Pengaruh Penegakan Hukum Terhadap Kepatuhan Generasi Muda Dalam Berlalu Lintas di Kota Padang

  • Whatsapp
Potret Generasi Muda Berlalu Lintas di kecamatan Pauh, wilayah hukum kota Padang

KARYA TULISAbstract : “The Influence Of Law Enforcement On Younger Generation Traffic Compliance In Padang City”
Traffic law enforcement plays a crucial role in fostering safe and orderly driving behavior, particularly among the younger generation, who tend to exhibit high levels of mobility and engage in risky road behavior. This study aims to analyze the impact of law enforcement on traffic compliance among young people in Padang City. The quantitative approach employed was a questionnaire distributed to respondents ranging from high school students to university students who actively use motorized vehicles. Data analysis was conducted using regression techniques to examine the relationship between the intensity of law enforcement, including joint raids, electronic ticketing (ETLE), routine patrols, and outreach activities, and traffic compliance levels. The results indicate that law enforcement has a positive and significant impact on traffic compliance among young people. It was found that consistent enforcement, particularly through modern systems such as ETLE, is effective in fostering discipline, particularly regarding the use of standard helmets and adherence to traffic signs. Furthermore, outreach and education activities regarding road safety, conducted concurrently with law enforcement, contribute to this positive impact. This study concludes that a combination of repressive (raids/ticketing) and preventive (educational) measures is an effective strategy for improving traffic discipline among young people in urban areas. Keywords : Law Enforcement, Traffic Compliance, Youth, ETLE, Driving Safety

PENDAHULUAN

Read More

Penegakan hukum merupakan pilar utama dalam mewujudkan negara hukum yang menjamin ketertiban dan keadilan bagi seluruh masyarakat. Dalam konteks kehidupan sehari-hari, kepatuhan terhadap peraturan lalu lintas menjadi salah satu indikator penting dari kedisiplinan dan kesadaran hukum warga negara. Keteraturan di jalan raya tidak hanya mencerminkan budaya hukum suatu bangsa, tetapi juga berdampak langsung pada keselamatan publik dan kelancaran aktivitas ekonomi. Oleh karena itu, penerapan peraturan lalu lintas secara konsisten oleh aparat penegak hukum menjadi faktor krusial untuk meminimalisasi risiko kecelakaan dan kerugian material.

Isu kepatuhan berlalu lintas di Indonesia, khususnya di wilayah perkotaan seperti Kota Padang, memerlukan perhatian serius. Generasi muda, sebagai kelompok usia yang memiliki mobilitas tinggi dan cenderung aktif menggunakan kendaraan bermotor, seringkali menjadi subjek utama dalam kasus pelanggaran. Data dan fakta lapangan sering menunjukkan bahwa sebagian besar kecelakaan lalu lintas melibatkan pengendara dari kelompok usia produktif. Pelanggaran umum seperti tidak menggunakan helm, tidak melengkapi surat-surat kendaraan, serta mengabaikan rambu dan marka jalan, tidak hanya membahayakan pelaku, tetapi juga pengguna jalan lainnya.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) secara tegas mengatur hak dan kewajiban setiap pengguna jalan, serta memberikan mandat kepada pihak kepolisian untuk melaksanakan penindakan. Untuk mencapai efektivitas penegakan, saat ini institusi penegak hukum telah mengadopsi teknologi modern, salah satunya melalui penerapan Tilang Elektronik (ETLE). Penerapan sistem ini, yang didukung oleh pelaksanaan razia gabungan dan patroli rutin, diharapkan dapat meningkatkan rasa takut dan tanggung jawab, sehingga berujung pada peningkatan kepatuhan.

Meskipun upaya penegakan hukum telah diintensifkan, masih terdapat celah antara peraturan yang berlaku dan tingkat kepatuhan aktual di lapangan, terutama di kalangan generasi muda yang dipengaruhi oleh faktor psikologis dan sosial. Oleh karena itu, penelitian ini menjadi relevan untuk mengevaluasi sejauh mana intensitas dan metode penegakan hukum, termasuk kegiatan sosialisasi yang bersifat preventif, dapat secara signifikan memengaruhi perilaku tertib berlalu lintas di Kota Padang. Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan utama dari kegiatan pengabdian ini adalah untuk menganalisis pengaruh penegakan hukum lalu lintas terhadap peningkatan tingkat kepatuhan generasi muda di Kota Padang.

