Seminar Literasi Digital di Payakumbuh, Anggota DPR RI Ir Mulyadi Dorong Netizen Beretika dan Bertanggung Jawab ‎

  • Whatsapp

MINANGKABAUNEWS.COM, PAYAKUMBUH — Fenomena maraknya hoaks, ujaran kebencian, dan konten provokatif di media sosial menjadi perhatian serius dalam Seminar Literasi Digital bertema “Menjadi Netizen yang Beretika” yang digelar di Aula Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Kota Payakumbuh, Kelurahan Padang Alai Bodi, Kecamatan Payakumbuh Timur, Rabu (17/12/2025).

‎Seminar literasi digital tersebut dibuka oleh Ir. Mulyadi yang tercatat sebagai anggota Komisi VII DPR RI. Ia menyebut seminar digelar melalui kerjasama Kementrian Komunikasi dan Digital (Komdigi) RI. Sebelumnya, di sesi pembukaan menteri Komdigi, Meutya Hafid, juga sempat menyampaikan sambutan secara online.

‎Mulyadi, tampak hadir bersama Ketua DPC Partai Demokrat Kota Payakumbuh Ridwan Sabirin, Bendahara DPD Partai Demokrat Sumatera Barat, Darman Sahladi, serta dihadiri sejumlah anggota DPRD Fraksi Demokrat, Kota Payakumbuh dan Kabupaten Limapuluh Kota.

‎Dalam sambutannya, Mulyadi mengungkapkan bahwa lebih dari 70 persen masyarakat Indonesia saat ini aktif di ruang digital dan media sosial. Aktivitas tersebut, menurutnya, semakin masif saat momentum politik seperti pemilu dan pilkada, sehingga berpotensi memicu penyebaran hoaks dan konflik di tengah masyarakat.

‎“Banyak politisi sudah menjadi korban hoaks. Artinya, ruang digital kita memang perlu dikendalikan agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan tertentu,” kata Mulyadi.

‎Ia menilai dampak negatif ruang digital kini semakin nyata dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, negara dinilai perlu hadir melalui sosialisasi dan regulasi yang lebih komprehensif agar ruang digital tidak menjadi sarana penyebaran kebencian dan provokasi.

‎Mulyadi juga menyoroti penggunaan media sosial oleh anak-anak di bawah usia 17 tahun. Ia menyebutkan bahwa di beberapa negara, seperti Australia, pembatasan tersebut telah diberlakukan karena dampak negatifnya yang serius terhadap perilaku anak.

‎“Peraturan perundang-undangan kita saat ini belum sepenuhnya mengakomodasi persoalan digital, termasuk dampak perkembangan kecerdasan buatan atau artificial intelligence. Ini perlu dipikirkan payung hukum yang lebih kuat,” ujarnya.

‎Meski ruang digital bersifat bebas, Mulyadi menegaskan bahwa etika harus tetap menjadi batasan utama. Konten yang berpotensi memicu kegaduhan, konflik sosial, bahkan bentrokan fisik, menurutnya, harus diantisipasi melalui literasi dan edukasi digital yang berkelanjutan.

‎Ia juga mengaitkan etika digital dengan nilai-nilai kearifan lokal di Sumatera Barat, seperti falsafah Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah, yang seharusnya menjadi pedoman dalam berinteraksi di ruang digital.

‎“Konsekuensi hukumnya sangat berat. Jika tidak berhati-hati, konten yang kita unggah bisa berujung pada laporan hukum,” tegasnya.

‎Lebih lanjut, Mulyadi mendorong generasi muda untuk menjadi aktor utama dalam menciptakan ruang digital yang sehat, bermartabat, dan berorientasi pada persatuan. Ia juga menekankan peran media massa sebagai penjaga demokrasi dan kontrol sosial yang konstruktif di ruang digital.

‎Seminar ini menghadirkan Ade Suhendra, konten kreator sekaligus founder Sudut Media, sebagai pemateri pertama yang membahas ‘Etika Digital dalam Praktik Sehari-hari’. Ade menekankan pentingnya verifikasi sumber informasi, menghindari plagiarisme, serta tidak menyebarkan hoaks dan konten provokatif.

‎Sementara itu, pemateri kedua disampaikan, Ketua KNPI Kota Payakumbuh, Rahmanda Fajri. Ia menyoroti peran generasi muda dalam membangun ekosistem digital yang cerdas, beretika, dan bertanggung jawab di tengah pesatnya arus informasi. (akg)

Related posts