MINANGKABAUNEWS.com, ARTIKEL — Memasuki era kepemimpinannya, Presiden Prabowo Subianto menandai komitmennya dengan langkah tegas: mengubah Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menjadi sebuah kementerian penuh, yakni Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI). Langkah ini bukan sekadar perubahan struktural, melainkan respons atas ancaman nyata yang terus membayangi ratusan ribu Warga Negara Indonesia (WNI) yang mencari nafkah di luar negeri, seringkali melalui jalur berbahaya.
Bayang-bayang itu memiliki nama: perdagangan orang dan penipuan daring. Data yang dirilis Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) pada peringatan Hari Anti Perdagangan Orang Sedunia 2025 mengungkap setidaknya 251 pekerja migran menjadi korban. Angka itu disebutkan hanya puncak gunung es. Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (Kabar Bumi) mengingatkan, ada potensi 4,5 juta WNI yang bekerja tanpa dokumen resmi, membuat mereka sangat rentan terperangkap dalam jerat eksploitasi.
Kisah pilu 569 WNI yang berhasil dipulangkan dari Myawaddy, Myanmar, pada Maret 2025 akibat terjebak online scam, adalah bukti konkretnya. Kementerian Luar Negeri mencatat fenomena mengkhawatirkan: lebih dari 10.000 kasus online scam melibatkan WNI sejak 2020, dengan jaringan yang merambah hingga Afrika Selatan. Yang lebih memprihatinkan, iming-iming gaji tinggi tak hanya menjerat mereka yang putus asa, tetapi juga menarik pekerja yang sudah memiliki posisi layak di luar negeri. Bahkan, ada pola pengulangan—korban yang sudah diselamatkan justru kembali terlibat setelah dipulangkan.
Menghadapi pola kasus yang berulang dan kompleks, pemerintah, melalui KP2MI, kini bergerak dengan pendekatan lebih holistik. Menteri P2MI Mukhtarudin menegaskan, perlindungan harus diberikan secara menyeluruh: sebelum, selama, dan setelah penempatan. Filosofi ini diwujudkan dalam program-program yang berusaha menyentuh akar permasalahan.
Di garis depan pencegahan, ada Program Desa Migran Emas. Ini adalah upaya membangun ekosistem migrasi aman dari tingkat desa. Melalui kolaborasi dengan berbagai pihak, program ini menawarkan edukasi migrasi aman, pusat pelatihan keterampilan, hingga layanan pengaduan dan bantuan hukum. Tujuannya, menciptakan masyarakat yang sadar risiko sehingga tidak mudah terbujuk oleh calo atau sindikat yang menawarkan jalan pintas ke luar negeri.
Upaya lain adalah melalui Buku Saku Literasi Keuangan. Banyak persoalan PMI berawal dari mimpi mengubah nasib secara instan. Buku saku ini hadir untuk melindungi PMI dan keluarganya dari sisi finansial, mengajarkan pengelolaan uang yang bijak agar hasil jerih payah di perantauan tidak menguap sia-sia.
Di sisi penegakan hukum, KP2MI memperkuat kerja sama dengan kepolisian, TNI, dan keimigrasian untuk memutus mata rantai pengiriman non-prosedural. Pembentukan Tim Reaksi Cepat menjadi senjata baru untuk memburu sindikat yang membawa PMI melalui jalur ilegal, yang seringkali berujung pada perdagangan orang.
Namun, jalan masih panjang. Seperti disuarakan Kabar Bumi, tantangan budaya seperti keinginan untuk berhaji dengan cepat yang mendorong migrasi non-prosedural ke Arab Saudi, serta infrastruktur layanan yang belum optimal, masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
Transformasi BP2MI menjadi KP2MI adalah sinyal politik yang kuat. Kini, tugasnya adalah menerjemahkan sinyal itu menjadi aksi nyata yang terasa hingga ke pelosok desa. Melalui kombinasi pencegahan berbasis komunitas, pemberdayaan keterampilan, penegakan hukum, dan pendampingan berkelanjutan, harapan untuk menciptakan migrasi yang aman, bermartabat, dan menguntungkan bagi Indonesia, perlahan tapi pasti, sedang diupayakan untuk diwujudkan.






