Oleh: Ami Guru SDN 21 Teluk Nibung
MINANGKABAUNEWS.COM, OPINI – Maafkan Aku.” Hanya itu kata yang terus kau ucapkan dari bibirmu, kata itu tidak bisa membuat hilang rasa sakitku.
Seketika dadaku terasa sakit, kenanganku bersamamu masih terlintas dalam benakku.
Rintik-rintik hujan pun mulai membasahi jalan. Mengiringi air mata yang sedari tadi mengalir tanpa kusadari.
“Dorr! Ngapain ngelamun?” Kata-kata itu membuyarkan lamunanku.
“Apa yes? Aku gak ngelamun kok.” mungkin yesi memperhatikanku dari tadi.
Kring, kring. Bel pun berbunyi, jam pembelajaran pun dimulai. Dari jam pelajaran pertama sampai terakhir entah kenapa aku selalu sesak akan tersendak nafas, sampai sampai aku selalu ditegur oleh teman-teman ku yang masuk ke kelasku melihat keadaan ku tegang.
Bel pulang sudah berbunyi, ini saat yang menyenangkan bagi para siswa dan guru yang lainnya. Waktu istirahat tadi, aku bertemu dengan Rahman, dia adalah cowok yang aku kagumi selama ini. Dan dia tadi mengujungiku dan selalu memperhatikan ku dalam bekerja .
Di parkiran sekolah..
“Udah lama ya nunggunya?” Tanyaku
“Engga kok, yaudah yuk langsung aja naik” kata Rahman.
“Oh ya udah, aku duluan ya Yes, maaf gak bisa bareng sama kamu pulangnya”
Sejak saat itu, aku dan Rahman semakin dekat, semakin hari, dia semakin dekat denganku, hingga suatu hari, dia menghubungiku lewat WhatsApp.
Rahman: “hami,(panggilan kesukaan dia memanggilku) dari pertama kita ketemu, aku ngelihat ada yang berbeda dari kamu, aku sayang kamu, kamu mau gak jadi pendampingku?”
Hami: “Kenapa gak? Aku juga sayang kamu kok, iya aku mau jadi pendampingmu dan perlu restu orang tuaku”
Sejak saat itu kita menjalin hubungan dengan status pendekatan, setiap minggu kita selalu pergi bersama kerja yang kebetulan kami satu lembaga pendidikan yaitu sama sama guru, tapi berbeda sekolah, kami satu jalur sedangkan sekolahku duluan sampainya.
Tapi kita tidak hanya pergi berdua, kita pergi bertiga, Aku, Rahman, dan yesi. Moment pertama Rahman memberiku satu buah boneka unik yamg menunjukkan perhatiannya padaku dan setangkai bunga mawar putih kesukaanku.
Entah bagaimana Rahman tahu bahwa aku suka boneka dan setangkai bunga mawar putih. Menjelang mensive kedua, dia menghilang dariku, dia tidak memberi kabar padaku, begitu juga dengan Yesi.
Aku tidak tahu kemana perginya mereka berdua ini. Pada suatu hari aku dan temanku pergi ke puncak libur semester panjang, tapi tiba-tiba aku melihat Rahman sedang berjalan berdua dengan Yesi. Saat itu hatiku seperti dijatuhi bom molotov yang sangat amat luar biasa. Rasa sakit yang tidak pernah ku bayangkan sebelumnya.
Kemudian aku menghampiri mereka berdua, mereka terkejut akan kehadiranku.
“Jadi ini kelakuan kamu selama ini sayang? Iya man? Masih pantes aku manggil kamu sayang?” Suaraku mulai bergetar, aku lelah dengan semua ini, tanpa ku sadari air mataku mengalir dengan deras.
“Sayang, aku bisa jelasin semuanya, aku sayang..”
“Apa Ham? Sayang? Ini yang namanya sayang? Ini? Cukup … cukup”
“Hami, maafin aku, aku terpaksa ngelakuin ini, sebenernya aku suka sama Rahman,” mohon Yesi padaku.
“Udahlah aku cape, kalau gini aku mau minta enggak usah hubungi aku lagi, aku ga mau diduain kayak gini, sakit – sakit, kenapa harus yesi sih man? Kenapa?” Bentakku padanya.
Aku berlari semampuku untuk meninggalkan mereka berdua, aku lelah dengan semua ini, sahabat seharusnya mengerti, bukan seperti ini.
Dibalik tirai pertemanan ada pengkhianatan.




