MINANGKABAUNEWS.COM, MENTAWAI – Selain di Siberut Tengah, dugaan pelanggaran pelaksanaan pemilihan kepala daerah di Kepulauan Mentawai juga terjadi di TPS 08 dusun Tepuk, desa Sagulubbek, Kecamatan Siberut Barat Daya.
Dari jumlah DPT sebanyak 45 orang laki-laki dan 49 perempuan, terdapat salah seorang mahasiswa yang terdaftar di DPT, namun, pada saat pemilihan sedang berada di luar Mentawai.
Nobertus Sereming Sakuddei (22), salah seorang mahasiswa asal Desa Sagulubbek yang terdaftar di TPS 08 dusun Tepuk mengatakan, bahwa, dirinya, tidak pernah sama sekali hadir saat pemilihan kepada daerah di TPS 08, dusun Tepuk, desa Sagulubbek, Kecamatan Siberut Barat Daya.
Dia mengaku, keberatan hak pilihnya digunakan oleh orang lain.
“Pada saat pemilihan tanggal 27 November 2024 saya tidak bisa hadir, karena pada saat itu, saya sedang melaksanakan perkuliahan di kota Padang. Untuk itu, saya menyatakan, keberatan atas hasil pemilihan kepala daerah di TPS 08, dusun Tepuk, desa Sagulubek, Kecamatan Siberut Barat Daya,” ungkapnya.
Kondisi serupa juga dialami oleh Yosep Tuak (30) dan istrinya Reni Klara yang terdaftar sebagai pemilih di TPS 08, desa Sagulubbek, Kecamatan Siberut Barat Daya.
Senada mereka mengatakan, pada saat pemilihan, dia berada di pusat desa Sagulubek dan tidak pernah ikut memilih.
“Kami tidak ikut memilih, karena saya sudah pindah ke pusat desa Sagulubbek. Walaupun, alamat KTP saya masih di dusun Tepuk, desa Sagulubbek. Saya, juga keberatan hak pilih saya digunakan oleh orang lain,” pungkasnya.
Menanggapi hal itu, Divisi hukum pencegahan komisioner Bawaslu Kepulauan Mentawai, Nasrullah mengatakan, bahwa, kemungkinan akan ada tambahan PSU di Kepulauan Mentawai. Khususnya, di Desa Sagulubbek, Kecamatan Siberut Barat Daya.
“Kemungkinan setelah PSU di dua TPS Cimpungan akan menyusul di Desa Sagulubbek, Kecamatan Siberut Barat daya TPS 8. Namun nantinya akan diinformasikan lebih lanjut”, ujar Nasrullah. Rabu (04/12/2024)
Berdasarkan, undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya pasal 533, ancaman sanksi pidana penjara 1,5 tahun dan denda paling banyak Rp 18 juta.(*)