MINANGKABAUNEWS.com, JAKARTA – Anggota DPR RI dari Komisi IV Rahmat Saleh melontarkan kritik pedas terhadap kondisi pertanian Sumatera Barat yang masih berkutat sebagai pemasok bahan mentah. Dalam momentum Hari Tani Nasional kemarin, politisi PKS ini menegaskan hilirisasi gambir sebagai jalan keluar dari jeratan ekonomi mentah-mentahan.
“Kita punya 80 persen pasar gambir dunia, tapi masih saja jualan barang mentah. Kapan majunya?” tegas Rahmat saat ditemui di Jakarta, Rabu (24/9).
Sumbar memang gudangnya gambir Indonesia. Produksi puluhan ribu ton per tahun membuat provinsi ini jadi incaran investor asing. Sayangnya, sebagian besar komoditas masih diekspor dalam bentuk bahan baku—praktik yang menurut Rahmat justru merugikan petani lokal.
Yang bikin Rahmat geregetan: nilai tambah malah mengalir ke negara lain. Gambir Sumbar diolah jadi produk farmasi dan kosmetik bernilai jutaan rupiah per kilogram di luar negeri, sementara petani lokal cuma kebagian harga bahan mentah.
Solusi yang diusulkan Rahmat cukup gamblang: bangun pabrik pengolahan di Sumbar, perkuat penyuluh pertanian, dan benahi birokrasi yang ribet.
“Kalau investor datang tapi izinnya susah, ya kabur lagi mereka,” katanya.
Program Sumbar Cerdas Bertani yang digagas Rahmat jadi andalan untuk mendidik generasi muda petani. Harapannya, mereka tak lagi sekadar tahu menanam, tapi juga paham bisnis dan teknologi pengolahan.
Momentum Hari Tani kali ini, menurut Rahmat, harus jadi titik balik. Bukan sekadar seremonial tahunan yang berakhir dengan janji-janji kosong. Di Komisi IV, dia berjanji akan dorong alokasi anggaran khusus untuk hilirisasi komoditas unggulan.
“Jangan sampai cuma bangga jadi pemasok. Kita harus jadi pemain utama yang nikmatin keuntungan sendiri,” pungkas Rahmat.
Pertanyaannya: apakah komitmen ini bakal terealisasi atau berakhir seperti program-program sebelumnya yang terkubur dalam tumpukan dokumen?






