Oleh: Buya Ki Jal Atri Tanjung, Wakil Ketua PW Muhammadiyah Sumbar
— Tindakan teror merupakan bentuk pelanggaran nyata terhadap nilai-nilai universal agama dan kemanusiaan. Seluruh ajaran agama secara tegas menolak kekerasan serta praktik yang menebar ketakutan dalam masyarakat. Teror bukan sekadar kejahatan kriminal, melainkan serangan sistematis terhadap sendi-sendi moral yang menjadi fondasi kehidupan bermasyarakat.
Berbeda dengan vandalisme yang berdampak pada kerusakan properti, terorisme menghancurkan stabilitas psikologis dan merusak tatanan sosial. Jika vandalisme berhenti pada tataran fisik, terorisme menciptakan trauma kolektif, menggerogoti rasa aman, serta mengancam hak dasar manusia untuk hidup damai. Sasaran teror—baik individu maupun institusi—dirancang bukan hanya untuk melukai, melainkan membungkam kebebasan melalui intimidasi berkelanjutan.
Merujuk pada insiden teror di Kantor Majalah Tempo (pengiriman kepala babi dan bangkai tikus terpenggal), Wakil Ketua PWM Sumatera Barat Bidang Hukum dan HAM beserta perwakilan LBHMU dan LBHAP menyatakan kecaman tegas. Kami mendesak aparat penegak hukum, termasuk Densus 88 Anti-Teror, untuk mengusut tuntas kasus ini. Pelaku wajib diadili secara transparan sesuai kerangka hukum yang berlaku, tanpa kompromi terhadap upaya pelemahan demokrasi.
Negara hukum harus berdiri tegak di atas prinsip keadilan, bukan dikendalikan oleh narasi ketakutan. Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi tidak boleh dikorbankan oleh aksi-aksi barbar yang bertopeng ancaman. Penindakan hukum terhadap pelaku teror menjadi bukti komitmen negara melindungi hak konstitusional warga, sekaligus memutus siklus kekerasan yang mengancam kedaulatan hukum.
Kami mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersatu menolak segala bentuk teror, menjaga harmoni sosial, serta memperkuat kesadaran kolektif bahwa kekerasan adalah jalan buntu peradaban. Hanya dengan solidaritas dan ketaatan pada hukum, kita mampu merawat martabat kemanusiaan dan menjamin keberlangsungan demokrasi.






