BUM Nagari, Antara Badan Hukum dan Profesional

  • Whatsapp
BUMDES
Ilustrasi (Foto: Dok. Istimewa)

Oleh: Candra Feri Caniago

Desa Umbul Ponggok, sebuah desa di Kabupaten Klaten yang viral pada periode 2017 sampai 2019. Viral dengan wisata bawah air yang yang indah. Selain itu, hal yang sering dibahas tentang Umbul Ponggok adalah keberhasilan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) nya. BUM Desa Tirta Mandiri Ponggok, berhasil mengelola unit usahanya hingga mendapatkan pemasukan mencapai Rp14 miliar per tahun. Nilai pemasukan yang besar untuk sebuah Badan Usaha yang ada di desa.

Read More

Keberhasilan Desa Umbul Ponggok dan desa-desa lainnya, tidak lepas dari adanya UU Desa Tahun 2014 yang membawa beberapa perubahan pada pemerintahan desa. Salah satu perubahan yang mengemuka adalah semakin banyak pemerintah desa yang mendirikan BUM Desa, atau di Sumatera Barat (Sumbar) dikenal dengan Badan Usaha Milik Nagari (BUMNag). Adanya dukungan dana desa, membuat pemerintah desa bisa mendirikan BUM Desa. 

Tujuan pemerintah desa mendirikan BUM Desa/Nagari adalah untuk menjalankan usaha yang akan meningkatkan perekonomian  dan untuk kesejahteraan masyarakat desa. Selain itu, diharapkan menjadi salah satu sumber pendapatan desa melalui bagi hasil keuntungan. 

Berdasarkan data Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, terhitung Tahun 2021 jumlah BUM Desa/Nagari di Indonesia mencapai 57.273. Sementara di Sumbar, dari 928 nagari dan desa, sudah terbentuk 858 BUMNag dengan klasifikasi 41 maju, 327 berkembang, 349 tumbuh dan 141 rintisan (sumbarprov.go.id). Terdapat 41 BUMNag yang maju dari 858, tentu jumlah yang masih sangat sedikit. Umbul Ponggok adalah contoh kisah sukes BUM Desa/nagari di Indonesia, akan tetapi kisah kegagalannya lebih mendominasi dari kisah suksesnya.

Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHPS), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan uji petik pemeriksaa atas 8.220 BUM Desa di seluruh Indonesia dan menemukan 2.188 BUM Desa tidak beroperasi, 1.670 BUM Desa beroperasi tapi belum memberikan kontribusi bagi pendapatan desa, 871 BUM Desa pembentukannya belum didukung studi kelayakan, 585  BUM Desa belum didukung pengelola yang kompeten, dan 547 BUM Desa bidang usahanya belum sesuai dengan potensi unggulan desa. Hal ini menunjukan bahwa banyak BUM Desa bermasalah. Dana desa yang telah dikeluarkan oleh pemerintah desa untuk membentuk dan membiayai operasional BUM Desa menjadi tidak bermanfaat. Akibatnya BUM Desa yang dibentuk belum memberikan kontribusi terhadap peningkatan perekonomian desa.

Menjadi Badan Hukum

UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, telah mengubah status BUM Desa/Nagari yang sebelumnya sebagai badan usaha menjadi badan hukum. Menindaklanjuti hal tersebut Pemerintah telah mengundangkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa. PP tersebut menjelaskan bahwa BUM Desa/Nagari adalah badan hukum yang didirikan oleh desa dan/atau bersama-sama desa guna mengelola usaha, memanfaatkan aset, mengembangkan investasi dan produktivitas, menyediakan jasa pelayanan, dan/atau menyediakan jenis usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa. Untuk memperoleh status badan hukum, pemerintah desa melakukan pendaftaran BUM Desa/Nagari kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia melalui sistem informasi desa. 

PP ini sebagai landasan hukum bagi pembentukan dan pengelolaan BUM Desa/Nagari sebagai dasar hukum yang pengaturannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip korporasi pada umumnya, namun tetap menempatkan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan sebagai pilar utama dalam pengelolaannya.

Dengan status badan hukum, BUM Desa/Nagari diharapkan bisa lebih fleksibel dalam aktifitas usaha dan lebih mudah untuk mengakses permodalan. Tentunya pemerintah desa harus menempatkan orang-orang yang profesional sebagai pengelolanya. Dengan pengelola yang profesional diharapkan BUM Desa/Nagari menjadi usaha yang menguntungkan bagi masyarakat desa hingga menyerap lapangan kerja. Prinsipnya BUM Desa/Nagari harus dikelola secara profesional, terbuka dan bertanggung jawab, partisipatif, prioritas sumber daya lokal, dan berkelanjutan.

Meskipun menjadi badan hukum dan bisa menjalankan usaha seperti korporasi pada umumnya, akan tetapi pada prinsipnya usaha yang dilakukan BUM Desa/Nagari tidak boleh mematikan usaha masyarakat sekitar yang sudah ada. PP 11 Tahun 2021 mengamanatkan fungsi BUM Desa/Nagari adalah konsolidasi produk barang dan/atau jasa masyarakat desa, produksi barang dan/atau jasa, penampung, pembeli, pemasaran produk masyarakat desa, inkubasi masyarakat desa, stimulasi dan dinamisasi usaha masyarakat desa, pelayanan kebutuhan dasar dan umum bagi masyarakat desa, peningkatan kemanfaatan dan nilai ekonomi kekayaan budaya, religiositas, dan sumber daya alam, serta peningkatan nilai tambah atas aset  desa dan pendapatan asli desa.

Pembinaan Berkelanjutan

Untuk mencapai tujuan dari pendirian BUM Desa/Nagari, diperlukan pembinaan yang berkelanjutan oleh Kementerian Terkait, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara/Daerah maupun kalangan profesional lainnya. Pemerintah desa dan pengelola BUM Desa/Nagari harus dibina untuk menjadi pengelola yang profesional. Selain itu, masyarakat desa juga harus dibina agar mengetahui tentang pengelolaan BUM Desa/Nagari dan agar berpartisipasi aktif dalam pengembangannya.

Status Badan Hukum pada BUM Desa/Nagari nantinya belum menjamin akan menjadikannya profesional. Hal yang terpenting adalah pemerintah desa yang profesional hingga menunjuk orang-orang yang profesional untuk mengelola BUM Desa/Nagari. Dana Desa harus digunakan secara efisien dan efektif, termasuk untuk mendirikan dan membiayai pengelolan BUM Desa/Nagari. (*)

/* penulis adalah Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Andalas.

Related posts