Sumbar Dorong Aksi Kolektif Tekan Kekerasan dan Perilaku Menyimpang di Sekolah

  • Whatsapp

MINANGKABAUNEWS.com, PADANG – Pemerintah Provinsi Sumatera Barat mendorong percepatan implementasi Instruksi Gubernur No. 3 Tahun 2024 terkait optimalisasi peran perangkat daerah dalam pencegahan kekerasan dan penyimpangan perilaku di lingkungan pendidikan. Dalam rapat koordinasi lintas sektor yang digelar 20–22 Juli di Aula Kantor Gubernur Sumbar, pemerintah menekankan pendekatan kolaboratif antarlembaga.

Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Sumbar Al-Amin, mewakili Gubernur Sumbar, menyebutkan bahwa tantangan moral di kalangan pelajar mengalami eskalasi. Ia menegaskan, “Kita tidak hanya hadir sebagai birokrat atau pejabat, tetapi sebagai penjaga integritas sosial generasi mendatang.”

Forum tersebut menyoroti empat isu utama yang dinilai krusial:
Kekerasan Fisik dan Verbal Data Kementerian Pendidikan menunjukkan 20% siswa mengalami kekerasan di sekolah, termasuk intimidasi verbal. Dampaknya dirasakan pada penurunan kesehatan mental dan atmosfer belajar.

Bullying Terorganisir Laporan Komisi Perlindungan Anak Indonesia menyebut 30% siswa mengalami perundungan sistematis oleh kelompok. Efek jangka panjang: penurunan prestasi dan risiko gangguan psikologis.

Paparan Pornografi Digital Studi UNICEF mencatat 50% remaja Indonesia pernah mengakses konten pornografi daring. Masalah ini diperburuk oleh lemahnya literasi digital dan kontrol parental.

Penyimpangan Seksual dan LGBT Kasus HIV/AIDS di Sumbar didominasi oleh kelompok lelaki seks dengan lelaki (LSL). “9 dari 10 kasus HIV di Sumbar berasal dari perilaku LSL,” ujar Al-Amin.

Ia menegaskan perlunya pendekatan berbasis nilai agama dan hukum.
Instruksi Gubernur mengamanatkan empat langkah utama: Koordinasi Antarlembaga. Sinkronisasi lintas sektor (Disdik, DP3AP2KB, Dinsos, Biro Organisasi, camat, wali nagari) menjadi kunci eksekusi.
Penyusunan SOP Pendidikan Berasrama. Berbasis kolaborasi antara Pemprov dan Kanwil Kemenag.
Pembentukan UPT Perlindungan Anak dan Perempuan. Didorong hadir di tiap kabupaten/kota untuk respons cepat.
Pendampingan Korban. Fokus pada pemulihan dan rehabilitasi jangka panjang, bukan sekadar penindakan.

Al-Amin menyebut bahwa tantangan ini tidak dapat diselesaikan oleh sektor pendidikan semata. “Ini bukan hanya tanggung jawab guru BK atau sekolah. Ini urusan seluruh perangkat daerah,” katanya.

Ketua panitia, Randy Harfian, menyampaikan bahwa kegiatan ini melibatkan guru BK dari boarding school dan pondok pesantren di Sumbar sebagai pilot project.

Ia menyoroti pentingnya pendekatan kesehatan mental dalam mencegah penyimpangan perilaku.
Mengutip studi Universitas York, ia mengatakan, “Remaja dengan gangguan mental—seperti kecemasan, depresi, atau trauma pelecehan—lebih rentan terlibat dalam perilaku seksual berisiko. Kita tak bisa membiarkan generasi ini tumbuh rapuh secara psikologis.”

Pemerintah provinsi menargetkan hasil rapat ini dapat melahirkan regulasi tambahan dalam bentuk surat edaran atau pedoman teknis guna memperkuat pelaksanaan Instruksi Gubernur.

Langkah ini dinilai strategis untuk memperkuat sistem perlindungan anak di satuan pendidikan, serta menekan laju penyimpangan perilaku yang berpotensi menciptakan beban sosial dan ekonomi di masa mendatang.

Related posts