Pesisir Selatan — Malamang, sebuah tradisi memasak lamang (lemang) yang telah diwariskan turun-temurun di Minangkabau, kini menghadapi ancaman kepunahan. Seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan gaya hidup, semakin sedikit generasi muda yang terlibat dalam prosesi ini.
Untuk menjaga kelestarian budaya tersebut, masyarakat Nagari Sungai Gayo Lumpo, Kecamatan IV Jurai, Kabupaten Pesisir Selatan, mengadakan Prosesi Malamang sebagai bagian dari tradisi menyambut Bulan Suci Ramadan.
Kegiatan ini juga dirangkaikan dengan Penutupan Sekolah Lapangan (SL) yang diselenggarakan secara kolaboratif bersama Bank Indonesia (BI) Perwakilan Provinsi Sumatera Barat.
Acara ini berlangsung pada Kamis, 27 Februari 2025, di Kampung Koto, Nagari Sungai Gayo Lumpo. Ratusan warga hadir dalam kegiatan ini, termasuk para petani, pelaku UMKM, akademisi, serta perwakilan pemerintah daerah.
Tradisi Malamang sebagai Sarana Silaturahmi

Prosesi Malamang bukan sekadar aktivitas memasak, tetapi juga menjadi ajang berkumpul dan mempererat tali silaturahmi antarwarga. Dalam tradisi ini, masyarakat secara gotong royong menyiapkan bahan-bahan seperti beras ketan, santan, dan daun pisang, lalu memasaknya dalam ruas bambu yang dibakar di atas bara api.
Tokoh adat Nagari Sungai Gayo Lumpo, Datuk Rajo Malano, menjelaskan bahwa Malamang merupakan simbol kebersamaan dan kekompakan masyarakat.
“Dulu, Malamang selalu dilakukan menjelang Ramadan atau dalam acara adat. Namun, sekarang semakin jarang dilakukan karena banyak generasi muda yang tidak tertarik,” ujarnya.
Ia berharap acara ini dapat menggugah kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga tradisi.
“Jika kita tidak melestarikan Malamang, maka suatu saat anak-cucu kita hanya akan mengenalnya dari cerita, bukan dari pengalaman langsung,” tambahnya.
Peran Bank Indonesia dalam Penguatan Ekonomi Lokal

Kegiatan ini juga menjadi momentum penting dalam penguatan ekonomi masyarakat, terutama di sektor pertanian dan UMKM.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat, Muhamad Abdul Madjid, menegaskan bahwa kolaborasi ini bukan hanya untuk melestarikan budaya, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Sekolah Lapangan (SL) ini bertujuan untuk memberikan manfaat nyata bagi sektor pertanian dan pariwisata. Dengan dukungan program yang tepat, kami berharap Pesisir Selatan bisa menjadi daerah unggulan dalam pertanian organik dan digital farming,” jelasnya.
Selain itu, BI juga berperan dalam memberikan pendampingan kepada pelaku usaha kecil dan menengah agar mereka dapat mengembangkan produk berbasis kearifan lokal, seperti lamang kemasan yang bisa dipasarkan secara lebih luas.
Meningkatkan Produktivitas Pertanian dengan Teknologi

Di sisi lain, Pemkab Pesisir Selatan terus mendorong inovasi dalam bidang pertanian untuk meningkatkan hasil produksi dan kesejahteraan petani.
Sekretaris Daerah Pesisir Selatan, Mawardi Roska, S.I.P, menjelaskan bahwa metode Mulsa Tanpa Olah Tanah (MTOT) telah terbukti memberikan hasil yang lebih baik dengan biaya lebih efisien.
“Dengan metode MTOT, petani bisa bersawah dengan lebih hemat air, ramah lingkungan, dan biaya yang lebih rendah,” katanya.
Saat ini, harga beras premium di pasaran mencapai Rp25.000 per kilogram. Dengan menerapkan metode pertanian organik, para petani di Sungai Gayo Lumpo dapat menghasilkan beras berkualitas tinggi yang memiliki nilai jual lebih baik.
Nagari Sungai Gayo Lumpo memiliki sekitar 200 hektar lahan sawah produktif. Jika metode MTOT diterapkan secara luas, potensi ekonomi masyarakat akan meningkat signifikan.
Kendala dalam Penggilingan Padi

Namun, ada tantangan yang harus diatasi, terutama dalam hal penggilingan padi. Mawardi menyoroti bahwa fasilitas penggilingan di daerah ini masih kurang memadai, sehingga berdampak pada kualitas beras yang dihasilkan.
“Huller (mesin penggilingan padi) yang digunakan saat ini sudah usang dan menghasilkan rendemen beras yang rendah,” jelasnya.
Rendemen giling, yang merupakan persentase berat beras dari gabah yang digiling, sangat bergantung pada kualitas mesin. Oleh karena itu, pemerintah daerah berencana untuk meningkatkan fasilitas penggilingan guna memastikan petani mendapatkan hasil optimal.
Sinergi untuk Masa Depan
Kolaborasi antara masyarakat, pemerintah daerah, dan Bank Indonesia ini diharapkan menjadi langkah awal dalam upaya pelestarian budaya serta peningkatan ekonomi lokal. Dengan semangat gotong royong, tradisi Malamang bisa terus hidup, dan sektor pertanian dapat berkembang lebih maju.
“Kami berharap program seperti ini dapat terus berlanjut, sehingga budaya tetap lestari dan ekonomi masyarakat semakin kuat,” tutup Mawardi. (Ronal)






