MINANGKABAUNEWS.com, JAKARTA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai peristiwa meninggalnya Raya, bocah 3 tahun asal Sukabumi, menjadi tanda keras bahwa negara belum sepenuhnya hadir dalam melindungi anak dari keluarga rentan.
Raya meninggal pada 22 Juli 2025 setelah dirawat di rumah sakit sejak 13 Juli. Tubuh mungilnya dipenuhi cacing. Namun selama perawatan, keluarga terpaksa menanggung biaya hingga Rp23 juta karena Raya tidak memiliki nomor induk kependudukan (NIK). Akibatnya, seluruh akses layanan sosial, kesehatan, dan perlindungan dari negara gugur. Biaya rumah sakit akhirnya ditutup berkat bantuan pegiat sosial.
Kondisi keluarga Raya memang jauh dari kata layak. Ibunya disebut mengalami gangguan jiwa (ODGJ), ayahnya menderita tuberkulosis, sementara Raya sehari-hari dirawat neneknya. Setelah tragedi ini, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Sukabumi menyatakan telah menangani keluarga. Kedua orang tua Raya kini dirawat di RSJ Cisarua Bandung. Kakak Raya, Risna (6 tahun), dipindahkan dari neneknya ke rumah bibinya dan akan mendapat pendampingan psikologis dari konselor DP3A.
Namun Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, menilai langkah-langkah itu terlambat. “Anak tidak bisa melindungi dirinya sendiri. Negara harus hadir sebelum tragedi terjadi, bukan setelahnya,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu, 20 Agustus 2025.
Menurut Jasra, kasus Raya mencerminkan pengabaian berlapis. Keluarga miskin, tanpa identitas kependudukan, dengan orang tua sakit dan diduga ODGJ. Namun tak satu pun layanan dasar negara mampu menjangkau mereka. “Sayangnya, kita semua baru tahu ketika Raya sudah meninggal,” katanya.
KPAI menilai akar persoalan ada pada absennya regulasi khusus tentang pengasuhan anak dalam keluarga rentan, terutama bila orang tua mengalami gangguan jiwa. Jasra kembali mendesak agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengasuhan Anak, yang telah 15 tahun terkatung di meja legislasi, segera disahkan.
“RUU itu penting agar ada kebijakan afirmatif, sehingga kasus seperti Raya tidak berulang. Anak-anak dari keluarga ODGJ atau sakit kronis harus mendapat perhatian khusus, tanpa terhalang syarat administratif seperti NIK,” ucap Jasra.
Ia juga mengingatkan agar perhatian tidak hanya berhenti pada almarhumah Raya. Kakaknya, Risna, mesti mendapat kepastian pengasuhan dan pemenuhan hak anak. “Jangan sampai kita kembali lengah. Tragedi ini harus menjadi lonceng kemanusiaan bagi semua pihak,” kata Jasra.