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode menyebarkan survei daring menggunakan gfrom untuk mengetahui pengaruh penegakan hukum terhadap tingkat kepatuhan generasi muda dalam berlalu lintas di Kota Padang. Populasi penelitian adalah remaja SMA hingga Mahasiswa yang berdomisili di Kota Padang dan aktif menggunakan kendaraan bermotor. Dalam survei ini kami menargetkan dengan jumlah responden sebanyak 50 orang yang memenuhi kriteria seperti termasuk siswa SMA atau Mahasiswa dan pernah berkendara di jalan raya dalam tiga bulan terakhir. Selain menyebarkan gfrom kita juga turun kelapangan melakukan sosialisasi ke salah satu SMA di Kota Padang.

LOKASI DAN WAKTU PELAKSANAAN

Lokasi : Kota Padang, Sumatera Barat, Sosialisasi SMAN 15 Padang (Jalan Limau Manis, Kubang, Kelurahan Limau Manis, Kecamatan Pauh, Kota Padang, Sumatera Barat)
Waktu pelaksanaan : 18 November – 23 November 2025

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penegakan hukum terhadap perilaku lalu lintas, dengan mengumpulkan data dari 56 responden yang mayoritas adalah mahasiswa/i angkatan 2025 (98.2%), yang menunjukan bahwa responden di dominasi oleh usia muda (Usia 19 tahun, 48.2%) yang baru memulai perjalanan akademik dan mobilitas di luar rumah.

1. Profil Mobilitas dan Legalitas Berkendara

Data mobilitas responden menunjukkan ketergantungan yang tinggi pada Motor Pribadi (51.8%) sebagai moda transportasi utama untuk kegiatan kampus/sekolah. Angka ini sejalan dengan tren umum di wilayah perkotaan Indonesia, di mana kendaraan roda dua menawarkan fleksibilitas dan efisiensi biaya yang lebih tinggi.
Meskipun demikian, temuan ini harus dikaji bersama dengan data kepemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM). Sejumlah 8.9% responden mengaku Memiliki Kendaraan Pribadi namun Tidak Memiliki SIM. Kesenjangan legalitas ini pada kelompok usia muda menjadi sorotan utama. Kondisi ini menunjukkan adanya disregard terhadap salah satu pilar penegakan hukum lalu lintas yang paling mendasar, yakni kepemilikan izin mengemudi. Fenomena ini menciptakan kerentanan ganda, baik dari sisi legalitas maupun keselamatan, mengingat minimnya pelatihan formal yang teruji tanpa kepemilikan SIM.

Di sisi positif, mayoritas responden menunjukkan tingkat kesadaran preventif yang tinggi terhadap keselamatan berkendara. Sebanyak 67.9% menyatakan bahwa mereka selalu memeriksa kondisi kendaraan (helm, sabuk, lampu) sebelum melakukan perjalanan.

Interpretasi: Kesadaran ini dapat diinterpretasikan bukan hanya sebagai kepatuhan terhadap hukum (ketakutan akan ditilang), tetapi juga sebagai ritual keselamatan pribadi. Namun, menarik untuk dicatat bahwa kesadaran preventif pribadi ini (67.9%) sedikit lebih tinggi daripada persentase responden yang memiliki legalitas penuh (Memiliki Kendaraan dan SIM, 46.4%), menunjukkan bahwa kepatuhan terhadap aspek fisik kendaraan mungkin lebih mudah diadopsi daripada kepatuhan terhadap aspek legal (SIM).

2. Persepsi dan Reaksi Sosial Terhadap Pelanggaran Lalu Lintas.

Dalam konteks reaksi terhadap pelanggaran lalu lintas, hasil survei mengungkapkan adanya dilema sosial atau bystander effect di kalangan responden. Meskipun 35.7% memilih opsi proaktif “Menegur teman atau pengendara itu,” persentase yang sedikit lebih tinggi, yaitu 37.5%, memilih opsi pasif “Diam saja.”

Opsi “Mengambil foto/video lalu share di media sosial” (23.2%) juga cukup diminati, menunjukkan pergeseran reaksi sosial dari intervensi langsung ke dokumentasi digital. Opsi melaporkan kepada aparat penegak hukum hanya dipilih oleh persentase yang sangat kecil (1.8%).
Interpretasi: Dominasi reaksi diam (37.5%) dan kecenderungan menuju media sosial (23.2%) menunjukkan adanya keengganan untuk berkonfrontasi secara langsung di ruang publik. Responden mungkin merasa bahwa menegur pelanggar berpotensi menimbulkan risiko keamanan, sehingga mereka memilih jalur aman (diam) atau jalur ekspresi tidak langsung (media sosial) untuk melampiaskan kekecewaan terhadap ketidakpatuhan lalu lintas. Kondisi ini memperlihatkan bahwa norma pasif mungkin lebih dominan dalam konteks lalu lintas sehari-hari.

