PASAMAN BARAT – Banyak orang yang tidak mengetahui cerita rakyat dari kabupaten tempat dimana mereka tinggal. Bahkan tidak dapat dipungkiri cerita rakyat yang dahulu diwariskan dari nenek moyang mulai hilang karena kemajuan zaman dan orang-orang menganggap bahwa cerita rakyat hanya sebagai dongeng pengantar tidur.
Apalagi di kalangan para generasi muda zaman sekarang yang sudah mulai tidak mau tahu tentang cerita rakyat di daerahnya dan lebih memilih memainkan gawainya disela waktu sengang mereka. Padahal dari cerita rakyat kita bisa belajar dan mengambil nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya untuk dijadikan pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari.
Ada sebuah cerita yang secara turun temurun dipercayai oleh masyarakat kanagarian Sasak kecamatan Sasak Ranah Pasisie, kabupaten Pasaman Barat, Sumatera barat. Cerita yang dipercayai masyarakat setempat bahwa adanya persumpahan antara buaya dan air.
Persumpahan tersebut pada mulanya terjadi karena ada seorang perempuan yang yang bertempat tinggal di dekat muara. Karena mayoritas penduduk setempat bermata pencarian sebagai nelayan, yang setiap
pagi sampai siang masyarakat menjala ikan di muara sungai.
Hasil tangkapan ikan lalu dijual di pasar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ada yang menjual ikan hasil tangkapan dengan harga yang mahal tergantung jenis ikan yang dihasilkan. Pada suatu pagi ada seorang wanita yang sedang mencuci pakaian di sungai melihat ada seekor buaya yang akan siap memangsanya. Dengan sigap wanita tersebut bisa menyelamatkan diri dari serangan buaya. Wanita tersebut lalu menceritakan kejadian kepada penduduk setempat. Maka pada malam harinya dilakukan pertemuan oleh masyarakat untuk membahas bagaimana cara mengantisipasi serangan dari buaya muara terhadap penduduk desa.
Setelah pertemuan selesai maka diputuskanlah untuk membuat pagar dari bambu dan nibung. Pada keesokkan harinya para penduduk mulai bekerja sama untuk membuat pagar perlindungan dari serangan buaya. Penduduk setempat berharap dengan adanya pagar pembatas yang dibuat di sekitaran sungai dapat melindungi mereka dari serangan buaya.
Beberapa tahun kemudian masyarakat benar merasa damai dan aman dari ancaman dan serangan buaya berkat pembuatan pagar pengamanan di sekitaran sungai. Para penduduk mulai melakukan aktivitas seperti biasa. Setiap pagi para nelayan menjala ikan dan siangnya balik kerumah. Sore harinya anak-anak dan orang tuanya mandi dan berenang di sungai. Mereka sama sekali tidak merasa takut akan bahaya yang akan menghadang. Keesokkan harinya ada beberapa penduduk yang mencuci pakaian mereka disungai. Setelah mereka selesai mencuci pakaian, mereka terkejut dengan adanya penampakkan buaya yang sedang mengapung disungai. Para ibu-ibu dari penduduk setempat langsung berhamburan meninggalkan sungai.
Pada malam harinya semua warga berkumpul untuk mencari solusi agar buaya tersebut tidak muncul lagi di sekitaran sungai. Semua penduduk diminta untuk mengajukan usulan bagaimanacara mengusir buaya dari sungai. Setelah berdiskusi lama hingga larut malam, maka di dapatkan solusi yakni dengan meminta bantuan pawang buaya.
Seminggu telah berlalu, para penduduk mengantarkan langsung pawang buaya ke sungai. Di tepi sungai, pawang mulai melakukan ritualnya dengan mengucapkan mantra dan melemparkan sebutir telur ke sungai dengan menepuk air sungai sebanyak tiga kali maka munculah se ekor buaya dengan ukuran yang sangat besar. Sesaat kemudian buaya tersebut langsung pergi.
