MINANGKABAUNEWS.com, ARTIKEL – Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Papua yang digelar pada 6 Agustus 2025 menjadi catatan penting dalam perjalanan demokrasi di Tanah Papua. Bertepatan dengan rangkaian peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia, momentum ini menghadirkan makna lebih dari sekadar proses elektoral: ia menjadi simbol penguatan persatuan sekaligus pendidikan politik bagi masyarakat.
PSU digelar setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan adanya pelanggaran prosedural dalam pemungutan suara sebelumnya. Sejumlah temuan seperti keterlibatan pemilih yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), ketidaksesuaian rekapitulasi suara, hingga tahapan yang tidak sesuai aturan, membuat proses ini harus diulang.
Dua pasangan calon kembali bersaing. Pasangan nomor urut 1, Benhur Tommy Mano–Constant Karma, berhadapan dengan pasangan nomor urut 2, Marius Fakhiri–Aryoko Rumaropen.
Penjabat Gubernur Papua, Agus Fatoni, menegaskan bahwa PSU yang berlangsung di bulan kemerdekaan adalah pengingat penting: demokrasi harus ditegakkan dengan kejujuran dan keadilan. “Momentum ini bukan hanya untuk memilih pemimpin, tetapi juga wujud nyata kecintaan pada tanah air,” ujarnya.
Demokrasi yang Menguatkan Persatuan
KPU Papua memastikan PSU berjalan lancar di sembilan kabupaten/kota. Ketua KPU Provinsi Papua, Diana Dorthea Simbiak, menyebut distribusi logistik hingga proses pemungutan suara di TPS berlangsung tertib dan aman. Ia bahkan menilai PSU kali ini sebagai yang paling kondusif dibanding tahun-tahun sebelumnya.
“Kondisi damai ini hanya mungkin terwujud karena dukungan semua pihak, mulai dari penyelenggara, aparat keamanan, pemerintah daerah, hingga partisipasi aktif masyarakat,” katanya.
Bawaslu Papua pun memberikan apresiasi. Ketua Bawaslu Papua, Hardin Halidin, menilai koordinasi yang intens antara lembaga penyelenggara, pengawas, aparat, dan masyarakat membuat PSU berlangsung sesuai aturan. Untuk menjaga transparansi, Bawaslu menurunkan lebih dari 3.300 petugas pengawas di seluruh tahapan.
Meski ada saling klaim kemenangan dari masing-masing kubu, KPU menegaskan bahwa masyarakat diminta tetap tenang dan menunggu hasil resmi. Penyebaran informasi yang belum terverifikasi dikhawatirkan hanya akan memicu gesekan di akar rumput.
Pendidikan Politik di Bulan Kemerdekaan
Pengamat politik Universitas Cenderawasih, Yakobus Murafer, melihat PSU ini dari perspektif berbeda. Menurutnya, meski tidak secara langsung berkaitan dengan peringatan HUT RI, pemungutan suara ulang ini justru menyalakan semangat nasionalisme.
“PSU adalah praktik nyata sila keempat Pancasila. Ketika berlangsung tertib, damai, dan demokratis, ia menjadi ajang pendidikan politik bagi masyarakat. Papua bahkan bisa menjadi contoh pelaksanaan pemilu yang berintegritas di wilayah timur Indonesia,” ujarnya.
Yakobus menambahkan, pendidikan politik sangat penting agar masyarakat memilih berdasarkan gagasan dan program kerja kandidat, bukan semata-mata faktor emosional atau kekerabatan. Dengan biaya yang tidak kecil untuk menggelar PSU, partisipasi masyarakat yang tinggi sekaligus menjadi cara meminimalisir pelanggaran di masa depan.
Dari Papua untuk Indonesia
PSU di Papua kali ini membawa pesan yang lebih dalam: perbedaan pilihan politik tidak boleh merusak persaudaraan. Justru, momentum ini harus dimaknai sebagai sarana evaluasi bersama antara penyelenggara, pemerintah, dan masyarakat untuk menghadirkan pemilu yang bermartabat.
Komitmen semua pihak sangat dibutuhkan agar pemilu mendatang benar-benar berlangsung langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Kondisi kondusif yang tercipta di Papua diharapkan menjadi pijakan bagi penguatan demokrasi di masa depan.
Dalam semangat HUT ke-80 Kemerdekaan RI, demokrasi yang sehat adalah wujud penghormatan terhadap jasa para pahlawan. PSU di Papua bukan hanya proses memilih pemimpin, tetapi juga simbol kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan pemilu yang profesional dan transparan.
Akhirnya, pesta demokrasi yang berlangsung damai di Papua menjadi bukti bahwa semangat persatuan bisa tumbuh subur di tengah perbedaan pilihan. Demokrasi yang terjaga akan memperkokoh persaudaraan, persatuan, dan keutuhan NKRI dari ujung barat hingga timur Nusantara. (ANTARA)