Persepsi responden terhadap efektivitas sanksi lalu lintas saat ini terbagi, tetapi didominasi oleh pandangan bahwa sanksi belum mencapai tingkat jera yang optimal.

1. Sedang, kadang menakutkan: 48.2% (Pilihan Mayoritas).
2. Cukup berat dan dapat memberikan efek jera: 28.6%.
3. Ringan dan tidak terlalu menakutkan/Hampir tidak membuat takut: Total 23.2%.

Interpretasi: Dengan hampir separuh responden menganggap sanksi hanya sedang dan kadang menakutkan, hal ini mengindikasikan bahwa intensitas penegakan hukum belum cukup kuat atau konsisten untuk menciptakan disinsentif perilaku yang efektif. Jika sanksi tidak dipersepsikan sebagai “berat” atau “konsisten,” pengemudi, terutama kaum muda, cenderung menganggap risiko pelanggaran sebagai sesuatu yang dapat diterima (sebuah cost-benefit analysis yang menguntungkan pelanggar).

Persepsi sanksi yang ringan ini sejalan dengan temuan paling krusial: hambatan terbesar seseorang untuk tertib berlalu lintas adalah anggapan bahwa “Aturan yang terasa tidak relevan” (26.8%).

Bagi pengemudi muda, jika aturan terasa kuno atau tidak masuk akal, dan sanksinya tidak terasa menakutkan, maka mereka akan cenderung memprioritaskan kenyamanan atau kecepatan. Sanksi yang “sedang” berarti risiko ditilang dianggap sebagai biaya yang dapat ditanggung, bukan konsekuensi serius yang harus dihindari. Ini menjelaskan mengapa kepatuhan hanya muncul saat razia terlihat, karena itu adalah satu-satunya momen di mana ancaman sanksi menjadi nyata. Mayoritas responden (67.9%) hanya bersikap hati-hati ketika tahu ada razia.

3. Model Edukasi Lalu Lintas Ideal

Mengenai metodologi edukasi, responden dengan jelas menolak pendekatan teoretis yang kaku. Pilihan utama untuk edukasi lalu lintas adalah Simulasi/praktik langsung berlalu lintas (60.7%), yang secara signifikan mengungguli Materi pelajaran tatap muka/kurikulum (7.1%).

Interpretasi: Preferensi yang kuat terhadap simulasi/praktik mencerminkan kebutuhan generasi muda untuk pembelajaran pengalaman yang menanamkan pemahaman keterampilan, bukan sekadar hafalan aturan. Edukasi yang berorientasi pada praktik dianggap lebih efektif dalam membentuk memori otot dan perilaku responsif yang diperlukan di jalan raya. Hal ini menegaskan bahwa untuk meningkatkan kepatuhan hukum, fokus harus bergeser dari tahu aturan menjadi mampu menerapkan aturan dalam situasi nyata.

4. Harapan dan Solusi Generasi Muda

Meskipun kritis terhadap aturan dan sanksi, responden sangat jelas tentang bagaimana seharusnya penegakan hukum dan edukasi berjalan di masa depan :

1. Penegakan Modern: Responden menaruh kepercayaan tertinggi pada Kamera Tilang Elektronik (ETLE) (53.6%). ETLE dianggap efektif karena menawarkan penegakan yang objektif dan konsisten, menghilangkan interaksi tatap muka yang seringkali menimbulkan persepsi negatif.

2. Edukasi yang Menginspirasi: Mereka menuntut perubahan radikal dari kurikulum pasif (7.1%) menjadi metode simulasi/praktik langsung (60.7%). Selain itu, saran terbaik mereka untuk ketertiban adalah melalui saluran yang paling mereka kuasai: Membuat konten edukatif di media sosial (41.1%). Ini menunjukkan bahwa mereka ingin belajar melalui pengalaman nyata dan dari sesama komunitas.

3. Mandat Institusi: Generasi muda memegang pandangan realistis mengenai tanggung jawab: Polisi/Satlantas (85.7%) adalah penegak utama, tetapi solusi jangka panjang berada di tangan Sekolah/Kampus (50.0%) dan Komunitas Anak Muda (46.4%).

Interpretasi: Secara keseluruhan, pembahasan ini menegaskan perlunya transformasi: penegakan hukum harus menjadi lebih konsisten dan modern (ETLE), sedangkan edukasi harus menjadi lebih relevan dan praktis (simulasi/media sosial) untuk mengatasi anggapan bahwa aturan lalu lintas adalah sesuatu yang tidak relevan bagi kehidupan sehari-hari mereka. Pendidikan lalu lintas tidak bisa lagi bersifat pasif. Pembelajaran harus bergeser dari sekadar menghafal Pasal Undang-Undang menjadi pembentukan muscle memory dan pengambilan keputusan etis di bawah tekanan. Penerapan edukasi berbasis simulasi akan memungkinkan mahasiswa/i untuk mengembangkan keyakinan diri (self-efficacy) dan kemampuan bereaksi yang cepat, menjembatani jurang antara tahu apa yang harus dilakukan dan mampu melakukannya secara otomatis di jalan.