Setelah melakukan ritual pawang pun berpesan kepada penduduk bahwasannya buaya tersebut tidak akan mengganggu dengan syarat yakni penduduk harus menjaga kelestarian sungai, jangan membuang sisa makanan disungai karena akan membuat mata buaya menjadi perih, jangan kencing dan buang air besar ketika mandi disungai karena akan menyebabkan buaya terganggu kehidupannya.
Setelah menyampaikan pesan kepada penduduk sang pawang pun pergi meninggalkan penduduk karena semua urusannya telah selesai.Sebulan kemudian penduduk yang bermata pencarian sebagai penjala ikan disungai menambah mata pencariannya yakni dengan mencari lokan disungai.
Para penduduk berbondong-bondong mencari lokan disungai karena harganya cukup mahal juga untuk dijual. Hari demi hari penduduk hidup kesenangan sampai lupa dengan pesan yang telah disampaikan oleh pawang.
penduduk sudah mulai membuang sampah makanan disungai, membuang kotoran di sungai.
Ada sebagian penduduk yang percaya bahwasannya buaya yang dahulunya sering muncul tidak akan muncul lagi karena anggapan mereka buaya tersebut sudah mati. Buaya dan air menjadi murka, mereka akhirnya membuat sebuah perjanjian yaitu akan menghancurkan manusia yang tidak bisa menjaga kelestarian sungai. Benar saja, pada pagi harinya para ibu-ibu penduduk mencuci pakaian dan karena keasikkan bercengkerama salah seorang ibu-ibu berteriak ketakutan karena diserang oleh buaya yang sangat besar. Buaya tersebut menggigit kakinya dan menghempaskannya kedalam sungai. Semua orang yang ada disungai berteriak dan menyaksikan seorang yang di serang lalu dibawa pergi kedalam sungai oleh buaya. Beberapa menit kemudian semua penduduk mendatangi sungai untuk mencari keberadaan wanita yang diterkam oleh buaya.
Semua cara telah dilakukan namun tidak membuahkan hasil. Malam harinya para penduduk kembali dikumpulkan dan beberapa penduduk dari kalangan bapak-bapak mendapat tugas yakni membawa pawang buaya yang dahulu pernah membantu untuk mengusir buaya di sungai. Keesokkan harainya datanglah beberapa penduduk menemui sang pawang dirumahnya. Seorang penduduk mengutarakan maksud dan tujuan mereka datang menemui sang pawang tersebut. Pawang tersebut berkata bahwasannya dia telah mengetahui maksud dan tujuan mereka menemuinya. Pawang tersebut sangat kecewa karena pesan yang telah dia sampaikan, sama sekali tidak di indahkan oleh para penduduk. Dengan berbagai bujukkan dan rayuan akhirnya pawang tersebut pun mau membantu untuk mengembalikan orang yang telah di mangsa oleh buaya.
Keesokan harinya pawang pun datang ke sungai dan mengatakan kepada penduduk bahwasannya buaya yang selama ini mereka lihat merupakan buaya jelmaan, mereka sangat terganggu oleh aktivitas penduduk yang merusak keasrian sungai, tempat mereka sudah dimabil oleh penduduk. Perlu diketahui bahwasanya lokan yang selama ini di cari disungai merupakan tempat peristirahatan buaya.
Tanpa berlama-lama pawang tersebut meminta penduduk untuk menyediakan bantal, kemudian
meminta kepada semua penduduk untuk berdoa dan berzikir bersama-sama kepada Allah SWT.
Setelah selesai pawang tersbut lalu melemparkan bantal ke arah sungai. Selang beberapa menit kemudian wanita yang diterkam buaya muncul bersamaan dengan bantal. Para penduduk bergegas mengambil tubuh wanita yang sudah tidak bernyawa lagi. Sang pawang pun kembali berpesan bahwa setiap tahun penduduk harus menumbalkan seekor induk sapi kalau tidak maka setiap tahun air dan buaya akan membunuh manusia.
Oleh : Sigit Pamungkas
Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Jurusan Sastra Minangkabau Unand