MINANGKABAUNEWS.com, PADANG – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat mengeluarkan fatwa terkait praktik gadai sawah yang masih menjadi persoalan dalam masyarakat Minangkabau. Fatwa ini hadir sebagai solusi bagi kasus-kasus sawah yang digadaikan dalam jangka waktu lama, bahkan hingga puluhan tahun, sehingga menimbulkan ketidakjelasan hak ke pemilik.
Persoalan Gadai Sawah di Minangkabau
Di Minangkabau, gadai sawah telah menjadi praktik turun-temurun dalam sistem ekonomi masyarakat. Umumnya, sawah dijadikan jaminan utang, dengan kesepakatan bahwa lahan tersebut dikelola oleh pemberi pinjaman hingga utang dilunasi. Namun, dalam banyak kasus, sawah yang telah digadaikan bertahun-tahun tidak dikembalikan kepada pemilik aslinya, meskipun utang sudah lunas. Akibatnya, generasi penerus kehilangan hak atas tanah warisan mereka.
Ketua Umum MUI Sumbar, Buya Dr. Gusrizal Gazahar Dt Palimo Basa, menekankan bahwa kurangnya pemahaman masyarakat terhadap hukum muamalah dalam Islam menjadi penyebab utama terjadinya konflik dalam transaksi gadai sawah. Dalam Islam, setiap akad dalam transaksi harus memiliki kejelasan, apakah tergolong akad tabarru’ (tolong-menolong tanpa mencari keuntungan) atau akad istismar (transaksi dengan tujuan memperoleh keuntungan).
Solusi yang Ditetapkan MUI Sumbar
MUI Sumbar memberikan beberapa solusi untuk mengatasi permasalahan gadai sawah, di antaranya:
1. Pengembalian ke Pemilik Sawah
Hak milik tetap berada pada pemilik awal. Setelah utang dilunasi, sawah harus dikembalikan.
Jika sawah telah lama digadaikan, dapat dilakukan pemutihan, yaitu menganggap utang lunas dan sawah dikembalikan tanpa perhitungan tambahan.
2. Akad Baru dalam Gadai Sawah
Jika pemilik dan penerima gadai setuju, akad baru bisa diterapkan, misalnya sistem muzara’ah (bagi hasil pertanian). Dalam skema ini, hasil panen digunakan untuk melunasi utang secara bertahap.
3. Alih Gadai dengan Perjanjian Jelas
Jika pemilik asli belum mampu menebus sawah dalam waktu dekat, sawah dapat dialihkan ke pihak lain yang mampu menebusnya dengan kesepakatan yang lebih longgar, misalnya perpanjangan waktu pembayaran.
4. Pembelian Sebagian Lahan
Jika pemilik sawah tidak bisa menebus seluruh lahan, dapat dilakukan sistem jual beli sebagian tanah. Dalam hal ini, pemilik asli tetap memiliki hak prioritas untuk membeli kembali tanah yang dijual jika ingin memilikinya di masa depan.
Pentingnya Sosialisasi Fatwa
MUI Sumbar telah menerbitkan fatwa ini dalam bentuk buku yang didistribusikan ke MUI kabupaten/kota. Namun, karena keterbatasan distribusi, perlu dilakukan sosialisasi lebih luas agar masyarakat memahami solusi yang ditawarkan.
Dengan adanya fatwa ini, diharapkan praktik gadai sawah dapat diselesaikan dengan adil dan sesuai dengan prinsip syariat Islam. Kejelasan dalam akad serta pemahaman masyarakat terhadap hukum muamalah menjadi kunci utama agar gadai sawah tidak lagi merugikan generasi penerus.