Urgensi Pengaturan Tinggi Rendahnya Suara Panggilan Ibadah

  • Whatsapp

Oleh : Rizki Nia Sukri Nasution, Amd.P

“Penggunaan pengeras suara dalam pemanggilan ibadah sudah lama dilakukan namun mengapa sekarang menjadi persoalan.”

Read More

Indonesia merupakan Negara yang menjunjung tinggi persatuan serta kesatuan dalam berbangsa, adanya keberagaman Agama, adat, suku serta budaya menjadikan Indonesia salah satu Negara di dunia yang menjunjung tinggi toleransi. Hal ini juga sudah tertuang dalam ideologi Indonesia, yakni pancasila sebagai landasan dalam kehidupan bernegara serta bermasyarakat. Tak kerap pula ditemukan permasalahan antar agama diindonesia tak sering terdengar konflik khususnya antar beragama. Jika kita lihat dari jumlah penduduknya Indonesia menjadi Negara yang termasuk 5 besar dalam jumlah penduduk terbanyak. Selain itu keberagaman suku budaya menjadikan Indonesia menjadi Negara yang kaya akan suku, adat dan budaya.

Namun, beberapa waktu lalu umat islam dikejutkan dengan pernyataan dari Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang mengeluarkan surat edaran pengaturan penggunaan pengeras suara, ini menjadi perdebatan serta membingungkan masyarakat yang mayoritas islam akan urgensinya penggunaan pengeras suara tersebut. Penggunaan pengeras suara ini telah lama dilakukan di indonesia dan dianggap sudah biasa, namun yang lebih membuat masyarkat lebih tidak logis jika penggunaan pengeras suara ini dibandingkan dengan suara anjing yang menggonggong. Tentu ini menjadikan permasalahan pasalnya jika kita analisa wajar saja jika masyarakat terganggun dengan suara anjing sebab itu merupakan suara hewan dan tidak terdengar sisi keindahannya, sedangkan suara azan merupakan lantunan kalimat indah yang dibunykan dengan menggunakan intonasi serta irama.

Ini tentunya sudah dianggap tidak adanya hubungan sikap toleransi, mengapa demikian ? jika memang hal ini mengganggu bagi masyarakat yang bukan beragama islam, harusnya penggunaan pengeras suara ini sudah dikritik dari dulu. Setiap agama memiliki cara masing – masing dalam melakukan panggilan ibadah. Jika umat islam harus melakukan azan 5 kali dalam sehari maka tentunya hal itu menandakan jika rotasi dari ibadah perharinya memang dilakukan rutin 5 kali dalam sehari. Terlebih jika kita lihat dibeberapa daerah sebuah gereja yang berada tidak begitu jauh dari pemukiman orang islam tidak merasa terbebani dengan bunyi dentingan suara lonceng. Sebab hal ini sudah menjadi toleransi tentunya dalam bermasyarakat.

Jika dengan menganalogikan dengan suara anjing maka rasanya ini terlalu berlebihan dalam menganalisa permasalahan gangguan suara tersebut, seharusnya hal seperti ini tidaklah perlu dibicarakan tetapi cukup dengan memiliki rasa mencoba saling memahami antar satu sama lain, penggunaan pengeras suara bukanlah semata-mata digunakan untuk mengusik tetapi memberitahukan jika waktu ibadah telah tiba serta penggunaan pengeras suara yang keras ini diharapkan mampu memberitahukan kepada masyarakat yang jaraknya sedikit atau bahkan jauh. sehingga dengan demikian masyarakat mampu menjalankan ibadah sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Saat ini hingga dikeluarkan surat edaran tersebut tentu melahirkan kontra bagi kalangan pemeluk agama islam sebab hal tersebut dianggap berlebihan dalam mewujudkan sikap toleransi tersebut. Dengan demikian pastinya banyak dikalangan umat beragama islam menolak hal tersebut terlebih disuatu daerah yang mayoritas penduduknya merupakan penduduk beragama islam. Hingga surat tersebut dikeluarkan masih banyak masyarakat yang menyayangkan pernyataan dan analogy tersebut, termasuk saya sendiri. Tentunya masih banyak yang perlu dibenahi tapi bukan mengenai persoalan pengeras suara ini.

Indonesia adalah Negara yang menjunjung tinggi sikap toleransi namun bukan dengan hal yang seperti ini, sebab pemanggilan ibadah (azan) sudah menjadi keharusan bagi umat islam untuk tetap terus menjalankan ibadahnya dan pastinya akan banyak penolakan atau bahkan di khawatirkan akan menimbulkan perdebatan yang mendalam atau bahkan kaji buruknya akan menimbulkan selisih paham atau bahkan perpecahan. Kita juga berharap agar surat edaran tersebut menjadi pertimbangan yang matang dan dicabut agar tidak terjadi hal – hal yang di khawatirkan tersebut. Agar rasa toleransi tetap berjalan susai dengan mestinya, berjalan sesuai dengan sebelumnya tetap aman saja dan tidak menimbulkan keributan hingga perdebatan. (*)

/* Penulis adalah Mahasiswa Universitas Andalas dan Anggota HMI Cabang Payakumbuh.

Related posts