Makna Kemerdekaan di Mata Masyarakat Akar Rumput

  • Whatsapp

MINANGKABAUNEWS.com, ARTIKEL – Suasana berbeda tampak di Pulau Lakkang, Kelurahan Lakkang, Kecamatan Tallo, Kota Makassar, pada peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia. Pulau kecil yang biasanya tenang itu seketika hidup dengan warna merah putih yang berkibar di setiap halaman rumah, disertai tawa riang anak-anak yang mengikuti berbagai lomba rakyat.

Para lelaki di kampung itu berperan sebagai juri lomba, sementara para ibu sibuk menyiapkan hidangan sederhana untuk peserta dan warga. Sebelum perlombaan dimulai, Sang Merah Putih terlebih dahulu dikibarkan dengan penuh hormat. Lagu kebangsaan Indonesia Raya pun bergema, berpadu dengan suara rimbun bambu yang melingkupi pulau tersebut.

Bagi warga setempat, kemerdekaan bukan sekadar seremoni yang ditayangkan di layar televisi. Mereka memaknainya sebagai kebersamaan, berbagi suka dan duka dalam kehidupan sehari-hari, serta kesempatan untuk sekali dalam setahun bersatu merayakan hari besar bangsa.

Husnah, seorang pedagang sayur keliling di pulau itu, menyampaikan bahwa kemerdekaan baginya sangat sederhana: dagangan laku, anak-anak bisa terus sekolah, dan ada uang untuk mengisi bensin motor yang ia gunakan menjajakan sayuran. “Kemerdekaan itu bukan hal besar, cukup bisa mencari nafkah dengan layak,” tuturnya.

Pandangan serupa datang dari Daeng Ramli, petani di perbatasan Makassar–Maros. Baginya, kemerdekaan berarti harga pupuk yang terjangkau, hasil panen yang dihargai dengan layak, dan anak-anak yang bisa mengenyam pendidikan. “Kalau panen berhasil, artinya kami bisa terlepas dari lilitan utang biaya produksi,” ujarnya.

Sementara itu, Mustari, seorang nelayan di Pulau Kodingareng, menilai kemerdekaan adalah ketika dirinya tidak lagi bergantung pada juragan kapal. Selama ini, mayoritas nelayan masih terikat utang dengan pemilik kapal. Ia bermimpi bisa berlayar dengan modal sendiri, tanpa tekanan utang yang mengekang.

Bagi masyarakat akar rumput, kemerdekaan bukan sekadar simbol pengibaran bendera, melainkan kesempatan untuk hidup lebih baik: kebutuhan sehari-hari tercukupi, anak-anak dapat bersekolah, dan layanan publik bisa diakses tanpa diskriminasi.

Program pendidikan gratis yang digalakkan pemerintah, misalnya, sedikit banyak meringankan beban mereka. Tak perlu lagi memikirkan biaya SPP, iuran komite, atau pungutan pembangunan sekolah. Begitu pula program kesehatan gratis melalui Kartu Indonesia Sehat (KIS). Meski masih ada keluhan soal perbedaan layanan, mereka berharap fasilitas ini benar-benar setara dengan pasien umum.

Pengamat komunikasi sosial dan budaya, Dr. Hadawiah Hatita, menekankan bahwa makna kemerdekaan bagi rakyat kecil erat kaitannya dengan akses atas kebutuhan dasar: pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. “Bagi masyarakat bawah, kemerdekaan bukan jargon, tapi kenyataan hidup sehari-hari. Kemerdekaan adalah ruang harapan yang harus terus diisi dengan keadilan sosial, kesejahteraan, dan kesempatan kerja yang merata,” jelasnya.

Namun realitas di lapangan menunjukkan perjuangan belum usai. Petani masih bergulat dengan harga gabah yang kerap dipermainkan tengkulak. Nelayan menghadapi cuaca ekstrem, keterbatasan bahan bakar, dan kebutuhan teknologi untuk menjaga kesegaran ikan hingga sampai ke pasar.

Di tengah keterbatasan itu, perayaan kemerdekaan tetap menjadi momen syukur sekaligus pengingat. Lomba rakyat, doa bersama, dan kerja bakti menjadi simbol semangat persatuan. Sementara derap langkah barisan merah putih di istana negara menjadi penguat harapan mereka bahwa suatu saat kehidupan bisa lebih baik.

Masyarakat akar rumput menaruh harapan besar pada pemerintah agar berbagai program benar-benar menyentuh kebutuhan mereka dan tidak ternodai praktik korupsi yang melukai hati rakyat. Hanya dengan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, cita-cita sila kelima Pancasila, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, dapat diwujudkan.

Harapan itu kini berpaut dengan semangat yang dibawa Presiden Prabowo Subianto sebagai pemimpin bangsa. Bagi rakyat kecil, itulah makna kemerdekaan yang sesungguhnya—hidup dengan lebih layak, adil, dan penuh harapan. Merdeka!

Related posts