Maatan Marapulai: Tradisi Penerimaan Penuh Martabat di Pesisir Selatan, Sumatra Barat

  • Whatsapp

Nama : muhammad iqbal
Mahasiswa : Universitas andalas
Jurusan : sastra minangkabau

Di sepanjang pesisir barat Pulau Sumatra, khususnya di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat, kehidupan masyarakat tidak bisa dipisahkan dari adat dan budaya Minangkabau yang kuat. Salah satu tradisi yang terus hidup dalam kehidupan masyarakat di daerah ini adalah maatan marapulai. Sebuah prosesi adat penuh makna, yang memperkenalkan seorang laki-laki yang baru saja menikah kepada komunitas keluarga istri dan lingkungan nagari.

Tradisi ini tidak hanya bermakna seremonial, tetapi sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan, penghormatan, dan tanggung jawab sosial. Tradisi ini menjadi salah satu bentuk kekeluargan dan megatarkan anak laki – laki nya kerumah istri nya.

Memahami Tradisi Maatan Marapulai
Secara etimologi, “maatan” berarti menampakkan atau memperlihatkan, sedangkan “marapulai” berarti pengantin laki-laki. Dengan demikian, maatan marapulai berarti memperlihatkan atau memperkenalkan pengantin laki-laki secara resmi kepada masyarakat.

Biasanya, prosesi ini dilakukan beberapa hari setelah pesta pernikahan. Marapulai akan didandani menggunakan pakaian adat Minangkabau lengkap, seperti baju kurung basiba, celana silat, destar (penutup kepala khas), serta aksesoris lainnya yang melambangkan kehormatan dan keluhuran budi.

Dalam prosesi ini, marapulai akan diarak atau diajak berkunjung ke rumah-rumah keluarga pihak istri serta ke rumah tokoh adat, ninik mamak, dan masyarakat terkemuka. Di beberapa nagari, marapulai juga akan dibawa keliling kampung sebagai bentuk pengenalan kepada masyarakat luas. Masyarakat akan menyambut dengan ramah, dengan senda gurau ringan yang mengisyaratkan penerimaan dan keakraban.

Makna Sosial dan Kemanusiaan dalam Tradisi
Lebih dari sekadar memperkenalkan, maatan marapulai mengandung makna sosial yang sangat dalam. Dalam adat Minangkabau yang menganut sistem matrilineal, laki-laki yang menikah akan masuk ke dalam keluarga pihak perempuan, meskipun tidak serta-merta menjadi pemilik harta pusaka. Namun, status sosialnya diakui dan dihargai sebagai bagian dari keluarga besar.

Tradisi ini juga mengajarkan bahwa menjadi bagian dari komunitas bukan hanya soal hak, tetapi juga kewajiban untuk menjaga nama baik, berkontribusi terhadap keluarga baru, serta menunjukkan sikap santun dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, marapulai dalam prosesi ini tampil dengan penuh wibawa, sopan santun, dan rendah hati. Dalam pelaksanaannya, maatan marapulai juga memperlihatkan sisi kemanusiaan yang hangat.

Masyarakat tidak memperlakukan marapulai sebagai orang luar, melainkan sebagai anak kemenakan yang baru, yang perlu disambut, dikenali, dan diperlakukan dengan penuh rasa hormat. Bahkan, senda gurau yang kadang muncul selama prosesi bukanlah bentuk penghinaan, melainkan cara khas masyarakat Minangkabau membangun keakraban dan mencairkan suasana.

Variasi Pelaksanaan di Berbagai Nagari
Pelaksanaan maatan marapulai di Pesisir Selatan bisa berbeda antara satu nagari dengan nagari lainnya. Di beberapa tempat, acara ini digelar besar-besaran dengan iring-iringan musik tradisional seperti gandang tasa atau rabab Pesisir. Di tempat lain, prosesi dilakukan lebih sederhana dalam bentuk kunjungan silaturahmi yang khidmat.

