Terisolasi Total! Drama Penyelamatan Warga Solok yang Terkepung Banjir Bandang

  • Whatsapp

MINANGKABAUNEWS.com, SOLOK — Air mengepung mereka dari segala arah. Tidak ada jalan keluar. Dua nagari di Kabupaten Solok kini benar-benar terisolasi dari dunia luar setelah hujan deras mengguyur wilayah mereka selama berhari-hari tanpa henti.

Minggu sore, 30 November 2025, Wakil Bupati Solok Candra berjalan menembus genangan air setinggi lutut. Di belakangnya, rombongan Forkopimda mengikuti dengan hati-hati. Mereka baru saja melintasi jembatan yang hampir tenggelam, mengandalkan tali pengaman darurat yang dipasang warga. Pemandangan di depan mata mereka memilukan: sawah hancur, rumah terendam, dan tangis penduduk yang kehilangan tempat tinggal.

Read More

Ini adalah kondisi Nagari Paninggahan dan Muaro Pingai, Kecamatan Junjung Sirih—dua wilayah yang kini menjadi pulau terisolasi di tengah daratan Sumatera Barat.

Curah hujan ekstrem dalam beberapa hari terakhir telah mengubah kehidupan warga Solok menjadi mimpi buruk. Banjir dan longsor terjadi di berbagai titik, namun dua nagari ini menerima dampak paling mengerikan. Semua akses jalan menuju kedua wilayah tersebut lumpuh total.

Dari arah Saniangbaka, jalan tidak bisa ditembus. Dari Malalo, jembatan putus. Paninggahan dan Muaro Pingai benar-benar terputus dari peradaban.

“Masyarakat kita betul-betul terdampak cukup parah,” ungkap Wabup Candra di hadapan warga yang sudah menunggu kedatangannya sejak siang. Harapan mereka sederhana: ada kepastian kapan bantuan akan datang, kapan mereka bisa keluar dari kepungan air ini.

Ketika jalur darat mati, air menjadi satu-satunya jalan kehidupan. Pemerintah Kabupaten Solok segera mengerahkan perahu untuk menjangkau warga yang terkepung. Perahu milik Kodim 0309/Solok dan perahu dari Wali Nagari Kacang menjadi penyelamat utama.

Melalui jalur Danau Singkarak, logistik makanan mulai berdatangan. Karung-karung berisi bahan pangan diangkut dengan hati-hati melintasi danau yang juga sedang meluap. Setiap perahu yang tiba disambut dengan lega oleh warga yang mulai kehabisan persediaan.

Dandim 0309/Solok, Letkol Kav Sapta Raharja, langsung menurunkan personel lengkap dengan alat berat. Target mereka: membuka kembali akses ke Muaro Pingai secepat mungkin. Sementara itu, dapur-dapur umum diaktifkan untuk memastikan tidak ada warga yang kelaparan.

Di Dermaga Singkarak, perahu-perahu tambahan disiagakan. Dinas Sosial berjaga di lokasi, siap mendistribusikan bantuan ke setiap dusun yang membutuhkan melalui koordinasi Camat Junjung Sirih.

Kondisi darurat ini mendorong Wabup Candra untuk segera menghubungi Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi Ansharullah. Melalui telepon, ia melaporkan situasi kritis: dua jalur utama menuju Paninggahan dan Muaro Pingai tidak dapat dilewati sama sekali.

Gubernur Mahyeldi memberikan instruksi tegas: gerakkan masyarakat sekitar untuk membantu membersihkan material banjir. Namun ada masalah yang lebih besar mengancam—Danau Singkarak meluap dan terus mengancam wilayah sekitarnya.

“Kalau bisa, kami mohon Buya berkoordinasi dengan PLN agar pintunya dibuka, turbinnya dibuka, supaya air cepat menyusut,” pinta Wabup Candra. Alat berat dari pemerintah provinsi sudah standby, menunggu momen yang tepat untuk bergerak.

Perjalanan Wabup Candra dari Masjid Raya Saniangbaka menuju lokasi bencana bukan perjalanan biasa. Ia harus berjalan kaki menyusuri genangan air di sekitar sungai yang meluap. Bersama Kapolres Kota Solok AKBP Mas’ud Ahmad, Dandim, dan tokoh masyarakat setempat Haji Nopel, mereka menyaksikan langsung kehancuran yang terjadi.

Sawah-sawah yang seharusnya menghijau kini tertimbun lumpur dan material banjir bandang. Di satu titik, rombongan bahkan harus menyelamatkan sepeda motor warga yang hampir terseret arus deras.

Warga di bantaran sungai diminta segera mengungsi. Beberapa dari mereka tidak kuasa menahan tangis saat menunjukkan rumah yang tidak bisa lagi ditempati. Seorang ibu tua memeluk tas kecil berisi dokumen penting—satu-satunya harta yang berhasil diselamatkan sebelum air datang.

Sore harinya, ketika Wabup tiba di Nagari Paninggahan, warga sudah berkumpul. Mereka menunggu sejak siang, berharap ada kabar baik tentang akses jalan dan bantuan yang akan datang.

Di tengah penderitaan, muncul cerita tentang solidaritas yang menghangatkan hati. Para perantau dari Nagari Paninggahan yang berada di luar daerah langsung mengulurkan tangan. Mereka mengumpulkan dana hingga puluhan juta rupiah untuk membantu saudara-saudara mereka yang tertimpa musibah.

Wabup Candra menyampaikan apresiasi mendalam atas kepedulian tersebut. Bantuan dari para perantau menjadi bukti bahwa ikatan kampung halaman tidak pernah putus, meskipun jarak memisahkan.

Sayangnya, perjuangan belum selesai. BMKG memperkirakan intensitas hujan masih akan tinggi dalam beberapa hari mendatang. Pemerintah daerah mengimbau seluruh masyarakat untuk tetap waspada dan siap mengungsi jika situasi memburuk.

Koordinasi antara TNI, Polri, BPBD, dan pemerintah provinsi terus berjalan ketat. Setiap jam, situasi dipantau. Setiap perubahan cuaca dicatat. Mereka tidak ingin ada korban yang terlambat diselamatkan.

Malam itu, perahu-perahu masih berlayar di Danau Singkarak, membawa harapan dalam bentuk karung-karung logistik. Di kegelapan, lampu-lampu perahu berkelip seperti bintang yang turun ke bumi—mengingatkan warga yang terisolasi bahwa mereka tidak sendirian.

Air mungkin mengepung, jalan mungkin terputus, tapi bantuan akan terus datang. Entah lewat darat, atau lewat danau yang sama yang kini menjadi ancaman sekaligus jalan penyelamatan.

Related posts