MINANGKABAUNEWS, BUKITTINGGI — Dalam khutbah Jumat yang penuh hikmah, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat, Buya Dr. Gusrizal Gazahar Datuak Palimo Basa, mengajak umat Islam untuk menghidupkan kembali peran masjid tidak hanya sebagai tempat ibadah fisik, tetapi juga pusat penguatan spiritual pasca-Ramadan. Khutbah ini menanggapi fenomena masjid yang ramai selama bulan suci, namun kembali sepi setelah memasuki Syawal.
Buya Gusrizal menyoroti pergeseran antusiasme jamaah usai Ramadan. “Azan yang semula disambut dengan gegap gempita, kini kerap diabaikan. Padahal, memenuhi panggilan salat berjamaah, khususnya bagi laki-laki, adalah kewajiban yang tak boleh surut,” tegasnya. Beliau mengingatkan sabda Rasulullah SAW tentang tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah di hari akhir, termasuk mereka yang hatinya senantiasa terhubung dengan masjid.
Khutbah tersebut diwarnai kisah simbolis Ustuanah Al-Mukhallaqah, tiang bersejarah di Masjid Nabawi yang dikenal sebagai tempat Rasulullah SAW salat. Suatu hari, Nabi menemukan dahak menempel pada tiang tersebut. Tanpa ragu, seorang sahabat segera membersihkannya dan memberi wewangian, melahirkan tradisi pengharum masjid hingga kini. “Ini mencerminkan sikap para sahabat yang menjunjung tinggi kesucian rumah Allah,” ujar Buya Gusrizal.
Mengutip Surah At-Taubah ayat 18, Buya Dr. Gusrizal menegaskan bahwa memakmurkan masjid tidak hanya tentang pembangunan fisik, tetapi juga pengisiannya dengan aktivitas bernilai spiritual. “Kaum musyrik Quraisy pernah membangun Ka’bah, namun Allah menyatakan mereka gagal memakmurkannya karena tidak menghidupkan nilai tauhid,” jelasnya. Beliau menekankan pentingnya menghadirkan masjid sebagai ruang salat, zikir, dan menuntut ilmu (imarah maknawiyah), yang menjadi fondasi penguatan iman.
Kisah mengharukan Ali bin Abi Thalib yang tidur di masjid setelah berselisih paham dengan Fatimah binti Rasulullah SAW turut diangkat. Nabi Muhammad SAW kemudian menjumpainya, membersihkan debu dari tubuh Ali, dan memanggilnya dengan penuh kelembutan, “Abu Turab” (Bapak Tanah). “Ini mengajarkan bahwa masjid adalah tempat merenung dan menyucikan hati di tengah kegelisahan duniawi,” papar Buya Gusrizal.
Di penghujung khutbah, Buya Dr. Gusrizal mengajak umat Islam menjadikan masjid sebagai pusat ketenangan dan solusi masalah. “Jangan biarkan masjid lengang. Kembalilah, karena di sinilah dakwah dan pencerahan dimulai,” serunya. Beliau menegaskan, kecintaan pada masjid adalah cerminan keimanan sekaligus persiapan menuju kehidupan akhirat.
Pesan ini diharapkan menjadi pengingat agar umat Islam tidak hanya memakmurkan masjid secara fisik, tetapi juga menjaga keberkahan spiritualnya sepanjang tahun. Dengan demikian, masjid akan tetap menjadi mercusuar cahaya Ilahi di tengah dinamika zaman.






