MINANGKABAUNEWS.com, JAKARTA – Masa depan ketahanan pangan dunia ternyata bersumber dari lautan dan perairan Indonesia. Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, dengan tegas menyatakan bahwa blue food atau pangan biru Indonesia siap menjadi penopang utama pasokan pangan global.
Dalam paparannya di Universitas Gadjah Mada, Trenggono mengungkapkan kekuatan nyata di balik pernyataannya. Setiap tahun, Indonesia menghasilkan tidak kurang dari 24 juta ton pangan biru yang berasal dari perikanan tangkap dan budidaya, termasuk di dalamnya komoditas andalan seperti rumput laut.
“Budidaya adalah masa depan kita,” tegas Trenggono, menegaskan arah strategis sektor kelautan dan perikanan ke depan.
Fokus pada budidaya bukan tanpa alasan. Saat ini, produksi perikanan budidaya baru menyentuh 5,6 juta ton per tahun. Angka ini terbilang kecil mengingat Indonesia dianugerahi hamparan potensi lahan budidaya—di darat, laut, dan pesisir—yang mencapai hampir 18 juta hektare. Sayangnya, baru sekitar 6,8% atau 1,2 juta hektare yang telah dimanfaatkan. Ini adalah peluang emas yang masih tertidur.
Melihat potensi besar itu, Kementerian KP tidak tinggal diam. Sebuah terobosan besar telah dimulai dengan program revitalisasi tambak untuk budidaya nila salin di Jawa Barat, yang tahap awalnya membentang seluas 20 ribu hektare. Konsepnya tidak sekadar mengejar produksi, tetapi juga memadukan kelestarian lingkungan dengan pengembangan ekosistem mangrove dan instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) yang terintegrasi.
Yang membuat program ini begitu menggoda adalah lompatan teknologinya. Dari yang semula hanya menghasilkan 0,6 ton per hektare per siklus, produktivitas melesat hingga 130 ton! Dengan teknologi budidaya modern, program ini diproyeksikan menghasilkan sekitar 1,56 juta ton nila salin setiap tahunnya.
Lalu, ke mana hasil produksi yang fantastis ini akan dijual? Trenggono menyambutnya dengan optimisme. Pasar global, khususnya Timur Tengah, disebutnya sebagai sasaran yang tepat seiring dengan meningkatnya kebutuhan protein dunia. FAO bahkan memproyeksikan kebutuhan protein global akan melonjak hingga 70% pada 2050, dengan nilai pasar pangan biru yang diperkirakan menyentuh USD 419 miliar pada 2030.
Dengan kombinasi antara potensi alam yang luar biasa, penerapan teknologi modern, dan strategi pasar yang tepat, Indonesia bukan hanya siap memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri, tetapi juga siap menjadi pemain kunci dalam peta ketahanan pangan dunia.






