MINANGKABAUNEWS.com, BUKITTINGGI — Ketua Umum MUI Sumatera Barat, Buya Dr. Gusrizal Gazahar Datuak Palimo Basa, menegaskan bahwa fikih zakat bukan hanya ditujukan bagi mereka yang berkecukupan secara harta, tetapi menyangkut seluruh lapisan masyarakat. Hal ini disampaikan dalam Kajian Fikih Ibadah rutin pada Jumat pagi, yang kini memasuki pembahasan baru setelah menyelesaikan fikih salat.
Dalam pengajiannya, Buya Gusrizal menjelaskan bahwa pembahasan fikih zakat mencakup dua kelompok utama: muzakki (orang yang wajib menunaikan zakat) dan mustahik (orang yang berhak menerima zakat). Bahkan, beliau menambahkan adanya kelompok ketiga, yaitu mereka yang berada di antara dua posisi tersebut—tidak cukup untuk menjadi muzakki, tetapi juga belum termasuk mustahik.
“Jangan ada yang berpikir bahwa kajian zakat hanya untuk orang kaya. Karena fikih zakat tidak hanya berbicara tentang menunaikan zakat, tetapi juga tentang siapa yang berhak menerimanya,” jelas Buya.
Menurutnya, memahami fikih zakat penting bagi setiap Muslim agar tidak terjebak dalam pengertian keliru. Salah satunya adalah ketika zakat hanya dipahami secara bahasa sebagai “pertumbuhan” (annamā dan azzīyādah), yang kadang digunakan sebagai alasan untuk tidak menunaikan kewajiban zakat emas atau harta tertentu yang dianggap tidak “bertambah”.
Buya Gusrizal juga menekankan bahwa banyak kata zakah dalam Al-Qur’an bermakna pembersihan (tathīr), keberkahan (barakah), kesalehan (ṣalāḥ), dan pujian (madḥ), selain makna pertumbuhan. Contohnya, dalam QS. Asy-Syams: qad aflaḥa man zakkāhā, bermakna “beruntunglah orang yang menyucikan jiwanya,” bukan zakat dalam arti harta.
“Kalau hanya memahami zakat sebagai harta yang tumbuh dan bertambah, maka akan banyak yang mencari helah (alasan) untuk lari dari kewajiban. Ini keliru. Zakat adalah syariat yang membutuhkan iman untuk menjalankannya,” tegasnya.
Buya juga mengkritik praktik manipulasi, seperti menghindari haul atau mengurangi harta menjelang jatuh tempo zakat agar tidak sampai nisab. Menurutnya, ini adalah bentuk pelanggaran terhadap semangat syariat dan mencerminkan lemahnya iman.
Kajian ini direncanakan berlangsung dalam beberapa pertemuan mendatang, dimulai dari pembahasan dasar-dasar zakat secara bahasa, istilah, dan aplikasinya dalam kehidupan.
Buya Gusrizal menegaskan bahwa syariat zakat adalah untuk seluruh umat Islam. Maka, setiap Muslim perlu memahami fikih zakat, baik sebagai pemberi maupun penerima, agar tidak terjerumus pada kelalaian atau manipulasi dalam beragama.






