Rahmat Saleh Ingatkan Bahaya Mafia Demokrasi, Desak Pembatasan PSU dalam RUU Pemilu

  • Whatsapp

MINANGKABAUNEWS.com, JAKARTA – Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS, Rahmat Saleh, menyoroti kerentanan pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) yang dinilainya kerap menjadi celah bagi praktik mafia demokrasi. Ia mendesak agar revisi Undang-Undang Pemilu mendatang dapat membatasi peluang terjadinya PSU.

“Momentum pembahasan RUU ini sangat tepat. PSU terbukti menyedot energi, menguras anggaran, bahkan memicu jatuhnya korban jiwa. Kita tidak bisa anggap enteng. Maka dalam revisi ini, mari kita rumuskan agar PSU tidak menjadi hal yang mudah terjadi,” ujar Rahmat dalam rapat kerja dan rapat dengar pendapat Komisi II DPR bersama Kemendagri, KPU, dan Bawaslu, Senin (5/5/2025).

Rahmat menegaskan, akar persoalan dari seringnya terjadi PSU antara lain terletak pada rendahnya integritas dan kualitas penyelenggara pemilu, serta makin menurunnya kualitas pendidikan politik di masyarakat.

Lebih dari itu, ia mengkhawatirkan adanya motif terselubung di balik PSU, yakni sebagai “ladang keuntungan” bagi sejumlah pihak.

“PSU diduga bukan sekadar akibat pelanggaran teknis, tapi kadang memang ada yang menginginkannya. Di beberapa TPS, PSU seolah dinantikan karena membawa ‘berkah’. Penyelenggara dapat honor tambahan, saksi partai kembali bekerja, bahkan warga menerima berbagai bentuk bantuan,” jelas legislator asal Sumatera Barat ini.

Menurutnya, tidak tertutup kemungkinan ada yang sengaja memicu pelanggaran administratif seperti membiarkan pemilih tak terdaftar untuk menciptakan alasan digelarnya PSU.

Rahmat menegaskan, pola seperti ini berbahaya karena bisa dimanfaatkan agen-agen tertentu yang ingin merusak proses demokrasi demi kepentingan ekonomi maupun politik.

“Kalau PSU dimanipulasi, ini bisa menjadi virus demokrasi. Ada pihak-pihak yang menyusup hanya untuk memicu pelanggaran dan memanfaatkan situasi. Jika tidak diantisipasi, ini akan merusak legitimasi pemilu kita,” tegasnya.

Rahmat juga menyinggung tragedi PSU di Puncak Jaya pada 7 April lalu, yang mengakibatkan belasan korban jiwa dan ratusan luka-luka. Menurutnya, peristiwa itu menjadi bukti bahwa PSU memiliki konsekuensi sangat serius.

“PSU bukan hanya soal biaya dan logistik, tapi juga menyangkut nyawa manusia. Ini peringatan keras bagi kita semua,” katanya.

Sebagai langkah pencegahan, ia mengusulkan agar KPU bekerja sama dengan instansi lain seperti Badan Intelijen Negara (BIN) untuk mengantisipasi potensi kerusuhan di daerah-daerah rawan PSU.

Senada dengan Rahmat, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf juga menekankan perlunya regulasi yang membatasi ruang gugatan hasil Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ia menilai, batasan tersebut harus tertuang secara tegas dalam draf RUU Pemilu yang akan dibahas.

Related posts