Secara keseluruhan, temuan ini mengindikasikan bahwa meskipun kesadaran akan kelengkapan kendaraan sudah tinggi, ini belum cukup untuk menjamin budaya lalu lintas yang aman dan patuh. Untuk mencapai perubahan perilaku yang signifikan, diperlukan penegasan kembali bobot hukum agar sanksi dipersepsikan lebih berat dan jera. Selain itu, strategi edukasi harus diinovasi untuk fokus pada praktik langsung, yang pada akhirnya akan mendorong perilaku berkendara yang lebih baik dan meningkatkan intervensi positif terhadap pelanggaran di komunitas.

KESIMPULAN

Dari penelitian yang telah kami lakukan ini menunjukkan bahwa penegakan hukum memiliki pengaruh yang sangat nyata terhadap tingkat kepatuhan pada generasi muda saat berlalu lintas di Kota Padang. Upaya yang dilakukan seperti razia, tilang elektronik (ETLE), dan patroli yang rutin dapat membantu meningkatkan kesadaran serta perilaku tertib dijalan, terutama yaitu penggunaan helm dan ketaatan pada rambu lalu lintas. Namun, masih ada beberapa bahkan sebagian anak muda yang masih belum mematuhi aturan aturan tersebut.

Selain faktor penegakan hukum, sosialisasi dan edukasi sangat berperan penting dan besar dalam menumbuhkan kesadaran hukum dikalangan generasi muda. Mereka banyak yang lebih menyukai pembelajaran yang bersifat interaktif dibandingkan dengan teori.

Dengan demikian, untuk membangun budaya berlalu lintas yang tertib dan aman, sangat diperlukan kombinasi antara penegakan hukum yang tegas, modern, dan konsisten. Kerja sama antara aparat, sekolah, dan anak muda menjadi kunci agar kesadaran hukum tumbuh bukan karena takut ditilang, tetapi karena kesadaran akan pentingnya keselamatan diri sendiri dan orang lain.

Karya Tulis Kelompok Oleh : Khoirunisa, Afra Syahira, Hary Setiawan, Abdul Aziz Arrizky, Sandra Faza Qinthara, Raihana Dzakiyya Nasywa, Qintar Ramadhan, Ananda Salsabila Mukhta. Penulis adalah Mahasiswa Program Studi S1 Akuntansi Universitas Andalas sebagai syarat pemenuhan tugas mata kuliah Pancasila

REFERENSI : Anggraeni, A. B., & Wibowo, B. (2022). Analisis penyebab pelanggaran lalu lintas oleh pengendara kendaraan bermotor di Surabaya. Jurnal Transportasi dan Logistik, 1(2), 45–60.// Gultom, A., & Anda, D. (2012). Penindakan pelanggaran hukum lalu lintas melalui pendekatan preventif dan represif. Jurnal Ilmu Hukum, 7(1), 12–25.Hasan, H., & Pratama, E. (2021). Integritas aparat penegak hukum dalam penanganan pelanggaran lalu lintas. Jurnal Ilmiah Syariah dan Hukum DDIP, 3(4), 110–125.Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. (2009). Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Jakarta.// Kepolisian Republik Indonesia. (2012). Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor. Jakarta.// Lubis, A. (2018). Internalisasi nilai hukum pada masyarakat. Jurnal Komunikasi Hukum, 4(2), 50–65.// Purbaya, J. (2022). Kesadaran hukum berlalu lintas dan penegakan hukum. Jurnal Hukum Publik, 5(3), 70–85.// Sari, P. A. (2023). Pengaruh profesionalitas aparat terhadap kepatuhan hukum masyarakat. Jurnal Advokasi, 10(1), 90–105.// Soekanto, S. (1983). Penegakan hukum. Rajawali Pers.// Winarno, W. (2023). Efektivitas penerapan e-tilang dalam penegakan hukum lalu lintas. Jurnal PTIK Indonesia, 12(4), 150–165.

(Setelah melakukan sosialisasi penulis juga membuat vidio edukasi untuk meningkatkan kesadaran generasi muda bahwasannya mematuhi peraturan lalu lintas sangatlah penting bagi keselamatan diri sendiri dan juga orang lain,yang dimana vidio edukasi tersebut di sebarkan melalui media sosial separti youtube, instagram serta whatsApp)

Related posts