwenang.
Bagi pemerintah daerah, kejadian ini juga menjadi pelajaran penting tentang pentingnya perawatan infrastruktur secara berkala. Sistem drainase yang baik, penguatan lereng, dan monitoring rutin terhadap titik-titik rawan longsor harus menjadi prioritas agar kejadian serupa tidak terulang.
Jalur Padang–Bukittinggi adalah nadi perekonomian Sumatera Barat. Kelumpuhan di jalur ini berarti kelumpuhan ekonomi wilayah. Oleh karena itu, penanganan cepat dan solusi jangka panjang mutlak diperlukan.
Hingga saat ini, ribuan kendaraan masih terjebak dalam antrean panjang atau sedang memutar melalui jalur alternatif yang juga mulai padat. Sementara itu, di Lembah Anai, celah besar di badan jalan masih menganga, menunggu tangan-tangan terampil untuk menambalnya kembali.
Informasi Jalur Alternatif:
– Sungai Tarab (waktu tempuh +1 jam)
– Bukik Sikabu (waktu tempuh +1,5 jam)
– Batusangkar (waktu tempuh +2 jam)
Masyarakat diimbau untuk selalu memantau informasi terkini melalui saluran resmi Polda Sumbar dan Dinas PUPR terkait perkembangan perbaikan jalur Padang–Bukittinggi.