Ada juga nagari yang menggabungkan acara ini dengan pengajian adat, di mana sebelum marapulai diperkenalkan, diadakan doa bersama dan tausiah tentang peran suami dalam keluarga menurut adat dan agama. Hal ini menambah kekayaan makna tradisi, memperkuat ikatan spiritual selain ikatan sosial.

Refleksi Modern: Dinamika dan Tantangan
Seiring perkembangan zaman, tradisi maatan marapulai menghadapi berbagai tantangan. Generasi muda yang hidup di era globalisasi kadang merasa tradisi ini membebani atau dianggap kurang relevan. Tidak sedikit yang memilih untuk tidak menggelar prosesi ini dengan alasan praktis atau keengganan menjalani serangkaian tata cara adat yang dinilai terlalu panjang.Namun, banyak pula yang berusaha mempertahankan tradisi ini dengan berbagai penyesuaian.

Misalnya, marapulai dari luar daerah atau dari keluarga perantau yang menikah dengan gadis Pesisir Selatan tetap diperkenalkan, tetapi prosesi dilakukan dalam bentuk acara keluarga kecil yang lebih sederhana namun tetap penuh makna. Ada pula pendekatan baru di mana keluarga memberikan pilihan kepada marapulai, apakah ingin menjalani prosesi secara tradisional penuh atau disesuaikan dengan kondisi masing-masing. Dengan demikian, esensi penghormatan tetap terjaga tanpa mengabaikan kenyamanan pribadi.

Pelajaran Berharga dari Tradisi Maatan Marapulai
Maatan marapulai mengajarkan kita tentang pentingnya penerimaan sosial dalam suatu komunitas. Di tengah masyarakat yang semakin individualistis, tradisi ini mengingatkan bahwa seorang individu, betapapun hebatnya, tetap memerlukan pengakuan dan penerimaan dari lingkungan sosialnya untuk dapat berfungsi secara utuh dalam kehidupan bermasyarakat.

Tradisi ini juga mengajarkan nilai kesantunan, penghargaan terhadap orang lain, dan pentingnya membangun relasi yang sehat di antara individu dalam satu komunitas. Selain itu, ia menjadi ruang edukasi budaya yang memperkenalkan nilai-nilai luhur Minangkabau kepada generasi muda, agar mereka memahami dan mencintai akar budaya mereka sendiri.

Kesimpulan

Dalam kerangka adat Minangkabau, tradisi maatan marapulai bukan sekadar ritual kuno, tetapi ekspresi penghormatan terhadap manusia sebagai makhluk sosial.

Ia adalah jembatan antara masa lalu dan masa kini, antara individu dan komunitas, antara hak dan tanggung jawab. Selama nilai-nilai kemanusiaan, penghormatan, dan rasa kekeluargaan tetap menjadi roh utama pelaksanaannya, maatan marapulai akan terus menjadi tradisi yang hidup dan bermakna di Pesisir Selatan, sekaligus menjadi pelajaran berharga bagi bangsa ini tentang bagaimana adat dan budaya bisa memperkaya kemanusiaan itu sendiri.

Trdisi kita harus menjaganya supayah tidak hilang dengan berkebangnya zaman yang semakin hari makin canggi tetapi kita harus bisa mepertahakan tradisi ini kita boleh sajak meikuti zaman tapi tradisi yang telah di turunkan oleh nenek moyang kita harus kita jaga dan lestarikan supayah tidak hilang dan tidak di telan zaman kita sebagaii generasi mu harus menjaga tradisi ini jangan samapai tradisi ini hilang di generasi kita maka dari itu kita harus padaii menjaga nya maka dari itu kita, boleh meikuti zaman tapi jangan lupa dengan tradisi kita.

Indonesia ini negara yang kayak dengan budaya makan itu kita sebagaii warga negara indonesia kita harus menjaga tradisi yang sudah di turunkan oleh nenek moyang kita harus kita jaga dan lestarikan semoga generasi selanjut nya bisa menikmati tradisi ini, karena indonesia kayak akan budaya dan tradisi.

Related posts