MINANGKABAUNEWS.com, PADANG – Gelombang penolakan terhadap uji coba vaksin TBC yang dikaitkan dengan Bill Gates mencuat dari berbagai penjuru tanah air. Dalam sebuah pernyataan yang beredar luas di media sosial dan grup percakapan daring, warga dari lebih 30 provinsi menyatakan sikap serentak menolak program vaksin tersebut.
Penolakan itu tidak hanya datang dari wilayah-wilayah utama seperti Jawa Timur, Sumatera Utara, Yogyakarta, dan Lampung, namun juga meluas hingga Papua, Kalimantan, Sulawesi, hingga warga Indonesia di luar negeri. Mereka menuntut agar uji coba vaksin TBC yang disebut-sebut berasal dari lembaga terkait Bill Gates tidak dilakukan di wilayah mereka.
Dalam seruan yang tersebar luas tersebut, tertulis bahwa rakyat di tiap-tiap provinsi akan menyampaikan penolakan secara serempak di hari dan jam yang sama di kantor DPRD masing-masing daerah. Meski waktu pelaksanaan belum disebut secara spesifik, narasi yang dibangun menunjukkan adanya upaya konsolidasi besar-besaran di tingkat nasional.
“Rakyat Indonesia di mana saja berada sepakat menolak vaksin TBC Bill Gates,” demikian salah satu kutipan dalam pernyataan tersebut. Seruan itu juga mengajak masyarakat untuk memviralkan aksi ini sebagai bentuk tekanan publik terhadap kebijakan pemerintah dalam urusan kesehatan publik.
Salah satu tokoh yang ikut menyerukan penolakan ini adalah Ki Jal Atri Tanjung, advokat yang juga dikenal sebagai pengamat sosial, ekonomi, dan politik. Ia secara khusus menyoroti rencana uji coba vaksin TBC di Sumatera Barat. “Kami khawatir dampaknya akan membahayakan kesehatan masyarakat,” ujarnya dalam pernyataan terpisah.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada konfirmasi resmi dari Kementerian Kesehatan mengenai keterlibatan Bill Gates dalam program vaksin TBC yang dirujuk dalam pernyataan tersebut. Informasi terkait uji coba vaksin juga masih simpang siur, dan sebagian besar berasal dari sumber tidak terverifikasi.
Pakar kesehatan menilai bahwa vaksinasi TBC yang dikembangkan secara global merupakan bagian dari agenda besar pemberantasan tuberkulosis yang masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Namun, kampanye penolakan seperti ini menunjukkan masih rendahnya literasi publik terhadap program vaksinasi dan perlunya komunikasi yang lebih terbuka dari pemerintah.
“Kalau tidak ada transparansi data dan partisipasi publik yang sehat, maka ruang bagi teori konspirasi akan semakin lebar,” ujar Dr. Tri Yunis Miko, epidemiolog dari Universitas Indonesia.






