Setelah Banjir Bandang Hanyutkan Puluhan Rumah, Padang Kerahkan Alat Berat untuk Selamatkan Sungai dari Tumpukan Material

  • Whatsapp

MINANGKABAUNEWS.com, PADANG – Bekas luka banjir bandang masih terasa di Kota Padang. Hampir sebulan setelah air bah menerjang pada 28 November 2025, jejak kehancuran masih membekas di sepanjang aliran sungai dan jaringan irigasi yang menjadi urat nadi pengendalian air di kota ini.

Kini, suara deru mesin excavator dan dump truck menggema di berbagai sudut kota. Pemandangan alat berat yang tengah mengeruk endapan lumpur, pasir, dan reruntuhan kayu menjadi pemandangan sehari-hari di bantaran sungai. Ini adalah perlawanan Pemerintah Kota Padang melawan ancaman banjir susulan yang bisa datang kapan saja.

Read More

Banjir bandang November lalu bukan sekadar meninggalkan genangan. Derasnya arus air mengubah wajah geografis sungai-sungai di Padang sekaligus menyeret puluhan rumah warga yang berdiri di bantarannya. Alur sungai yang sebelumnya teratur kini berbelok ke arah yang tidak terduga. Tebing-tebing sungai terkikis, meninggalkan jurang-jurang berbahaya yang mengancam permukiman yang tersisa.

Di beberapa titik, fondasi rumah-rumah yang dulunya kokoh kini menggantung di tepi tebing yang rapuh. Sebagian lainnya telah benar-benar hilang, terseret arus ganas bersama material lain yang kini menumpuk di sepanjang aliran sungai.

Yang paling mengkhawatirkan adalah pendangkalan masif akibat endapan material banjir. Tumpukan pasir setinggi bermeter-meter, gunungan lumpur bercampur bebatuan, reruntuhan pohon-pohon besar, dan bahkan puing-puing rumah yang hanyut memenuhi dasar sungai. Kondisi ini drastis mengurangi kapasitas tampung sungai, mengubahnya menjadi bom waktu yang siap meluap saat hujan deras datang kembali.

“Kalau dibiarkan, sungai-sungai ini tidak akan mampu menampung air hujan. Banjir berikutnya bisa lebih parah dan menghanyutkan lebih banyak rumah lagi,” ungkap seorang petugas lapangan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Padang yang menyaksikan langsung perubahan dramatis kondisi sungai pascabencana.

Menyadari urgensi situasi, Dinas PUPR Kota Padang tidak membuang waktu. Tim lapangan bergerak cepat melakukan pemetaan lokasi-lokasi terdampak dan menyusun prioritas penanganan. Alat-alat berat pun segera didatangkan ke titik-titik kritis.

Pada Jumat, 19 Desember 2025, operasi normalisasi berskala besar dimulai di Kampung Tanjung, Kelurahan Gunung Sarik. Kawasan ini menjadi salah satu yang paling parah terdampak, dengan alur sungai yang berubah total dan endapan material yang menggunung. Beberapa rumah warga di kawasan ini turut terseret arus, meninggalkan kenangan pahit bagi keluarga yang kehilangan tempat tinggal mereka.

Excavator berukuran besar terlihat sibuk mengeruk tumpukan pasir dan lumpur yang mengeras. Satu per satu, material diangkat dan dimuat ke truk-truk dump untuk dibuang ke lokasi pembuangan akhir. Sesekali, pekerja menemukan puing-puing rumah—pecahan genteng, kayu-kayu balok, bahkan perabotan rumah tangga yang rusak—tersangkut di antara tumpukan material. Ini adalah pengingat kelam tentang dahsyatnya bencana yang menerjang.

Proses ini memakan waktu berjam-jam untuk setiap segmen sungai, membutuhkan ketelitian agar tidak merusak struktur sungai yang masih kokoh.

Tidak hanya di Gunung Sarik, operasi serupa juga berlangsung di sepanjang aliran Sungai Kuranji hingga kawasan Batu Busuk. Sungai Kuranji, yang menjadi salah satu sungai utama di Padang, mengalami perubahan signifikan pada beberapa ruas. Tim PUPR harus bekerja ekstra hati-hati di sini, mengingat sungai ini berperan vital dalam sistem drainase kota.

