MINANGKABAUNEWS.com, ARTIKEL – Pekik minta tolong dan deru air lumpur menggantikan sunyinya pagi di Sumatra bagian utara, Rabu, 27 November 2025. Hujan yang tak henti menuangkan duka, memicu banjir bandang dahsyat yang menyapu kampung-kampung di Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh. Di balik lumpur yang menimbun ratusan rumah dan nyawa, sebuah kekuatan justru bangkit menjulang: solidaritas yang tak tertimbun.
Laporan terakhir BNPB per 4 Desember 2025 mencatat pilu: 836 jiwa meninggal dunia, 402 orang masih hilang. Puluhan ribu mengungsi, ribuan rumah rusak, infrastruktur terputus. Ranah Minang, tanah Serambi Mekkah, dan bumi Sumatra Utara berurai air mata. Potongan kayu gelondongan yang turut menyapu permukiman warga membuka luka lama: lemahnya pengawasan hutan dan praktik pembalakan liar yang diduga turut memperparah bencana.
Namun, dari dalam puing dan kepedihan, tumbuh pohon raksasa bernama solidaritas bangsa. Narasi kepedulian mengalir deras melalui jurnalisme warga, video netizen, dan liputan media sosial, memupuk empati yang melampaui batas.
Gelombang bantuan tak terbendung menuju titik-titik terisolasi. Spontanitas warga biasa, komunitas relawan, hingga selebritis dan pejabat negara bergerak serentak. Presiden RI Prabowo Subianto menegaskan komitmen negara: “Saya pastikan semua korban ditangani dan infrastruktur dibangun kembali.”
Di tataran teknis, BUMN sebagai badan usaha milik rakyat bahu-membahu. “BUMN adalah milik rakyat dan harus hadir saat masyarakat membutuhkan,” tegas COO Danantara, Dony Oskaria, dalam rapat koordinasi cepat di Padang.
Wakil rakyat di daerah pun turun langsung. Andre Rosiade mendatangi korban, sementara Zigo Rolanda menyuarakan krisis air bersih di Padang. Nama-nama seperti Rahmat Saleh, Hj. Nevi Zuairina, dan Cindy Monika, meski berbeda partai, menunjukkan aksi nyata yang serempak.
Dunia digital menjadi penyalur amalah yang efektif. Selebgram Minang seperti Ferry Irwandi dan Khairen menggalang donasi hingga miliaran rupiah dalam hitungan jam. Menteri Pertanian Amran menginisiasi pengumpulan dana signifikan, demikian pula dengan figur publik seperti Dedi Mulyadi (KDM) yang langsung mendirikan posko.
Bencana ini bukan lagi musibah lokal, melainkan tragedi kemanusiaan yang menggugah seluruh bangsa dan mendapat perhatian dunia. Setiap tetes air mata korban, dibalas dengan gelombang kepedulian tanpa batas.
Di balik nestapa, ada pelajaran berharga yang harus dijadikan pijakan bangkit. Pertama, bencana ini adalah alarm keras tentang lemahnya tata kelola hutan. Pembalakan liar (illegal logging) harus diusut tuntas dengan penegakan hukum yang tegas. Pemberlakuan moratorium skema PHAT (Pemegang Hak Atas Tanah) oleh Kementerian Kehutanan adalah langkah awal yang perlu diikuti audit lingkungan menyeluruh dan rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan melibatkan masyarakat adat.
Kedua, sistem mitigasi bencana harus segera ditransformasi. Pembaruan infrastruktur tanggul dan jalur evakuasi, serta penerapan sistem peringatan dini berbasis komunitas, adalah keniscayaan. Revisi tata ruang untuk melarang pembangunan di zona rawan bencana dan alokasi dana khusus pemulihan ekologi dalam APBN/APBD menjadi krusial.
Ketiga, dan yang terpenting, solidaritas ini tidak boleh padam saat keadaan darurat berlalu. Bantuan jangka panjang untuk pemulihan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan korban adalah bukti nyata bahwa kepedulian kita berkelanjutan.
Gelombang solidaritas adalah bukti nyata ketangguhan sosial bangsa Indonesia. Ia adalah energi yang mampu menembus sekat politik, profesi, dan geografi.
Kini, saatnya solidaritas spontan bertransformasi menjadi gerakan berkelanjutan untuk membangun ketangguhan ekologis dan sosial. Memperbaiki tata kelola hutan, memperkuat kesiapsiagaan, dan membangun kembali kampung dengan prinsip yang lebih tangguh dan berwawasan lingkungan.
Bencana boleh menimbun kampung, rumah, dan kenangan. Namun, ia tak pernah sanggup menimbun kemanusiaan dan harapan. Dari lumpur dan air mata Sumatra, solidaritas justru tumbuh gagah, menjadi penopang bagi bangsa untuk bangkit dan melangkah lebih baik.
Salam tangguh dan bangkit, negeri kami!






