MINANGKABAUNEWS.com, JAKARTA — Pemerintah gaspol perlindungan anak pasca lebaran, dengan bentuk satgas untuk berantas judi online dan pornografi
Hal ini disampaikan Presiden Joko Widodo, Menkominfo dan Menkopolhukam yang ingin segera mengurangi anak anak terpapar pornografi dan judi online. Dengan mandat membentuk tim gugus tugas.
Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra mengajak semua pihak untuk mendukung langkah pemerintah.
“Memang ada situasi darurat tentang anak anak yang terpapar kedua isu tersebut.
Karena tidak mungkin ya, bila pemerintah tidak intervensi total. Karena anak anak tidak bisa melindungi dirinya sendiri di ranah daring,” Kata Jasra dalam keterangan tertulisnya.
Lanjutnya, Karena kita tahu, energi anak yang sangat besar dalam tumbuh kembangnya, banyak tersalurkan di dunia digital.
Menurutnya, Hanya seringkali kebutuhan anak yang krusial untuk menjemput tumbuh kenbangnya ini, dimanfaatkan pihak lain, dibelokkan pihak lain demi keuntungan pribadi dan kelangengan tali temali industri candu. Karena sebenarnya berbagai industri candu telah dibatasi dan di sepakati para pemegang kebijakan untuk dijauhkan dari anak. Tapi pada realitasnya kebijakan yang bagus itu, tidak serta merta menjauhkan, tapi semua produk itu sudah ditangan anak. Yang menjadi keberhasilan memanjangkan umur produk dengan menyasar umur anak, sebagai konsumen jangka panjang. Seperti produksi berbagai tontonan kekerasan, rokok, vape, miras, narkoba, judi online, game online, dan prostitusi.
Ia memaparkan Datanya sudah di ungkap pemerintah sangat besar ya, berbagai media belakangan mengungakapnya, sehingga butuh langkah cepat agar anak anak terlindungi di ranah daring.
Anak anak seringkali menghadapi hambatan, kesulitan dalam memgembangkan bakat dan minatnya. Namun mereka memiliki harapan yang tinggi, bisa terfasilitasi. Hanya kita tahu, antara menjemput harapan dan kenyataan ini. Tidak selalu terfasilitasi baik, dari lingkungan terdekatnya. Sehingga anak anak banyak berpindah ke ranah daring.
Sayangnya perlindungan anak anak di ranah daring menghadapi tantangan besar. Karena tidak mudah di intervensi. Meski ada pembatasan, agar anak terlidungi. Tapi pada kenyataannya sangat sulit ya. Karena belum ada alat yang bisa mendeteksi cepat, ketika kejahatan tali temali industry candu meng grooming anak melalui jaringan pribadinya. Yang kita tahu sangat professional dalam mengajak anak anak Indonesia, menjadi perilaku salah, menempatkan anak dalam perilaku salah, dan mengancamnya bila anak anak tersebut akan keluar.
Karena apa yang diharapkan kita semua, produk itu jauh dari jangkauan anak, ternyata sekarang semua sudah ditangan anak. Kasusnya sudah menggunung. Sehingga pemerintah penting lebih ketat melawan tali temali industri candu yang menyertakan anak.
Sebelumnya (27/3) KPAI saat beraudiensi dengan Menkominfo, menyoroti 2 isu besar ini. Dan KPAI menyampaik data 3 tahun terakhir sejak 2021 sampai 2023, bahwa akibat 2 isu besar tersebut, ada 287 anak menjadi korban kejahatan pornografi, 194 anak sebagai korban perundungan di dunia maya, 60 anak menjadi korban penculikan, 16 anak menjadi korban perdagangan, 118 di ekesploitasi dengan motif ekonomi, 70 anak diperkerjakan, 115 anak di jebak dalam dunia prostitusi dengan secara langsung menjebak anak dan jaringan pribadi anak,
Karena mereka merasa bisa menjemput impian mereka dengan berbagai tawaran di industri candu yang mencoba memberi alternatif instant dalam menjawab kegelisahan mereka. Namun anak tidak memahami bahwa mereka sedang dimasukkan dalam perangkap yang akan membawanya dalam situasi yang sangat buruk.
Hal inilah yang harus di edukasi dan ditanamkan secara rutin kepada anak Dengan memperhatikan psikologis dari tumbuh kembang mereka. Bahwa dampak pandemi tali temali industri candu. Tidak langsung terlihat tapi mematikan
Sehingga tidak mungkin memutusnya, kecuali pemerintah fokus sejak dini, dengan menjauhkannya dari jangkauan, bahkan keinginan orang tua sebenarnya memutusnya.
Karena kalau sudah terlanjur mengkonsumsi industri candu, di dewasa nya akan sangat sulit di intervensi dan tidak bisa di tahan untuk tidak mengkonsumsi.
Seperti kita tahu, berbagai cara tali temali industri candu berusaha menjauhi aturan larangan pemerintah, dengan mereka masuk melalui produk produk yang di sukai anak, atau memanfaatkan, seolah olah mendukung tumbuh kembang anak, padahal sebenarnya sedang membuat ketergantungan dan manipulatif.
Seperti rokok yang berubah jadi vape, judi yang berbau game online, narkoba dibentuk serupa dengan industri makanan anak, grooming melalui karakter yang di sukai anak, menggunakan produk yang sebenarnya manipulatif. Berbagai perwujudan kemasan produk ini, semakin menjauhi dari aturan.
Sehingga menjadi tantangan tersendiri, untuk pemerintah mengambil sikap berani untuk melawan berbagai tali temali industri candu, yang mulai mengguritai anak, dan membuat anak sulit keluar. Dengan data yang telah disampaikan kepada KPAI kepada pemerintah.
Karena dampaknya sangat mengerikan ya, melihat semakin mudanya anak anak masuk dalam perlakuan salah, terperangkap dan sulit keluar dari tali temali industri candu. Yang perlu segera di antisipasi.
Betapa daruratnya untuk negara segera mengambil peran mengantisipasi, dengan masifnya korban anak berjatuhan, yang selalu di yakini, dari data kasus yang terungkap, sebenarnya adalah fenomena data puncak gunung es, yang sebenarnya lebih banyak anak yang tidak terjangkau, dengan terbongkarnya jaringan pornografi anak sesama jenis (25/2) yang dilakukan Kepolisian dan FBI, kemudian kasus TPPO dengan produksi pornografi anak yang menjadi konsumsi jaringan internasional di Jabodetabek, penemuan transaksi judi online anak (3/1) yang mencapai 200 trilyun dan Polres Lampung Tengah yang berhasil membongkar jaringan prostitusi anak (4/2).
Dari temuan ini saja, ketika KPAI turun ke bawah melakukan pengawasan di penyebaran konten pornografi anak dengan TKP Kabupaten Tanah Laut Propinsi Kalimantan Selatan, anak anak yang menjadi korban belum mendapatkan pendampingan psikologis dari Pemerintahan setempat. Artinya memang sangat penting koordinasi, penganggaran dan keberpihakan sejak awal, agar para petugas dapat terkonek pada korban, juga layanan dan Lembaga rehabilitasinya tersedia. Bahkan yang lebih jauh dari itu, bagaimana negara menyediaan manajemen rujukan dan manajemen kasus sudah dapat diakses keluarga sejak dari pintu rumah mereka. Karena masalah awal sesungguhnya ada disana. Kalau yang kita lihat sekarang, selalu sudah menjadi masalah puncaknya.






