GEMPARKAN ISTANA! Prabowo Beri ‘Ultimatum’ ke Para Menteri: 18 Proyek Strategis Harus Tuntas Tahun Ini!

  • Whatsapp

MINANGKABAUNEWS.com, JAKARTA – Suasana Istana Kepresidenan pada Kamis (6/11/2025) siang mendadak berubah menjadi ruang komando percepatan pembangunan. Presiden Prabowo Subianto secara mendadak memanggil para menteri intinya untuk menggelar rapat terbatas yang berisi instruksi langsung dan target yang tak bisa ditawar.

Rapat yang berlangsung selama约 dua jam itu bukan sekadar dengar laporan, melainkan sebuah geladi resik untuk memacu laju dua program andalan pemerintah: hilirisasi masif dan program Kampung Nelayan Merah Putih.

Pasca-rapat, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia terlihat bersemangat sekaligus tertantang. Kepada awak media, ia membeberkan “amanat khusus” dari sang Presiden. “Kami mendapat arahan untuk menyelesaikan 18 proyek hilirisasi yang sudah selesai pra-studi kelayakan. Targetnya, semua harus tuntas pada tahun ini juga,” tegas Bahlil.

Artinya, pada 2026, tidak ada lagi waktu untuk wacana. Semua proyek strategis di sektor perikanan, pertanian, energi, mineral, dan batu bara itu harus sudah groundbreaking dan berjalan di lapangan.

Sorotan lain juga diberikan pada sektor kelautan. Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, mendapat mandat ganda. Pertama, mempercepat realisasi Kampung Nelayan Merah Putih. “Sampai akhir 2025, target kita 65 kampung. Saat ini progresnya sudah 20-30 persen,” ujar Trenggono.

Kedua, sebuah tugas raksasa: membangun pusat budi daya perikanan darat di 500 kabupaten secara nasional. Presiden Prabowo ingin proyek ambisius ini sudah rampung pada 2026. “Tahun ini kita mulai dengan 100 titik dulu,” tambah Trenggono, menyadari betapa beratnya target tersebut.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, yang juga hadir, menyimpulkan rapat ini dengan satu kata: percepatan. “Intinya, kita akan dorong percepatan hilirisasi. Tidak ada waktu untuk ditunda,” tandas Airlangga.

Dengan rapat kilat ini, Presiden Prabowo jelas sedang mengirimkan sinyal kuat: pemerintahannya bekerja dengan tempo tinggi. Para menteri dituntut lari, bukan jalan. Mampukah mereka memenuhi “ultimatum” ini? Semua mata kini tertuju pada realisasi di lapangan.

Related posts