Ulama & Menteri Turun Langsung ke Lokasi Banjir! Bukan Cuma Bantuan, Solusi Jangka Panjang pun Dikaji di Tengah Lumpur

  • Whatsapp

MINANGKABAUNEWS.com, AGAM – Lumpur dan tumpukan kayu yang tersapu banjir bandang masih belum sepenuhnya bersih, namun gelombang solidaritas dan aksi nyata terus mengalir deras ke wilayah terdampak banjir di Sumatra Barat. Dalam sebuah kunjungan yang penuh makna, Wakil Ketua Umum MUI Pusat, KH. Marsudi Syuhud, turun langsung ke lokasi bencana, tepatnya di Salareh Aia. Beliau tidak datang sendirian; rombongan ini diperkuat oleh dua figur kunci: Ketua Bidang Penanggulangan Kebencanaan MUI yang juga Menteri ATR/BPN, H. Nushron Wahid, dan Ketua Bidang Metodologi Fatwa MUI.

Kedatangan mereka merupakan wujud kepedulian konkret MUI Pusat, yang tidak hanya menyerahkan bantuan langsung kepada masyarakat, tetapi juga mengalirkan bantuan obat-obatan melalui RS Aisyiyah Kota Pariaman, hasil kolaborasi dengan MDMC Muhammadiyah. Namun, di balik penyerahan bantuan, tersirat misi yang lebih dalam.

Read More

Tak bisa dilupakan bahwa di balik kunjungan ini ada peran Ketua MUI Sumbar yang saat ini juga menjadi Ketua Bidang Metodologi Fatwa MUI Pusat yaitu Buya Gusrizal Gazahar,  yang bahkan telah dua hari berada di tengah-tengah warga terdampak. Dengan sengaja, Buya Gusrizal Gazahar mengajak Menteri Nushron Wahid untuk menyaksikan sendiri kerasnya dampak bencana. Mereka meninjau kondisi sungai yang arusnya kembali membesar, hingga sanggup menghanyutkan jembatan darurat buatan relawan. Di situlah, koordinasi langsung terjadi. Kebutuhan mendesak, seperti sistem sling untuk mengirimkan bantuan ke seberang sungai, langsung dikoordinasikan oleh sang Menteri di lokasi.

Aksi ini berkembang menjadi dialog terbuka yang dihadiri Sekda Provinsi Sumbar Arry Yuswandi dan Wabup Agam M. Iqbal. Wali Nagari dan masyarakat menyampaikan keluh kesah mereka, tidak hanya tentang darurat banjir, tetapi juga persoalan rumit turun-temurun: pengelolaan lahan dan harta pusaka yang sering kali memicu ketegangan. Meja dialog pun bertransformasi dari sekadar membahas respons tanggap darurat menjadi ruang konsultasi menyelesaikan akar masalah.

Menyimak dengan cermat, Menteri Nushron Wahid memberikan respons strategis. Beliau meminta semua data dan persoalan tersebut disampaikan secara resmi kepada Kepala Kanwil ATR/BPN Sumbar dan—yang menarik—kepada Buya Gusrizal sendiri. Dengan gaya khasnya yang cair, Nushron berpesan, “Buya sekarang bukan lagi di MUI Sumbar tapi sudah di MUI Pusat. Dengan itu, kami akan diskusi mendalam sambil minum kopi.”

Kalimat santai itu menyimpan strategi besar. Kolaborasi antara otoritas keagamaan (MUI) yang memahami betul seluk-beluk harto pusako (harta pusaka) dengan otoritas agraria nasional (ATR/BPN) dijajaki untuk mencari solusi fundamental yang adil dan bermartabat. Kunjungan ini pun berhasil merajut benang merah antara bantuan segera, penanganan darurat teknis, dan pembahasan kebijakan jangka panjang.

Hari itu, di tepian sungai yang masih liar, terpapar sebuah model sinergi yang langka: ulama, menteri, birokrat, dan relawan duduk bersama. Mereka membuktikan bahwa selain karung beras dan obat-obatan, yang lebih dibutuhkan di tengah bencana adalah pendengaran yang tulus, koordinasi yang cepat, dan komitmen untuk menyentuh persoalan yang selama ini mengendap di bawah permukaan.

Related posts