Sementara perhatian publik tertuju pada normalisasi sungai-sungai besar, Dinas PUPR juga tidak melupakan jaringan irigasi yang menjadi penopang pertanian dan sistem air di pemukiman. Saluran-saluran irigasi ini, meskipun berukuran lebih kecil, memiliki fungsi tak kalah penting dalam mencegah genangan dan mengalirkan air hujan.

Di Cupak Tangah, Kecamatan Pauh, kondisi saluran irigasi sangat memprihatinkan. Material banjir yang terbawa arus menyumbat total beberapa segmen saluran, mengubahnya menjadi kolam-kolam berlumpur yang stagnan. Tim PUPR harus membongkar penyumbatan ini secara manual dan dengan alat berat ringan yang bisa masuk ke area sempit.

Lokasi lain yang mendapat perhatian serius adalah Kubu Utama Tabing Banda Gadang dan Gurun Laweh. Di kedua kawasan ini, kerusakan jaringan irigasi tidak hanya berupa penyumbatan, tetapi juga kerusakan struktur dinding saluran yang retak dan roboh akibat hantaman arus air yang dahsyat.

“Kami harus bekerja segmen per segmen. Setiap lokasi punya karakteristik kerusakan yang berbeda. Di beberapa tempat, kami bahkan menemukan sisa-sisa rumah yang hanyut tersangkut di saluran irigasi,” jelas seorang koordinator lapangan yang memimpin operasi di salah satu titik normalisasi.

Yang membuat pekerjaan ini semakin menantang adalah faktor cuaca yang tidak bisa diprediksi. Padang memasuki musim hujan dengan intensitas yang tinggi. Hampir setiap sore, hujan deras mengguyur kota, memaksa pekerja lapangan menghentikan operasi sementara karena alasan keselamatan dan efektivitas kerja.

Setiap kali hujan turun, tim PUPR menahan napas. Akankah lokasi yang baru saja dibersihkan kembali tertimbun material baru? Akankah perbaikan yang sudah dilakukan bertahan menghadapi derasnya air? Akankah ada rumah lain yang terancam hanyut? Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi kecemasan konstan bagi para pekerja lapangan.

Namun, tekad untuk menyelesaikan normalisasi tidak surut. Begitu hujan reda, alat berat kembali beroperasi. Pekerja kembali turun ke lokasi, melanjutkan pekerjaan dari titik terakhir yang mereka tinggalkan. Ini adalah perlombaan dengan waktu sebelum banjir susulan potensial terjadi dan menghanyutkan lebih banyak hunian warga.

Normalisasi sungai dan irigasi bukan sekadar pekerjaan mengeruk endapan material. Ini adalah upaya rekonstruksi sistem pengendalian air yang kompleks. Di setiap lokasi, tim teknis harus memastikan bahwa alur aliran air dikembalikan ke kondisi optimal, bahkan jika memungkinkan, diperbaiki menjadi lebih baik dari kondisi sebelum banjir.

Perbaikan tebing sungai yang terkikis menjadi prioritas penting. Di beberapa titik, tebing harus diperkuat dengan bronjong atau struktur penahan lain untuk mencegah erosi lebih lanjut dan melindungi rumah-rumah warga yang tersisa di bantaran. Dinding-dinding saluran irigasi yang retak diperbaiki, dipastikan kembali kedap air dan mampu menahan tekanan aliran.

Yang juga tidak kalah penting adalah memastikan bahwa alur sungai yang baru atau yang diperbaiki tidak akan menimbulkan masalah baru di hilir. Tim teknis harus memperhitungkan dinamika aliran air, mempertimbangkan kemiringan, lebar saluran, dan faktor-faktor hidrologis lainnya.

“Ini bukan hanya soal membersihkan. Kami harus memastikan sistem ini bekerja sebagai satu kesatuan yang harmonis. Yang terpenting, kami harus melindungi rumah-rumah warga yang masih tersisa agar tidak mengalami nasib yang sama dengan yang sudah hanyut,” tegas seorang insinyur yang terlibat dalam perencanaan normalisasi.

## Ketika Warga Menjadi Mata dan Telinga Lapangan

Pemerintah Kota Padang menyadari bahwa kesuksesan normalisasi tidak hanya bergantung pada kerja keras tim lapangan, tetapi juga pada partisipasi aktif masyarakat. Imbauan disampaikan kepada warga, khususnya mereka yang tinggal di sekitar bantaran sungai dan saluran irigasi.

