Anggota DPR RI Rahmat Saleh Dorong Dialog dengan Tokoh Adat dan Agama Soal Sertifikasi Tanah Ulayat di Sumbar

  • Whatsapp

MINANGKABAUNEWS.com, JAKARTA – Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS, Rahmat Saleh, mendesak Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk mengedepankan pendekatan dialogis dalam program sertifikasi tanah ulayat (customary land) di Sumatera Barat (Sumbar).

Hal ini disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Menteri ATR/BPN Nurson Wahid di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (22/4).

Rahmat menanggapi surat dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumbar yang memuat sejumlah catatan kritis terkait implementasi program sertifikasi tanah adat. Surat tersebut, menurutnya, perlu menjadi bahan evaluasi untuk memastikan program selaras dengan kearifan lokal dan struktur sosial masyarakat setempat.

“Kami mendorong Kementerian ATR/BPN segera berkoordinasi dengan tokoh adat, agama, dan pemda setempat. Komunikasi terbuka sangat krusial mengingat tanah ulayat di Sumbar memiliki kekhasan secara hukum adat,” tegas Rahmat.

Dalam suratnya, MUI Sumbar disebutkan menyampaikan kekhawatiran dan keberatan terhadap skema sertifikasi yang berpotensi mengabaikan hak masyarakat adat. Rahmat telah meneruskan dokumen tersebut kepada pejabat Kementerian ATR/BPN, termasuk Staf Khusus Menteri Reska Ananda, yang dinilai memahami dinamika di Sumbar.

Rahmat menekankan, program sertifikasi tanah ulayat sebagai upaya memberikan kepastian hukum harus dilakukan dengan prinsip keadilan dan menghormati konteks lokal. Ia mengusulkan langkah konkret seperti dialog langsung dengan Kerapatan Adat Nagari (KAN), MUI, dan pemerintah daerah.

“Ini bukan sekadar administratif, tapi menyangkut hajat hidup masyarakat. Silaturahmi dan penjelasan menyeluruh diperlukan agar tidak terjadi mispersepsi,” ujarnya.

Menteri ATR/BPN Nurson Wahid dalam rapat tersebut menyatakan akan menindaklanjuti masukan dari DPR dan pihak terkait. Program sertifikasi tanah ulayat sendiri merupakan bagian dari agenda nasional untuk melindungi aset masyarakat, termasuk tanah adat. Namun, implementasinya di daerah seperti Sumbar yang memiliki sistem kepemilikan kolektif berbasis adat memerlukan pendekatan khusus.

Rahmat berkomitmen mendukung kolaborasi antarlembaga untuk memastikan program berjalan harmonis. “Dengan sinergi pusat-daerah dan melibatkan tokoh masyarakat, sertifikasi bisa diterima secara luas dan memberi manfaat nyata,” tambahnya.

Pemerintah diharapkan dapat merancang mekanisme partisipatif yang melibatkan pemangku adat, ulama, dan masyarakat dalam setiap tahap sertifikasi. Langkah ini dianggap krusial untuk mencegah konflik sekaligus memastikan pengakuan hukum atas tanah ulayat tanpa mengikis nilai-nilai lokal.

Related posts