Urgensi Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah di Sumatera Barat

  • Whatsapp

Oleh: Ki Jal Atri Tanjung, SPd,. SH,.MH, Wakil Ketua PW Muhammadiyah Sumbar

Upaya mendorong pembangunan di daerah, maka partisipasi publik dan transparansi adalah sebuah keniscayaan. Partisipasi Masyarakat adalah peran serta warga masyarakat untuk menyalurkan aspirasi, pemikiran, dan kepentingannya dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

Read More

Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan pendapatan daerah sejauh ini masih rendah. Oleh karena itu, RAPBD perlu diumumkan sehingga masyarakat bisa mengetahui apakah aspirasi publik tersampaikan dalam Rancangan peraturan tersebut. Selama ini hanya diundang kelompok masyarakat, ormas dan lembaga lainnya pada rapat paripurna hanya sebatas mendengarkan saja bukan memiliki hak bicara.

Partisipasi masyarakat dalam rencana pembangunan Daerah dan Rancangan peraturan daerah merupakan hak bagi masyarakat. Sedangkan transparansi merupakan hak masyarakat dan kewajiban dari badan publik. Badan publik memiliki kewajiban dalam menjalankan ketentuan dalam UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Melalui Undang-Undang KIP, dengan keterbukaan informasi publik dapat mendorong peran aktif masyarakat untuk terlibat dalam perumusan kebijakan publik. Selain itu, juga secara norma, partisipasi publik terbuka pada segala lapisan masyarakat. Masyarakat diberikan ruang untuk menyampaikan usulan, pendapat, dan kritik.

Partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan penganggaran, telah dijamin dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Diatur dalam Pasal 354, bahwa penyelanggaran pemerintahan Daerah, Pemda mendorong partisipasi masyarakat melalui membuka ruang transparansi tentang informasi penyelenggaran pemerintahan dan pengembangan kapasitas masyarakat melalui kelompok dan organisasi masyarakat untuk berperan aktif dalam penyelenggaran pemerintahan.

Berdasarkan UU Pemda, partisipasi publik dapat dilakukan melalui konsultasi publik, musyawarah, kemitraan, penyampaian aspirasi, pengawasan; dan/atau keterlibatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah, dilakukan pada empat tahapan pembangunan, yaitu perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan evaluasi. Pada tahap perencanaan, masyarakat akan terlibat melalui musyawarah dan penyampaian aspirasi pada kegiatan Forum Musyawarah pembangunan (Musrenbang) dari tingkatan desa hingga kota.

Hasil Musrenbang akan dibawa pada pembahasan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan pembahasan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (PPAS). Pada tahap perencanaan, masyarakat dapat terlibat pada pembahasan KUA-PPAS hingga pengesahan APBD. Partisipasi publik dalam proses penganggaran akan mendorong akuntabilitas dalam pembahasan APBD.

Partisipasi masyarakat dalam pembahasan APBD, sejak dalam pembahasan Ketentuan Umum KUA-PPAS merupakan hal yang penting. Namun prakteknya pada tahap ini, terjadi pembahasan dan kesepakatan bersama antara eksekutif dan legislatif. Apabila tidak dikawal secara komprehensif berpotensi mengabaikan aspirasi masyarakat yang telah disampaikan dan lebih mementingkan egosentris pemangku kebijakan. Partisipasi publik dalam pembahasan anggaran dapat melalui menghadiri rapat-rapat pembahasan APBD. Namun selama ini, banyak ditemukan fakta dalam pembahasan APBD,pelaksanaanya cenderung tertutup dari publik dan dilakukan secara singkat sehingga tidak ada ruang bagi masyarakat untuk terlibat.

Pada tahap pelaksanaan anggaran, masyarakat terlibat sebagai mitra pemerintah, baik sebagai penerima manfaat atau sebagai mitra pembangunan. Sedangkan di tahap evaluasi dan pengawasan, masyarakat dapat ikut serta dalam mengawasi untuk memastikan kesesuaian antara jenis kegiatan, volume, kualitas pekerjaan, waktu pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan, dan/atau spesifikasi dan mutu hasil pekerjaan dengan rencana pembangunan daerah yang telah ditetapkan.

Masyarakat seyogyanya diberikan ruang, waktu dan peranan yang yang cukup dalam Pembentukan Peraturan Daerah, termasuk Peraturan Daerah tentang APBD Provinsi Sumatera Barat, APBD Kabupaten/Kota se-Sumatera Barat sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dan lainnya bahwa masyarakat harus diberikan ruang, waktu dan peranan untuk berpartisipasi dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, termasuk Peraturan Daerah, mulai dari Perencanaan, Pembahasan, Pelaksanaan dan Evaluasi termasuk dalam menyusun Naskah Akademik di dua Perguruan Tinggi yang berbeda.

Budaya Partisipasi Masyarakat di Sumatera Barat harus lebih baik dibanding dengan daerah lain, karena Sumatera Barat terkenal dengan budaya musyawarah dan mufakat untuk menentukan kepentingan masyarakat luas (urang banyak), sehingga apa yang dimusyawarahkan dan disepakati bersama akan dilaksanakan bersama dan dipertanggungjawabkan bersama, baik pemerintahan dalam arti luas maupun masyarakat merasa bertanggung jawab dalam melaksanakan segala sesuatu yang dimusyawarahkan dan disepakati bersama.

Penulis mendorong agar DPRD Provinsi Sumatera Barat bersama DPRD Kabupaten/Kota se-Sumatera Barat untuk memberikan ruang dan waktu yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam Pembentukan Peraturan Daerah, terutama dalam Pembentukan peraturan daerah tentang APBD Provinsi Sumatera Barat dan APBD Kabupaten/Kota se- Sumatera Barat. Wallahu ‘alam

Related posts