Masyarakat diminta untuk tetap waspada terhadap perubahan kondisi sungai dan segera melaporkan jika ada indikasi penyumbatan baru atau kerusakan yang muncul. Mereka juga diingatkan untuk tidak membuang sampah ke sungai, sebuah kebiasaan buruk yang selama ini turut memperparah kondisi sistem drainase kota.

Beberapa warga yang rumahnya berdampingan dengan lokasi normalisasi mengaku lega melihat keseriusan pemerintah dalam menangani masalah ini. “Setidaknya kami merasa ada usaha nyata untuk melindungi kami dari banjir lagi. Kami tidak mau kehilangan rumah seperti tetangga-tetangga kami yang rumahnya hanyut,” ujar seorang warga Gunung Sarik yang rumahnya nyaris terseret saat banjir bandang November.

Namun, ada juga yang menyampaikan kekhawatiran. Beberapa warga mempertanyakan apakah normalisasi ini akan cukup untuk mencegah bencana serupa di masa depan, mengingat intensitas cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi akibat perubahan iklim. Trauma kehilangan rumah dan harta benda masih begitu kuat di benak mereka yang selamat dari bencana.

Dinas PUPR menegaskan bahwa normalisasi yang sedang berlangsung adalah bagian dari upaya bertahap dan berkelanjutan. Tidak semua lokasi terdampak bisa ditangani sekaligus karena keterbatasan sumber daya dan kompleksitas pekerjaan. Prioritas diberikan kepada lokasi-lokasi dengan tingkat kerusakan paling parah dan yang berisiko tinggi menyebabkan banjir susulan yang dapat menghanyutkan lebih banyak rumah.

Setelah gelombang pertama normalisasi selesai, akan dilakukan evaluasi menyeluruh untuk mengidentifikasi titik-titik yang membutuhkan penanganan lanjutan. Rencana jangka panjang juga sedang disusun, mencakup tidak hanya normalisasi reaktif pascabencana, tetapi juga pemeliharaan rutin dan peningkatan kapasitas sistem pengendalian air secara menyeluruh.

Ada wacana untuk membangun infrastruktur tambahan seperti tanggul di titik-titik rawan, memperlebar beberapa segmen sungai, dan bahkan membuat kanal-kanal pengalih banjir di area-area kritis. Pemerintah juga mempertimbangkan program relokasi bagi warga yang tinggal di zona merah rawan banjir, meskipun ini masih dalam tahap kajian mengingat sensitivitas dan kompleksitas persoalan sosial yang terkait.

Namun, semua rencana besar ini membutuhkan kajian teknis mendalam, anggaran yang tidak sedikit, dan waktu implementasi yang panjang.

Saat matahari mulai terbenam di Kota Padang, suara alat berat perlahan mereda. Pekerja lapangan mengakhiri shift mereka, meninggalkan lokasi normalisasi yang sedikit lebih baik dari kondisi pagi hari. Besok, mereka akan kembali, melanjutkan pekerjaan yang belum selesai.

Pemandangan ini akan terus berulang dalam minggu-minggu dan mungkin bulan-bulan mendatang. Ini adalah investasi jangka panjang untuk keselamatan kota, sebuah upaya berkelanjutan untuk membangun sistem pengendalian air yang tangguh dan mampu menghadapi tantangan iklim yang semakin ekstrem.

Pemerintah Kota Padang berharap, dengan normalisasi yang komprehensif dan partisipasi aktif masyarakat, sistem pengendalian air kota dapat kembali berfungsi optimal. Lebih dari itu, harapannya adalah memberikan perlindungan yang lebih baik bagi seluruh warga Padang dari ancaman bencana hidrometeorologi yang bisa datang kapan saja dan menghanyutkan apa yang telah mereka bangun dengan susah payah.

Banjir bandang November 2025 telah memberikan pelajaran pahit. Puluhan rumah hanyut, ratusan keluarga kehilangan tempat tinggal. Kini, saatnya mengambil hikmah dan membangun ketahanan kota yang lebih kuat. Setiap kubik lumpur yang dikeruk, setiap meter tebing yang diperkuat, setiap puing rumah yang diangkat dari dasar sungai, adalah langkah kecil menuju Padang yang lebih aman dan tangguh menghadapi masa depan.

Related posts