Mengenal Sejarah Silek Minang Pauah Limau Sakato

  • Whatsapp

Oleh: Fadila Deliankar

Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan budaya, dari sabang sampai merauke terhampar beribu adat/etnis yang berbeda dari yang lainnya. Inilah yangmembedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lain. Setiap adat mempunyai segudang tradisi yang dimiliki sehingga memberikan warna tersendiri pada wajah Indonesia yang dapat mengangkat Indonesia di mata dunia. Indonesia juga merupakan wisata budaya yang paling banyak diminati oleh negara-negara di belahan dunia, terutama adat kesenian Minangkabau yang kaya akan tradisi yang unik dan menarik.

Salah satu yang cukup menarik dan terkenal di Minangkabau adalah kesenian bela diri silek. Silek adalah representasi budaya Minangkabau. Kebudayaan dalam konteks ini dipahami sebagai sistem nilai yang mengarahkan perilaku. Di setiap nagari atau desa terdapat sasaran atau tempat berlatih pencak silat. Di Minangkabau sendiri, seni bela diri pencak silat ini disebut dengan silek atau gayuang. Aliran Silek Minangkabau juga sering disebut sebagai sumber dari berbagai aliran lain, maka dari itu dikatakan bahwa aliran Silek di Minangkabau merupakan aliran murni pencak silat yang terdapat di Indonesia (Ulfitrah, 2018: 105).

Aliran merupakan gaya pencak silat yang diajarkan, dianut, dan dipraktikkan oleh suatu perguruan. Ragam gerak silek di Minangkabau memiliki pertahanan yang terbuka, tetapi sekaligus tertutup, dan lebih banyak menerapkan teknik-teknik yang menggunakan kaki dan tungkai dalam pelaksanaan serangan serta teknik hindaran, elakan, dan egosan dalam pelaksanaan belaan. Di pesisir pantai, silek memiliki kuda-kuda yang sangat rendah sehingga hampir menyentuh bagian tanah dan lebih banyak menggunakan serangan tangan, sedangkan di pedalaman banyak dipergunakan serangan kaki dan kuda-kuda yang berbentuk tinggi dengan ciri menggantungkan satu kaki dan sekali-sekali melakukan tepukan tangan pada bagian paha (Ulfitrah, 2018: 105). Hal ini disebabkan gerakan silek menyesuaikan dengan kondisi alam lingkungan di mana pertama kali silek tersebut diciptakan. Dalam artikel ini kita dapat menggunakan pendekatan etnografi. Etnografi merupakan pekerjaan mendeskripsikan suatu kebudayaan.

Secara metode etnografi terdapat hubungan antara agama dan budaya. Menurut Malefejit (dalam Agus: 1999) agama adalah salah satu aspek penting dari kebudayaan yang tidak hanya ditemukan dalam setiap masyarakat, tetapi juga berinteraksi secara signifikan dengan institusi budaya lain. Ekspresi religius ditemukan dalam budaya material, perilaku manusia, nilai, moral, sistem keluarga, ekonomi, hukum, politik, pengobatan, sains, teknologi, seni, pemberontakan, perang, dan sebagainya. Persoalan-persoalan agama erat kaitannya dengan kebudayaan karena berhubungan dengan sistem ide, sistem nilai, sistem norma, sistem hukum dan tingkah laku.

Kebudayaan dikembangkan oleh masyarakat dari ajaran agama yang bersangkutan dan dilaksanakan serta diyakini melalui hasil pemahaman rasa, cipta, dan tindakan. Silek Minang ditemukan di seluruh wilayah kebudayaan Minangkabau atau wilayah administratif Sumatera Barat, yang terdiri dari 12 kabupaten dan 7 kota. Semenjak diterapkannya kebijakan otonomi daerah pada tahun 1999, Pemerintah daerah Sumatera Barat hadir dengan kebijakan budaya yang ditandai dengan slogan, “Kembali ke Nagari. Kembali ke Surau”. Kembali ke Nagari merupakan langkah awal untuk mengembalikan sistem tradisional masyarakat Minangkabau atas pembagian wilayah dan untuk menyadari otonomi daerah berdasarkan adat mereka.

Sementara kembali ke Surau merupakan pernyataan tekad untuk mengembalikan budaya yang diturunkan di Surau dan kehidupan tradisional berdasarkan nagari yang diadakan di sekitar Surau. Surau telah menjadi situs penting kehidupan sosial masyarakat Minangkabau sebagai tempat untuk menyerahkan adat, seperti praktik keagamaan dan praktik silek, ke generasi berikutnya. Surau ini, terdapat orang-orang dari berbagai kalangan usia, mulai dari anak- anak hingga orang tua, yang mayoritasnya adalah laki-laki muda yang tinggal bersama di sana sambil belajar adat, Islam, pengetahuan tentang kehidupan sehari-hari, kebijaksanaan duniawi, dan silek (Seiji MURAO, 2013: 51-52).

Dengan demikian Silek memiliki banyak aliran, seperti Silek Pauh Limau Sakato, pertama kali dipimpin oleh Rajo Putih Anak merupakan Datuk Bandaro Sungai Tarab, yang mendapat titah dari Sungai Tarab dan diangkat Pagaruyuang untuk menjadi Raja Rantau Pauh XIV (ALam Ampek Baleh). Sebab itu Pauh XIV (Pauh V dan Pauh IX), mempunyai adat nan salingka nagari, bacupak nan salingka batung, bedaulat ke Pagaruyuang/ Minangkabau.

Pada masa zaman penjajahan Silat Pauh utuk menjaga kemungkinan atau kampung-kampung dari serangan bangsa asing yaitu IIC Dan VOC, untuk itu Rajo Putih membentuk Tuo-Tuo Nagari di Pauh Siampek Baleh, (Pauh V dan Pauh IX). Rajo Putuh ini berhak atau dibolehkan untuk membuat peraturan sendiri, beliau merupakan perwakilan dari Pagaruyuang/Minangkabau seperti meminta upeti. Silat Minang yang berkembang di Pauh XIV dengan nama Silat Pauh sebelum diajarkan dibuatlah suatu perjanjian bersatu untuk membela nagari dan adat.

Menurut nenek moyang Pauah, Silek Pauh Limau Sakato itu dari Datuak Rajo Api saudara dari Datuk Rajo Putih, kemudian dipurungkan (diwariskan) kepada bapak Buyuang Basri dan membentuk perguruan Alang Bangkeh, kemudian perguruan Alang Bangkeh yang didirikan oleh Buyung Basri itu pecah, dan di Pauh hanya tersisa beberapa perguruan Silek Pauh seperti Lima Sakato, Alang Bangkeh, Pauh Nan Saiyo, Gumarang Sati, Kinantan Sati itu yang ada di Pauh saat ini.

Kemudian bapak Basri tersebut, mempunyai murid yang bernama bapak Yusuf Rajo Alam dan bapak Masri , kemudian bapak Yusuf Rajo Alam memimpin perguruan Silek Alam Babangkeh tersebut aliran termasuk kedalam aliran Silek Pauh juga, sedangkan bapak Masri mempunyai perguruan Limau Sakato , yang mana bapak Yusuf Rajo Alam dan bapak Masri tersebut satu perguruan sama-sama Silek Pauh. Kemudian gerakan jurus perguruan ini sama karena bersaudara tidak ada bedanya sama sekali hanya nama perguruan masing-masing yang membedakannya.

Alang Bangkeh dan Limau Sakato sama-sama dan gerakannya pun sama kalau gerakan di Silek Pauh Limau Sakato tidak begitu banyak gerakannya yaitu gerak langkah kaki, dan gerak langkah tangan di Silek Pauh. Gerakan di kaki ada bermacam jenis langkah seperti langkah ampang, serong, papek, runciang. Gerakan tambahan seperti gerakan kabau gadang, langkah sabalik, langkah simpi, gantuang kaki kemudian, gerakan langkah pantiang, dan gerakan tangan, ada empat seperti kalatik, tinju, tampa, siduk, dan adapun gerakan tambahan lainnya seperti sipak, lajang, hantam kemudian patiang balakang.

Makna dari nama Aliran Silek Pauh Limau Sakato dari Limau Sakato sendiri adalah rukun islam yang lebih ditekankan kepada ibadah, sopan jo santun, dan Akhlakul karimah. Syarat masuk ke perguruan Silek Pauh Limau Sakato sudah bersifat umum seperti mendaftar, pas photo, dan uang pendaftaran. Kemudian setelah anak didik yang masuk di perguruan Silek Pauh tersebut sudah mulai bisa menghafalkan gerakan maka ada persyaratan khusus, Syarat-syarat khusus saat latihan Silek:
1. Pakaian Hitam: pakaian murid itu adalah pakaian yang bersih. Silek ini akan menjadi pakaian bagi murid.
2. Pisau: setelah latihan ini, maka si murid tidak akan dilukai oleh pisau, karena memiliki ilmu setajam pisau
3. Lado kutu (cawe rawit), garam dan gulo (red-gula): Ilmu silat ini memakai raso (red-rasa), karena semakin mahir orang melakukan sesuatu biasanya mereka tidak berpikir lagi, tetapi menggunakan raso (red-perasaan). Contoh, ahli masak terkenal jarang menimbang bahan-bahan yang mereka butuhkan, tetapi tetap juga menghasilkan masakan yang enak dan khas, seperti itu pulalah Silat nantinya pada tingkat mahir.
4. Endong sapatagak (baju silat satu stel): untuk mengajar Silat kepada anak sasiannya (murid) seorang guru memerlukan pakaian Silat yang bagus yang bisa dipakai selama melatih muridnya sampai tamat (putuih kaji), maka sudah sepatutnya dan sepantasnya bagi seorang murid untuk menyediakan seragam latihan bagi gurunya untuk melatih para muridnya, jangan sampai malah merepotkan guru yang akan menurunkan ilmunya kepada muridnya.
5. Bareh jo pitih (red-beras dan uang): belajar silat akan menyita waktu guru, oleh karena itu sudah menjadi kewajiban bagi murid mempertimbangkan nilai dari waktu yang dihabiskan oleh guru, beras yang dibawa juga akan dimakan bersama sesama anggota sasaran silek (tempat berlatih silat dinamai sasaran ada juga yang menyebut laman). Nilai uang dan beras tidak ditentukan jumlahnya, Namun setidaknya beras itu dibawa satu atau dua liter, sedangkah untuk uang, itu terpulang kepada kemampuan ekonomi si murid untuk mempertimbangkannya.

Larangan dalam perguruan Silek Limau Sakato adalah tidak boleh meninggalkan sholat, tidak boleh berpacaran dalam satu perguruan karna lebih ke system kekeluargaan dalam perguruan tersebut.

Penulis: */Mahasiswi Fakultas Ilmu Budaya Sastra Minangkabau, Universitas Andalas.

Related posts